Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pakematik Taktik Pembelajaran Inovatif Berbasis Tik

Berikut ini yakni berkas buku Pakematik Strategi Pembelajaran Inovatif Berbasis TIK. Download file PDF.

 Berikut ini yakni berkas buku Pakematik Strategi Pembelajaran Inovatif Berbasis TIK Pakematik Strategi Pembelajaran Inovatif Berbasis TIK
Pakematik Strategi Pembelajaran Inovatif Berbasis TIK

Pakematik Strategi Pembelajaran Inovatif Berbasis TIK

Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas buku Pakematik Strategi Pembelajaran Inovatif Berbasis TIK:

SEKILAS TENTANG PAKEMATIK
Hakekat berguru yakni suatu proses internal yang meliputi ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan faktor-faktor lain menurut pengalaman•pengalaman sebelurnnya, Galloway dalam Toeti Soekamto (1992: 27). Morgan menyampaikan suatu kegiatan dikatakan berguru apabila mempunyai tiga ciri-ciri sebagai berikut:
  1. belajar yakni perubahan tingkah laku; 
  2. perubahan terjadi lantaran latihan dan pengalaman, bukan lantaran pertumbuhan;
  3. perubahan tersebut harus bersifat permanen dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama. Aktivitas guru untuk membuat kondisi yang memungkinkan proses berguru siswa berlangsung optimal disebut dengan kegiatan pembelajaran. Dengan kata lain, pembelajaran yakni proses membuat orang belajar. Guru bertugas membantu orang berguru dengan cara memanipulasi lingkungan sehingga siswa sanggup berguru dengan mudah. Sementara siswa harus aktif mencena masalaht, memecahken masalah, mengemukakan gagasan dan berlatih semoga mempunyai kemampuan gres yang bersifat permanen.
Proses pembelajaran yang terjadi di kelas merupakan inti proses pendidikan di sekolah. Dengan demikian, perbaikan mutu pendi­ dikan harus dimulai dengan menata dan meningkatkan mutu pem­ belajaran di kelas. Mutu pendidikan diindikasikan oleh para lulusan­ nya yang mempunyai kemampuan berpikir kritis dan kreatif, perkem­ bangan afeksi yang berpengaruh (karakter, kesadaran diri, komitmen), serta keterampilan psikomotor yang memadai. Artinya, kriteria mutu pendidikan bukan hanya diukur oleh aspek kuantitatif, menyerupai Ujian Nasional/UASBN, nilal raport, banyaknya lulusan yang diterima di sekolah tinggi tinggi negeri, dan sebagainya, tetapi lebih pada aspek penguatan abjad dan tabiat siswa, keimanan kepada Tuhan, sopan santun, susila mulia, kebijaksanaan pekerti luhur, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan menghasilkan karya dan produk inovatif, dan lain-lain.

Oleh lantaran ltu, pemerintah dengan Permendiknas Nomor 69 Tahun 2009 menegaskan bahwa pelayanan pendidikan harus menekankan pada 8 (delapan) standar pelayanan minlmal, yang meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan preserene, standar pengelolaan, standar pemb!ayaan dan standar evaluasi pendidikan. Yang kemudian kualitas 8 (delapan) standar pelayanan minimal tersebut menjadi dasar bagi sekolah untuk bisa ditetapkan sebagai Sekolah Standar Nasional (SSN) atau Sekolah Bertaraf lntemasional (SBI).

Apabila para pelaku pendidikan ingin menlngkatkan prestasi sekolah mereka, tentunya tidak akan terlepas dari upaya peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah. Upaya untuk mencapai mutu pendidikan dengan kriteria sebaga!mana digambarkan di atas, tentu akan sulit dilakukan apablla pembelajaran dilakukan di kelas yang masih konvensional, yang hanya menuntun siswa untuk melaksanakan DDCH (Datang, Duduk, Catat, dan Hafal); Model pembelajaran yang didominasi oleh guru melalui ceramah-ceramahnya memberikan sejumlah informasi/materi pelajaran yang sudah disusun secara sistematis. Sebab pembelajaran dengan model ini tingkat partisipasi siswa sangat rendah: siswa sering ada dalam situasi "tertekan", yang berakibat pada tidak optimalnya pemusatan perhatian pada kemam­ puan yang harus dikuasainya (time on task) menjadi rendah. Siswa Udak menerima kesempatan untuk melaksanakan eksplorasi lingkungan sekitar, sehingga membuat mereka terasing dengan lingkungannya dan tidak memilikl kemampuan untuk mencari dan menemukan informasl yang diperlukannya: dan yang paling penting siswa hanya terfokus pada pengembangan ranah kognitif, dan kurang memerhatlkan aspek afeksi (emosional, mental, dan spiritual), serta keterampilannya. Dengan kondisl pembelajaran menyerupai ini akan sullt mengharapkan para siswa mempunyai kemampuan berpikir yang kritls, kreatif, dan inovatif, serta mempunyai abjad dan tabiat yang kuat untuk menghadapi banyak sekali permasalahan yang dihadapi dalam kehidupannya sehari-hari.

Ada banyak penemuan pembelajaran yang sanggup diterapkan untuk mendorong terciptanya pembelajaran yang berkualitas yang berangkat dari pendekatan pembelajaran yang berpusat kepada siswa. Di antaranya yakni apa yang disebut PAKEMATIK. PAKEMATIK merupakan singkatan dari Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan Memanfaatkan Teknologi lnformasi dan Komunikasi. PAKE.MATIK merupakan pengembangan taktik pembelajaran PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan) yang telah lebih dulu dikenal di dunia pendidikan di Indonesia. Perbe­ daannya hanyalah pada pemanfaatan atau integrasi Teknologi lnformasi dan Komunikasi (TIK) datam proses pembelajaran untuk mendukung proses "Pembelajaran Aktif (Active Learning dengan tujuan utama meningkatkan kualitas pembelajaran. Jadi, kunci utamanya yakni pada 'Pembelajaran Aktifnya" bukan pada pengetahuan teknis mengenai Teknologi lnfonnasi dan Komunikasi (TIK) lantaran perangkat TIK hanya akan menjadi media pendukung pem­ belajaran.

Pemanfaatan TIK dalam pembelajaran telah ditegaskan pula oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 78 Tahun 2009 perihal Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf lnternasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah di dalam Bab II. Standar Penyelenggaraan, Bagian Ketiga mengenai Standar Penyelenggaraan, dalam Pasal 5 Ayat 2 menyebutkan bahwa "Preses pembelajaran sebagaimana dimaksud ayat (1) menerapkan pendekatan pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi, aktif, kreatif, efektif, menyenangkan dan kontekstual. Maka, sejalan dengan peraturan tersebut, para guru dituntut untuk memilikl kompetensl dalam menyelenggarakan pendldikan yang memakai pendekatan menyerupai yang dimaksud di atas. Sebe­ namya, pagu ini bukan hanya diterapkan di RSBI atau SBI saja, melainkan merupakan tuntutan terhadap guru SMA/SMK juga sebagaimana tercantum dalam Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 bahwa guru mata pelajaran harus memenuhi kompetensi memanfaatkan teknologl infonnasi dan komunikasl dalam pem­ belajaran yang diampu. Hal itu sejalan juga dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 perihal Standar Proses untuk Saluan Pen­didikan Dasar dan Menengah bahwa dalam prinsip-prinsip penyusunan planning pelaksanaan pembelajaran, guru diharuskan bisa menerapkan TIK.

Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAKEM), Sebuah Tinjauan Singkat PAKEM yakni sebuah pendekatan pembelajaran (instructional approach) bukan taktik atau metode pembelajaran. Dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam kurikulum, guru perlu melaksanakan serangkaian kegiatan pembelajaran, mulai dari perencanaan, memilih strategi, pemilihan materi dan metode pembelajaran, sampal pada penllaian. Serangkalan kegiatan pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan pendidikan tersebut sering dinamakan dengan pendekatan pembelajaran.

Pengertian pendekatan sendiri dikatakan oleh Ujang Sukandi (2003:39) yakni cara umum dalam memandang permasalahan atau objek kajian, laksana pakai kacamata merah semua tampak kemerah-merahan. Pengertian pendekatan pembelajaran secara tegas belum ada janji dari para jago pendidikan. Namun beberapa jago mencoba menjelaskan perihal pendekatan pembelajaran (instructional approach), contohnya ditulis oleh Gladene Robertson dan Hellmut Lang (1984: 5). Menurutriya, pendekatan pembelajaran sanggup dimaknai menjadi 2 pengertian, yaitu pendekatan pembelajaran sebagal dokumen tetap dan pendekatan pembelajaran sebagai materi kajian yang terus berkembang. Pendekatan pembelajaran sebagai dokumen tetap dimaknai sebagai suatu Kerangka Umum dalam Praktek Profesional Guru, yaitu serangkaian dokumen yang dikembangkan untuk mendukung pencapaian Kurikulum. Hal tersebut mempunyai kegunaan untuk: (1) mendukung kelancaran guru dalam proses pembelajaran; (2) membantu para guru menjabarkan kurikulum dalam praktik pembelajaran di kelas; (3) sebagai panduan bagi guru dalam menghadapi perubahan kurikulum; dan (4) sebagai materi masukan bagi para penyusun kurikum untuk mendesain kurikulum dan pembelajaran yang terintegrasi.

Pendekatan pembelajaran sebagai materi kajian yang terus berkembang, oleh Gladene Robertson dan Hellmut Lang dimaknai pendekatan konvensional v.s pendekatan siswa aktif/PAKEM. Bahkan mulai tahun 2003 Departemen Pendidikan Nasional juga sudah sering memakai istilah tersebut.

Baik dalam pendekatan pembelajaran konvensional maupun dalam pendekatan pembelajaran PAKEM., di dalamnya ada model-model pembelajaran (instructional models), taktik pembelajaran (instructional strategies), metode-metode pembelajaran (instructional methods) dan ada juga keterampilan-keterampilan mengajar (instructional skills).

Tentang Pendekatan Konvensional
Sebagaimana d.ikatakan oleh Philip R. Wallace perihal pendekatan konservatif, pendekatan konvensional memandang bahwa proses pembelajaran yang dilakukan sebagaimana umumnya guru menga­ jarkan materi kepada siswanya. Guru mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa, sedangkan siswa lebih banyak sebagai penerima.

Menurut Philip R. Wallace (1992: 13), pendekatan pembelajaran dikatakan sebagai pendekatan pembelajaran yang konservatif apabila mempunyai ciri-ciri berikut:
  1. Otoritas seorang guru lebih diutamakan dan berperan sebagai teladan bagi murid-muridnya.
  2. Perhatian kepada masing-masing individu atau minat siswa sangat kecil. 
  3. Pembelajaran di sekolah lebih banyak dilihat sebagai per­siapan akan masa depan, bukan sebagai peningkatan kompetensi siswa di ketika ini.
  4. Penekenen yang fundamental yakni pada bagaimana pengetahuan sanggup diserap oleh siswa dan penguasaan penge­tahuan tersebutlah yang menjadi tolok ukur keberhasilan tujuan, sementara pengembangan potensi siswa diabaikan.
Menurut Ujang Sukandi (2003: 8), mendeskripsikan bahwa Pendekatan konvensional ditandai dengan guru mengajar lebih banyak mengajarkan perihal konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya yakni siswa mengetahui sesuatu bukan bisa untuk melaksanakan sesuatu, dan pada ketika proses pembelajaran, siswa lebih banyak mendengarkan. Di sini terlihat bahwa pendekatan konvensional yang dirnaksud yakni proses pembelajaran yang lebih banyak didominasi gurunya sebagai "pentransfer" ilmu, sementara slswa lebih pasif sebagai "penerima" ilmu.

Institute of Computer Technology (2006: 10) menyebutnya dengan Istilah "Pengajaran tradisional". Dijelaskannya bahwa pengajaran tradisional yang berpusat pada guru yakni sikap pengajaran yang paling umum yang diterapkan di sekolah-sekolah di seluruh dunia. Pengajaran model ini dipandang efektif, terutama untuk:
  1. Berbagl informasi yang tidak gampang ditemukan di daerah lain.
  2. Menyampaikan informasi dengan cepat.
  3. Membangkitkan minat akan informasi.
  4. Mengajari siswa yang cara berguru terbaiknya dengan men­dengarkan.
Nemun demikian, pendekatan pembelajaran tersebut mempunyai beberapa kelemahan sebagai berikut:
a. Tidak semua siswa mempunyai cara berguru terbaik dengan mendengarkan.
b. Sering terjadi kesulitan untuk menjaga semoga siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari.
c. Pendekatan tersebut cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis.
d. Pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa cara berguru siswa itu sama dan tidak bersifat pribadi.

Dalam proses pembelajaran bahasa misalnya, dalam pendekatan konvensional mempunyai ciri-ciri berikut. (a) lebih berpusat guru; (b) fokus pembelajaran lebih pada struktur dan format bahasanya (ilmu bahasa); (c) Guru berbicara, siswa mendengarkan; (d) para siswa melaksanakan kegiatan sendiri; (e) Guru selalu memonitor dan mengoreksi tiap-tiap ucapan slswa; (f) guru menjawab pertanyaan para siswa perihal (ilmu) bahasa; (g) guru yang memilih topik atau tema pembelajaran; (h) guru menilai hasil berguru siswa; dan (i) kelas tenang.

Berdasarkan klarifikasi di atas, pendekatan konvensional sanggup dimaknai sebagai pendekatan pembelajaran yang lebih banyak berpuset pada guru, komunikasi lebih banyak satu arah dari guru ke siswa, metode pembelajaran lebih banyak memakai ceramah dan demonstrasi, dan materi pembelajaran lebih pada penguasaan konsep-konsep bukan kompetensi.

Awal mula istilah PAKEM muncul dari istilah AJEL (Actiue Joyful and Effective Learning). Untuk pertama kalinya, di Indonesia pada tahun 1999 dikenal dengan istilah PEAM (Pembelajaran Efektif, Aktif dan Menyenangkan). Namun seiring dengan perkembangan acara MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) di Indonesia pada tahun 2002, istilah PEAM diganti menjadi PAKEM, yaitu singkatan dari Pembelajaran Aktif, Krealif, Efektif dan Menyenangkan.

Namun demikian, jikalau dicennati dalam modul-modul pembinaan PAKE.M, landasan-landasan teori yang dipakai di dalamnya pada hakekatnya yakni mengambil dari teori-teori perihal active learning atau pembelajaran aktif. Pendekatan berguru siswa aktif sebenamya sudah semenjak usang dikembangkan. Konsep inl didasari pada keyakinan bahwa hakekat berguru yakni proses membangun makna/pemahaman, oleh st pembelajar, terhadap pengalaman dan infonnasi yang disaring dengan persepsi, pikiran (pengetahuan yang dimiliki) dan perasaannya. Dengan demikian, siswalah yang harus aktif untuk mencari informasi, pengalaman maupun keterampilan dalam rangka membangun sebuah makna hasil proses pembelajaran.

Pengertian pembelajaran aktif sedikit membingungkan. Hal tersebut dikarenakan setlap orang menawarkan pengertian yang berbeda­ beda. Terlebih jikalau melihat hakekat berguru sebagaimana disebutkan di atas yaitu proses membangun makna oleh si pembelajar. Kaprikornus tidak mungkin siswa dikatakan berguru tetapi ia pasif sama sekali. Barangkali istilah pembelajaran aktif di sini lebih sempurna merupakan lawan dari pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran kon­vensional, gurulah yang mendominasi sementara pada pembelajaran aktif siswalah yang lebih banyak melaksanakan acara belajar. Kedua pendekatan pembelajaran masih tetap ada keaktifan siswa, namun dalam kadar yang berbeda. Secara kuantitatif Depdiknas (Depar­ temen Pendldikan Nasional) pemah memutuskan dengan per­bandingan 30%:70%. Jika pendekatan konvensional (implementasi kurikulum 1994 dan sebelumnya) teknik pembelajarannya adalah 70% guru ceramah dan 30% siswa aktif melaksanakan kegiatan. Sedangkan pada pembelajaran aktif (implementasi kurikulum 2006), teknik pembelajaran dilakukan dengan 70% siswa yang aktif melaksanakan kegiatan dan guru hanya 30% saja.

Pembelajaran aktif yakni suatu istilah yang memayungl beberapa model pembelajaran yang memfokuskan tanggung-jawab proses pembelajaran pada si pelajar. Bonwell dan Eison (1991) mempopulerkan pendekatan ini ke dalam pembelajaran. Istilah active learning ini sudah dikenal pada tahun 1980-an. Kemudian pada tahun 1990-an Association for the Study of Higher Education (ASHE) menawarkan laporan yang lebih lengkap perihal active learning. Dalam laporannya tersebut mereka telah mendiskusikan banyak sekali metode pembelajaran untuk memperkenalkan active learning.

Berikut pandangan dari para jago mengenai kegiatan, siswa, dan lingkungan berguru active learning yang dipaparkan oleh Missouri Department of Elementary and Secondary Education:
a. Silberman, M (1996) menggambarkan ketika berguru aktif, para siswa melaksanakan banyak kegiatan. Mereka menggu­nakan otak untuk mempelajari ide-ide, memecahkan per­masalahan, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif yakni mempelajari dengan cepat, menye­nangkan, penuh semangat, dan ketertibatan secara pribadi untuk mempetajari sesuatu dengan baik, harus mendengar, melihat, menjawab pertanyaan, dan mendiskusikannya dengan orang lain. Semua itu dipertukan oleh siswa untuk melaksanakan kegiatan menggambarkannya sendiri, mencon­tohkan, mencoba keterampilan, dan melaksanakan kiprah sesuai dengan pengetahuan yang telah mereka miliki.
b. Glasgow (1996) siswa aktif yakni siswa yang bekerja keras untuk mengambil tanggung jawab lebih besar dalam proses belajamya sendiri. Mereka mengambil suatu kiprah yang leblh dinamis dalam memutuskan apa dan bagaimana mereka harus mengetahui, apa yang harus mereka lakukan, dan bagalmana mereka akan melaksanakan Itu. Peran mereka kemudian semakin luas untuk self-management, dan memotivasi diri untuk menjadi suatu kekuatan lebih besar yang dimiliki siswa.
c. Modell dan Michael (1993) menggambarkan suatu ling kungan berguru aktif yakni lingkungan belajar, di mana para siswa secara individu didukung untuk terlibat aktif dalam proses membangun model mentalnya sendiri dari infonnasi yang telah mereka peroleh.
d. UC Davis TAC Handbook, Active Learning yakni suatu pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa untuk menjadi guru bagi mereka sendiri. Active learning yakni suatu pendekatan bukan metode.

Menurut Joel Wein ( 1997: I) mendefinisikan actiue learning adalah nama suatu pendekatan untuk mendidik para siswa dengan menawarkan kiprah yang lebih aktif di dalam proses pembelajaran. Unsur umum di dalam pendekatan ini yakni bahwa guru dipin dahkan kiprah kedudukannya, dari yang paling berperan dl depan suatu kelas dan mempresentasikan materi pelajaran; menjadi para siswalah yang berada pada posisi pengajaran diri mereka sendiri, dan guru diubah menjadi seorang instruktur dan penolong di dalam proses itu.
Bonwell dan Eison (1991) menawarkan beberapa teladan pembelajaran aktif menyerupai pembelajaran berpasang-pasangan, berdiskusi, bermain peran, debat, studi kasus, terlibat aktif dalam kerja ke­ lompok, atau membuat laporan singkat dan sebagainya. Oisarankan semoga guru menjadi pemandu sepanjang tahap awal pernbelajaran, kemudian biarkan anak melaksanakan praktik keterampilan, gres kemudian menawarkan informasi-informasi gres yang belum diketahui siswa selama pembelajaran. Dlsarankan penggunaan active learning pada ketika siswa telah mengenal materi sebelumnya, dan mereka telah mempunyai suatu pemahaman yang baik menyangkut materi sebelumnya.

Sedangkan Mayer (2004) dalam Wikipedia, mengungkapkan bahwa strategl menyerupai "active learning" sudah berkembang luas hampir pada semua kelompok teori yang mengenalkan perihal pembelajaran yang mana siswa sanggup menemukan sendiri. Bruner pada tahun 1961 pernah menjelaskan bahwa asalkan siswa sudah terlibat dalam proses pembelajaran, kemudian sanggup mengingat kembali informasi yang telah dlberikan sebelumnya. itu sudah dikataken siswa aktif. Tetapi klarifikasi itu ditentang oleh Mayer (2004): Kirschner, Sweller, and Clark, (2006) yang pada pada dasarnya mengatakan PAKEM tidak hanya berlaku bagi siswa, namun juga dari sisi guru. Aktif dari sisi guru antara lain dengan memantau kegiatan berguru siswa, memberi  umpan balik, mengajukan pertanyaan yang menantang dan mempertanyakan gagasan siswa. Kreatif dari sisi guru sanggup dilihat dari kegiatan yang dikembangkan cukup bermacam-macam dan pengembangan banyak sekali alat bantu pembelajaran (alat peraga). Efektif yakni bahwa pembelajaran yang dilakukan sanggup mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan menyenangkan dalam artl guru harus mengondisikan anak untuk tidak takut salah, takut diter­tawakan atau dianggap remeh.

Dari sisi siswa, aktif akan kelihatan dari aktivitasnya untuk bertanya, mengemukakan gagasan, dan mempertanyakan gagasan orang laln dan gagasannya. Kreatif yakni siswa sanggup merancang/membuat sesuatu dan menulis/mengarang. Efektif mempunyai makna bahwa slswa menguasai keterampilan yang diperlukan. Sedangkan me­nyenangkan yakni pembelajaran yang membuat anak berani mencoba, berani bertanya, berani mengemukakan pendapat/ gagasan dan berani mempertanyakan gagasan orang lain.

Mengapa Harus PAKEM?
Ada tiga alasan utama mengapa Pembelajaran yang dilakukan di sekolah harus mengaktifkan siswa, kreatif, menyenangkan dan tentu harus efektif. Ketiga alasan tersebut adalah:

1. Hakekat Belajar
Masih ingatkah kita ketika pertama kali berguru bersepeda? Apa saja yang kita lakukan ketika berguru bersepeda waktu itu? Kalau kita mencoba untuk mengidentifikasi acara apa saja ketika berguru bersepeda, mungkln k.ita mengalami proses yang sama, sebagai berikut:
  1. Melihat orang bersepeda kita tertarik (visual stimulus),
  2. Mencari tahu orang itu sedang apa dan apa yang dinaikinya (mencari/menggali informasi),
  3. Mencoba naik sepeda sendirian walaupun berkali-kali jatuh dan sakit (mencoba/trial and error),
  4. berlatih terus-menerus hingga mahir (kompetensi hasil belajar). Dalam proses "belajar bersepeda" tersebut kalau kita analisis, ter­nyata paling tidak melibatkan tiga panca indera, mulai dari melihat, mendengar, dan meraba/memegang. Selain itu dalam proses berguru bersepeda kita juga terlibat aktif, baik secara psikis (rasa tertarik/ interest, motivasi untuk bisa naik sepeda, kognitif dengan mencari tahu) maupun secara fisik dengan mencoba naik sepeda sendiri. Kita bisa naik sepeda sesudah melaksanakan proses belajar. Kecakapan naik sepeda tidak bisa diperoleh tanpa melalui proses belajar. Kecakapan tersebut tidak bisa diperoleh lantaran kematangan atau kedewasaan.

Berdasarkan deskripsi singkat di atas maka sebenamya hakekat berguru itu send.iri yakni suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh penguasaan kompetensi gres secara permanen. sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam ber­interaksi dengan lingkungannya.

Hal senada sebelumnya telah banyak diungkapkan oleh banyak jago pendidikan perihal pengertian berguru itu sendiri, yang mana semuanya menyampaikan substansi yang sama bahwa berguru yakni proses aktif yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laris yang baru, dari belum bisa menjadi bisa.

Dalam Tuti Sukamto (1996: 8-9) jago pendidikan dari Amerika Morgan dkk (1986) menyampaikan bahwa berguru yakni setiap perubahan tingkah laris yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Definisi Morgan ini meliputi tiga hal, yaitu (1) berguru yakni perubahan tingkah laku, (2) perubahan tersebut terjadi lantaran latihan atau pengalaman. Perubahan tingkah laris lantaran unsur kedewasaan bukan belajar, dan (3) sebelum dikatakan belajar, perubahan tingkah laris tersebut harus relatif pennanen dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama. Begitu pula dengan Snelbecker (1974) menyimpulkan definisi berguru yakni (1) berguru harus meliputi tingkah laku, (2) tingkah laris tersebut harus berubah dari tingkat yang paling sederhana hingga yang kompleks, (3) proses perubahan tingkah laris tersebut harus sanggup dikontrol sendiri atau dikontrol oleh faktor-faktor eksternal.

Menurut Winkel (1988: 36) berguru yakni suatu acara mental/psikis, yang berlangsung delem interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap-sikap.

Thursan Hakim (2000: 1) mengemukakan bahwa berguru yakni suatu proses perubehen di dalam kepribedian manusia, dan perubahan tersebut dikelompokan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laris menyerupai peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain­ lain.

Noehl Nasution (1993: 4) berguru diartikan sebagai suatu proses yang memungkinkan timbulnya at.au berubahnya suatu tingkah laris sebagai hasil terbentuknya respon utama, dengan syarat bahwa perubahan atau munculnya sikap gres itu bukan disebabkan oleh adanya kematangan atau adanya perubahan sementara lantaran suatu hal.

Dari beberapa rumusan perihal berguru di atas, jelaslah bahwa diri­ dari kegiatan yang disebut "belajar" yakni sebagal berikut:
  1. Kegiatan yang dilakukan bertujuan untuk mengadakan "perubahan kompetensi baru" yang sebelumnya tidak dimilikinya.
  2. Kompetensi yang dimiliki sebagai hasil berguru yakni relatif tetap.
  3. Adanya "usaha" darl pelaku belajar.
  4. Usaha yang dilakukan dengan cara berinteraksi dengan lingkungan.
Dengan demikian, idealnya proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah hendaknya memenuhi dri-dri kegiatan berguru tersebut. Belajar harus dilakukan sendiri oleh individu sebagai "useha" untuk memperoleh "perubahan tingkah laku". Individu bersedia melaksanakan sendirt kegiatan berguru jikalau ia tertarik atau bahagia terhadap apa yang akan ia pelajari. Usaha untuk melaksanakan kegiatan berguru harus dilakukan dengan berinteraksi dengan lingkungan. Sekolah sanggup mewujudkan proses berguru secara benar hanya jikalau melaksanakan proses Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM).

Lulusan yang diharapkan/ideal
Kalau kita ditanya lulusan menyerupai apakah yang diharapkan sesudah anak melalui proses pendidlkan di sekolah, hampir kita niscaya bersepakat bahwa lulusan yang diharapkan yakni sesudah anak bersekolah ia bisa menjadi generasi yang bertaqwa, mandiri, cerdas, kreatlf, sanggup memecahkan persoalan hidupnya, mempunyai kegunaan bagi masyarakat dan sebagainya.

Harapan umum dari masyarakat Indonesia terhadap sekolah semoga sanggup menghasilkan generasi sebagaimana disebutkan di atas kemudian disarikan oleh pemerintah menjadi tujuan pendidikan nasional. Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia sebagaimana termaktub dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 2003 perihal Sistem Pendidikan Nasional penggalan 11 Pasal 3 yang selengapnya berbunyi sebagal bertkut:

"Pendidikan nasfonal berfungsi menyebarkan kemampuan dan membentuk tabiat serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensl peserta didik semoga menjadi insan yang berlman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif. mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab".

Dilihat dari fungsinya, pendidikan hendaknya bisa menyebarkan kemampuan, membentuk tabiat serta peradaban bangsa yang ber­martabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian, pembelajaran yang dtlakukan di dalam kelas harus benar­ benar menyebarkan aspek kognitif, afektif dan psikomotornya. Dalam rangka membentuk insan Indonesia sebagaimana disebutkan di atas tentu tldak bisa dicapai dengan model-model pembelajaran konvensional yang lebih banyak mendengarkan cerrneb guru dan mengerjakan latihan-latihan soal semata. Proses pem­ belajaran yang dilakukan semestinya melibatkan siswa untuk aktif berbuat dan berlatih.

Tuntutan Kurikulum
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan disusun lebih pada pening­ katan kompetensi siswa didik (Competency based curriculum). Ini terlihat dengan terang dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang mana lebih menekankan pada penguasaan kompetensi siswa secara seimbang antara aspek kognitif, afektif maupun psikomotornya.

Model pembelajaran konvensional yang lebih berpusat pada guru tentu akan sulit menyebarkan kompetensi slswa secara optimal. Siswa yang lebih banyak mendengarkan klarifikasi guru mungkin hanya akan berkembang kemampuan kognitifnya, namun untuk kemampuan afektif dan psikomotor tentu akan sulit untuk ber­ kembang. Oleh lantaran itu dalam Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 perihal Standar Nasional Pendidikan diatur bagaimana pelaksanaan pembelajaran yang baik untuk mencapai tujuan Pendidikan Nasional yang telah ditentukan. Dalam PP No 19 Tahun 2005 penggalan IV perihal Standar Proses dijelaskan sebagai berikut.

Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secera interaktif, inspiratif, menyenangkan. menantang, memotivasl peserta didik untuk berpartisipasi aktif. serta menawarkan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembanqan fisik serta psikologis peserta didik. Selain itu, dalam proses pembelajaran, pendidik mem berikan keteladanan.

Setiap satuan pendidikan melaksanakan perencanaan proses pembelajaran. pelaksanaan proses pembelajaran, penilalan hasil pem­belajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.

    Download Buku Pakematik Strategi Pembelajaran Inovatif Berbasis TIK

    Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas buku Pakematik Strategi Pembelajaran Inovatif Berbasis TIK ini silahkan lihat di bawah ini:

    Pakematik Strategi Pembelajaran Inovatif Berbasis TIK



    Download File:
    Pakematik Strategi Pembelajaran Inovatif Berbasis TIK - Winastwan Gora, ST, MT & Sunarto, S.Pd., M.Pd..pdf

    Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file buku Pakematik Strategi Pembelajaran Inovatif Berbasis TIK. Semoga bisa bermanfaat.

    Posting Komentar untuk "Pakematik Taktik Pembelajaran Inovatif Berbasis Tik"