Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kurikulum Smk Belum Sesuai Kebutuhan Dunia Industri

Berikut ini yaitu informasi gosip mengenai Kurikulum Sekolah Menengah kejuruan Belum Sesuai Kebutuhan Dunia Industri.

 Berikut ini yaitu informasi gosip mengenai Kurikulum Sekolah Menengah kejuruan Belum Sesuai Kebutuhan Dunia I Kurikulum Sekolah Menengah kejuruan Belum Sesuai Kebutuhan Dunia Industri

    Kurikulum Sekolah Menengah kejuruan Belum Sesuai Kebutuhan Dunia Industri

    Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) menyebut kurikulum Sekolah Menengah kejuruan belum sesuai dengan dunia industri. Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kemnaker Bambang Satrio Lalono menjelaskan tidak sedikit Sekolah Menengah kejuruan yang mempunyai asal sebagai Sekolah Menengan Atas dan SMEA. Sebab, sejumlah sekolah menengah itu mempunyai kualifikasi menjelma SMK.

    Namun, ia mengatakan, perubahan itu tidak diubahsuaikan dengaan kualifikasi guru pengajar SMK. "Kurikulumnya juga masih lemah, sarpras (sarana prasarana) juga kurang mendukung," kata ia ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (9/5).

    Menurutnya, hal itu salah satu penyebab banyaknya lulusan Sekolah Menengah kejuruan yang menganggur. Ia menjabarkan, berdasarkan data Badan Statistik Nasional (BPS) per Agustus 2016, sebanya 11,11 persen lulusan Sekolah Menengah kejuruan menjadi pengangguran terbuka. Posisi kedua ditempati lulusan Sekolah Menengan Atas sebanyak 8,73 persen.

    Padahal, Bambang mengatakan, Kemnaker mempunyai grand design peluang kebutuhan tenaga kerja. Masing-masing peluang tenaga kerja, lebih banyak dibandingkan lulusan Sekolah Menengah kejuruan pada 2016.

    "Kalau pemerintah tak ada grand design kebutuhan tenaga kerja lulusan Sekolah Menengah kejuruan di industri, aku mau tanya mereka mendirikan Sekolah Menengah kejuruan itu untuk apa," tutur Bambang.

    Menurutnya, pendidikan itu didirikan untuk memenuhi kebutuhan industri. Selama ini, menurutnya, kurikulum Sekolah Menengah kejuruan masih banyak mempelajari hal umum dibandingkan pendidikan vokasi. Ia menjabarkan, sebanyak 25 persen kurikulum Sekolah Menengah kejuruan hanya mempelajari pendidikan vokasi, sisanya, 75 persen mempelajari hal umum.

    Menurutnya, kondisi itu berbanding terbalik dengan negara Jerman yang memprioritaskan 70 persen kurikulumnya untuk pendidikan vokasi, sementara 30 persen hanya teori.

    Ia menyebut, salah satu fakta kurikulum SMk belum bisa menyiapkan lulusannya di dunia kerja, yakni adanya Balai Latihan Kerja (BLK). "Karena pendidikan Sekolah Menengah kejuruan belum bisa sepenuhnya membuat tenaga kerja yang siap pakai. Makanya pemerintah mendirikan BLK," jelasnya.

    Ia menyebut, kurikulum BLK lebih fleksibel menyesuaikan kebutuhan industri. Sementara, kurikulum Sekolah Menengah kejuruan tidak bisa cepat merespon kebutuhan industri, alasannya yaitu mempunyai regulasi yang panjang. "Kalau pendidikan formal itu untuk menuntaskan duduk masalah jangka panjang. Kalau training sesuai kebutuhan, BLK bisa merespon," jelasnya.


    Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai informasi Kurikulum Sekolah Menengah kejuruan Belum Sesuai Kebutuhan Dunia Industri. Semoga bisa bermanfaat.

    Posting Komentar untuk "Kurikulum Smk Belum Sesuai Kebutuhan Dunia Industri"