Modul Seni Administrasi Literasi Dalam Pembelajaran Di Smp Tahun 2018
Berikut ini ialah berkas Modul Strategi Literasi Dalam Pembelajaran di SMP Tahun 2018. Materi Penyegaran Instruktur Kurikulum 2013 Edisi II 2018 Satgas GLS Ditjen Dikdasmen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2018. Download file format PDF dan .docx Microsoft Word.
Modul Strategi Literasi Dalam Pembelajaran di SMP Tahun 2018 |
Modul Strategi Literasi Dalam Pembelajaran di SMP Tahun 2018
Dalam modul ini dibahas antara lain Latar Belakang, Tujuan Penyusunan, Masalah, Solusi, Implementasi Kegiatan Literasi, Persiapan, Rapat Koordinasi, Pembentukan Tim Literasi Sekolah, Sosialisasi, Persiapan Sarana Prasarana, Pelaksanaan, Pemantauan dan Evaluasi, Tindak Lanjut, Strategi Literasi Dalam Pembelajaran, Tujuan, Peta Konsep Strategi Literasi, Indikator literasi dalam Pembelajaran, Alat Bantu, Contoh Penerapan Strategi Literasi dalam Pembelajaran, dan lain-lain.
Berikut ini kutipan teks dari isi berkas Strategi Literasi Dalam Pembelajaran di SMP Tahun 2018:
Pengantar
Pasal 4 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 160 Tahun 2014 wacana Pemberlakuan Kurikulum Tahun 2006 dan Kurikulum 2013 menyatakan bahwa: Satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah sanggup melaksanakan Kurikulum Tahun 2006 paling usang hingga dengan tahun pelajaran 2019/2020. Ketentuan ini memberi kesempatan kepada sekolah yang belum siap melaksanakan K13 untuk tetap melaksanakan Kurikulum 2006 sambil melaksanakan persiapan-persiapan sehingga selambat-lambatnya pada tahun 2019/2020 sekolah tersebut telah mengimplementasikan K13 sesudah mencapai kesiapan yang optimal.
Untuk memfasilitasi sekolah (SMP) meningkatkan kompetensi kepala sekolah dan guru dan membantu sekolah mengimplementasikan K13, Direktorat PSMP menyelenggarakan pembinaan dan pendampingan pelaksanaan K13 bagi SMP. Pelatihan dan pendampingan pelaksanaan K13 tersebut – dengan sejumlah acara pendukung lainnya – diharapkan bisa mengakibatkan jumlah SMP pelaksana K13 rata-rata naik 25% setiap tahun. Pada tahun 2016 ditargetkan sekitar 9.000 SMP telah melaksanakan K13, sementara pada tahun 2017 diharapkan 18.000 SMP (50%), pada tahun 2018 kurang lebih 27.000 (75%), dan pada tahun 2019 semua SMP (100%) di seluruh wilayah Indonesia.
Berdasarkan hasil monitoring dan penilaian pelaksanaan K13 yang dilaksanakan oleh Direktorat PSMP pada tahun 2015, dilema utama yang dihadapi oleh para guru dalam pelaksanaan K13 ialah dalam menyusun RPP, mendisain instrumen penilaian, melaksanakan pembelajaran, melaksanakan penilaian, dan mengolah dan melaporkan hasil penilaian. Memperhatikan hal tersebut, pembinaan dan pendampingan pelaksanaan K13 pada tahun 2018 pada tingkat SMP difokuskan pada peningkatan kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran dan penilaian, menyajikan pembelajaran dan melaksanakan penilaian, serta mengolah dan melaporkan hasil penilaian pencapian kompetensi penerima didik. Pada tahun 2018 dengan berlakunya Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 perlu dilakukan penyesuaian.
Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 wacana Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) menuntut guru untuk melaksanakan penguatan karakter siswa yang menginternalisasikan nilai- nilai utama PPK yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotong-royang dan integritas dalam setiap kegaiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Selain itu, untuk membangun generasi emas Indonesia, maka perlu dipersiapkan penerima didik yang mempunyai keterampilan Abad 21 ibarat khususnya keterampilan berpikir kritis dan memecahkan dilema (Critical Thinking and Problem Solving Skills), keterampilan untuk berhubungan (Collaboration), kemampuan untuk mencipta atau daya cipta (Creativity), dan kemampuan untuk berkomunikasi (Commnication).
Penguatan Pendidikan Karakter merupakan platform pendidikan nasional yang memperkuat Kurikulum 2013. Modul Pelatihan Kurikulum 2013 ini telah mengintegrasikan tiga seni administrasi implementasi Penguatan Pendidikan Karakter yaitu pendidikan karakter berbasis kelas, pendidikan karakter berbasis budaya sekolah, dan pendidikan karakter berbasis masyarakat sehingga implementasi Kurikulum 2013 menjadi penggalan integral dalam penguatan pendidikan karakter, kecakapan literasi, dan HOTS.
Untuk menjamin bahwa pembinaan pelaksanaan K13 di semua jenjang baik nasional, provinsi, kabupaten/kota maupun sekolah sasaran mencapai hasil yang diharapkan, Direktorat PSMP menetapkan bahwa materi pembinaan untuk semua jenjang tersebut memakai materi standar yang disusun oleh Direktorat PSMP bersama dengan Pusat Kurikulum dan Perbukuan dan Pusat Penilaian Pendidikan. Materi-materi tersebut didasarkan pada dokumen-dokumen dan ketentuan-ketentuan terakhir mengenai pelaksanaan K13. Setiap unit materi terdiri atas tujuan, uraian materi, tahapan sesi pelatihan, teknik penilaian kinerja penerima pelatihan, dan daftar sumber-sumber materi untuk pengayaan. Selain itu, materi dilengkapi dengan sejumlah Lembar Kerja yang memberi panduan dan/atau ide kegiatan pelatihan.
Penyusunan materi pembinaan ini terselesaikan atas kiprah serta banyak sekali pihak. Direktorat PSMP memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para penyusun dan penelaah yang telah bekerja dengan sebaik-baiknya untuk menghasilkan materi pembinaan yang layak. Semoga materi yang disusun ini merupakan amal baik yang tiada putus amalnya.
Materi pembinaan ini hendaknya dipandang sebagai materi minimal dari pembinaan yang dilaksanakan pada setiap jenjang. Selain itu, dengan dinamisnya perkembangan kurikulum, materi yang disusun ini perlu selalu diadaptasi dengan perkembangan.
Akhirnya Direktorat PSMP mengharapkan materi ini dipakai sebaik-baiknya oleh pelaksana pembinaan implementasi K13 pada tahun 2018 pada tingkat SMP. Masukan- masukan untuk penyempurnaan materi ini sangat diharapkan dari banyak sekali pihak, terutama dari para pelatih dan penerima pelatihan.
Latar Belakang
Literasi tidak terpisahkan dari dunia pendidikan. Literasi menjadi sarana siswa dalam mengenal, memahami, dan menerapkan ilmu yang didapatkannya di kursi sekolah. Literasi juga terkait dengan kehidupan siswa, baik di rumah maupun di lingkungan sekitarnya untuk menumbuhkan akal pekerti mulia. Literasi pada awalnya dimaknai 'keberaksaraan' dan selanjutnya dimaknai 'melek' atau 'keterpahaman'. Pada langkah awal, ―melek baca dan tulis" ditekankan lantaran kedua keterampilan berbahasa ini merupakan dasar bagi pengembangan melek dalam banyak sekali hal.
Pemahaman literasi pada balasannya tidak hanya merambah pada dilema baca tulis saja. Menurut Word Economic Forum (2016), penerima didik memerlukan 16 keterampilan semoga bisa bertahan di kala XXI, yakni literasi dasar (bagaimana penerima didik menerapkan keterampilan berliterasi untuk kehidupan sehari-hari), kompetensi (bagaimana penerima didik menyikapi tantangan yang kompleks), dan karakter (bagaimana penerima didik menyikapi perubahan lingkungan mereka). Berikut ialah penggambaran hal itu (Word Economic Forum, 2016).
Selain itu, ada juga tiga literasi lainnya yang perlu dikuasai oleh penerima didik, yakni literasi kesehatan, keselamatan (jalan, mitigasi bencana), dan kriminal (bagi siswa SD disebut ―sekolah aman‖) (Wiedarti, Mei 2016). Literasi gesture pun perlu dipelajari untuk mendukung keterpahaman makna teks dan konteks dalam masyarakat multikultural dan konteks khusus para difabel. Semua ini merambah pada pemahaman multiliterasi. Dalam lingkup karakter, penguatan pendidikan karakter (PPK) di Indonesia mengacu pada lima nilai utama, yakni (1) religius, (2) nasionalis, (3) mandiri,(4) gotong royong, (5) integritas (Depdikbud, 2016).
Menurut Cope dan Kalantzis (2000), pedagogi multiliterasi yang dikembangkan oleh New London Group merupakan pandangan yang melihat semakin berkembangnya dimensi literasi yang multibahasa dan multimodal. Dengan demikian, sekolah dan masyarakat perlu membuatkan praktik dan keterampilan memakai bermacam-macam cara untuk menyatakan dan memahami ide-ide dan informasi dengan memakai bentuk-bentuk teks konvensional maupun bentuk-bentuk teks inovatif, simbol, dan multimedia (Abidin, 2015). Beragam teks yang dipakai dalam satu konteks ini disebut teks multimodal (multimodal text). Adapun pembelajaran yang bersifat multiliterasi--menggunakan seni administrasi literasi dalam pembelajaran dengan memadukan keterampilan kala ke-21 (keterampilan berpikir tingkat tinggi)--diharapkan sanggup menjadi bekal kecakapan hidup sepanjang hayat.
Hal ini sesuai dengan apa yang tersaji dalam peta jalan gerakan literasi nasional (GLN). Dalam buku tersebut, makna dan cakupan literasi meliputi: :‖(a) literasi sebagai rangkaian kecakapan membaca, menulis, berbicara, kecakapan berhitung, dan kecakapan dalam mengakses dan memakai informasi; (b) literasi sebagai praktik sosial yang penerapannya dipengaruhi oleh konteks; (c) literasi sebagai proses pembelajaran dengan kegiatan membaca dan menulis sebagai medium untuk merenungkan, menyelidik, menanyakan , dan mengkritisi ilmu dan gagasan yang dipelajari, (d) literasi sebagai teks yang bervariasi berdasarkan subjek, genre, dan tingkat kompleksitas bahasa.
Berdasarkan uraian tersebut, istilah literasi merupakan sesuatu yang terus berkembang atau terus berproses, yang pada pada dasarnya ialah pemahaman terhadap teks dan konteksnya lantaran insan berurusan dengan teks semenjak dilahirkan, masa kehidupan, hingga kematian, Keterpahaman terhadap bermacam-macam teks akan membantu keterpahaman kehidupan dan banyak sekali aspeknya lantaran teks itu representasi dari kehidupan individu dan masyarakat dalam budaya masing-masing.
Komunitas sekolah akan terus berproses untuk menjadi individu ataupun sekolah yang literat. Untuk itu, implementasi GLS pun merupakan sebuah proses semoga siswa menjadi literat, warga sekolah menjadi literat, yang balasannya literat menjadi kultur atau budaya yang dimiliki individu atau sekolah tersebut.
Saat ini kegiatan di sekolah ditengarai belum optimal membuatkan kemampuan literasi warga sekolah khususnya guru dan siswa. Hal ini disebabkan antara lain oleh minimnya pemahaman warga sekolah terhadap pentingnya kemampuan literasi dalam kehidupan mereka serta minimnya penggunaan buku-buku di sekolah selain buku-teks pelajaran. Kegiatan membaca di sekolah masih terbatas pada pembacaan buku teks pelajaran dan belum melibatkan jenis bacaan lain.
Pada sisi lain, hasil beberapa tes yang telah dilakukan ialah sebagai berikut.
PIRLS atau Progress International Reading Literacy Study (PIRLS) mengevaluasi kemampuan membaca siswa kelas IV. PISA atau Programme for International Student Assessment mengevaluasi kemampuan siswa berusia 15 tahun dalam hal membaca, matematika, dan sains. INAP atau Indonesia National Assessment Programme (INAP) atau Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) mengevaluasi kemampuan siswa dalam hal membaca, matematika, dan sains.
INAP/AKSI disejajarkan dengan PIRLS lantaran sama-sama untuk SD kelas IV. Hasil AKSI memperlihatkan bahwa kemampuan yang berkategori kurang ialah 77,13% untuk matematika; 46,83% untuk membaca, dan 73,61% untuk sains. Yang berkategori cukup ialah 20,58% untuk matematika; 47,11% untuk membaca; 25,38% untuk sains. Yang berkategori baik ialah 2,29% untuk matematika; 6,06% untuk membaca, dan 1,01% untuk sains.
Sejalan dengan hal tersebut, hasil tes PIAAC atau Programme for the International Assessment of Adult Competencies tahun 2016 untuk tingkat kecakapan orang cukup umur juga memperlihatkan hasil yang memprihatinkan. Indonesia berada di peringkat paling bawah pada hampir semua jenis kompetensi yang diharapkan orang cukup umur untuk bekerja dan berkarya sebagai anggota masyarakat. Kondisi demikian ini terang memprihatinkan lantaran kemampuan dan keterampilan membaca merupakan dasar bagi pemerolehan pengetahuan, keterampilan, dan pembentukan perilaku siswa. Oleh lantaran itu, dibentuklah Satuan Tugas Gerakan Literasi Sekolah (GLS) sebagai salah satu alternatif untuk menumbuhkembangkan akal pekerti siswa melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah semoga mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat (Wiedarti dan Kisyani-Laksono. ed., 2016).
Upaya sistematis dan berkesinambungan perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan literasi siswa. GLS untuk menumbuhkan minat baca dan kecakapan literasi telah dicanangkan semenjak tahun 2016, namun ketika ini belum sepenuhnya menyentuh aspek pembelajaran di kelas lantaran kondisi sekolah dan kelas berbeda-beda. Beberapa panduan terkait GLS telah diterbitkan tahun 2016 oleh Dikdasmen Kemendikbud, yakni (1) Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah, (2) Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar, (3) Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Pertama, (4) Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Luar Biasa, (5) Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Atas; (6) Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Kejuruan, (7) Buku Saku Gerakan Literasi Sekolah, (8) Manual Pendukung Gerakan Literasi Sekolah untuk Jenjang Sekolah Menengah Pertama; (9) Strategi Literasi dalam Pembelajaran untuk Jenjang SMP (tahun 2017). Beberapa panduan GLS telah direvisi. Seperti halnya buku ini (edisi II), beberapa panduan GLS ediisi revisi juga diterbitkan pada tahun 2018.
Salah satu pembinaan tersebut ialah pembinaan dan/atau penyegaran pelatih Kurikulum 2013. Materi yang disajikan terutama menekankan pada peningkatan keterampilan mengelola pembelajaran dengan seni administrasi literasi untuk meningkatkan kecakapan literasi siswa dan membuatkan keterampilan kala ke-21, termasuk keterampilan berpikir tingkat tinggi. Keterampilan berpikir tingkat tinggi (keterampilan kala ke-21) merupakan salah satu kompetensi capaian implementasi Kurikulum 2013.
Materi penyegaran Kurikulum 2013 ini merupakan edisi II (2018) dengan beberapa penambahan dan penyempurnaan. Seperti halnya edisi I yang terbit tahun 2017, materi ini dilengkapi dengan materi presentasi dan alat bantu berwujud pengatur grafis pada penggalan final yang memandu acara penerima untuk mendalami dan mengimplementasi seni administrasi literasi dalam pembelajaran. Semua perangkat ini diharapkan sanggup memandu pelatih dan pemangku kepentingan di jenjang nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan sekolah dalam pelaksanaan, pengembangan, dan penguatan seni administrasi literasi dalam pembelajaran.
Tujuan Penyusunan
Tujuan penyusunan materi penyegaran ini ialah untuk:
Masalah
Masalah 1
Pengembangan kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan berliterasi khususnya membuatkan minat baca belum berjalan secara optimal di sekolah lantaran beberapa guru mempunyai pemahaman berbeda atau kurang memadai wacana literasi. Guru seharusnya sanggup menjadi teladan yang baik bagi siswanya. Saat guru meminta siswa membaca, guru pun juga perlu membaca untuk memberi pola yang baik bagi siswanya. Tradisi literasi (kemampuan komunikasi yang artikulatif secara verbal dan goresan pena serta kemampuan menyerap informasi melalui teks) juga belum tumbuh secara koheren dalam diri beberapa guru.
Berikut ini kutipan teks dari isi berkas Strategi Literasi Dalam Pembelajaran di SMP Tahun 2018:
Pengantar
Pasal 4 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 160 Tahun 2014 wacana Pemberlakuan Kurikulum Tahun 2006 dan Kurikulum 2013 menyatakan bahwa: Satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah sanggup melaksanakan Kurikulum Tahun 2006 paling usang hingga dengan tahun pelajaran 2019/2020. Ketentuan ini memberi kesempatan kepada sekolah yang belum siap melaksanakan K13 untuk tetap melaksanakan Kurikulum 2006 sambil melaksanakan persiapan-persiapan sehingga selambat-lambatnya pada tahun 2019/2020 sekolah tersebut telah mengimplementasikan K13 sesudah mencapai kesiapan yang optimal.
Untuk memfasilitasi sekolah (SMP) meningkatkan kompetensi kepala sekolah dan guru dan membantu sekolah mengimplementasikan K13, Direktorat PSMP menyelenggarakan pembinaan dan pendampingan pelaksanaan K13 bagi SMP. Pelatihan dan pendampingan pelaksanaan K13 tersebut – dengan sejumlah acara pendukung lainnya – diharapkan bisa mengakibatkan jumlah SMP pelaksana K13 rata-rata naik 25% setiap tahun. Pada tahun 2016 ditargetkan sekitar 9.000 SMP telah melaksanakan K13, sementara pada tahun 2017 diharapkan 18.000 SMP (50%), pada tahun 2018 kurang lebih 27.000 (75%), dan pada tahun 2019 semua SMP (100%) di seluruh wilayah Indonesia.
Berdasarkan hasil monitoring dan penilaian pelaksanaan K13 yang dilaksanakan oleh Direktorat PSMP pada tahun 2015, dilema utama yang dihadapi oleh para guru dalam pelaksanaan K13 ialah dalam menyusun RPP, mendisain instrumen penilaian, melaksanakan pembelajaran, melaksanakan penilaian, dan mengolah dan melaporkan hasil penilaian. Memperhatikan hal tersebut, pembinaan dan pendampingan pelaksanaan K13 pada tahun 2018 pada tingkat SMP difokuskan pada peningkatan kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran dan penilaian, menyajikan pembelajaran dan melaksanakan penilaian, serta mengolah dan melaporkan hasil penilaian pencapian kompetensi penerima didik. Pada tahun 2018 dengan berlakunya Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 perlu dilakukan penyesuaian.
Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 wacana Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) menuntut guru untuk melaksanakan penguatan karakter siswa yang menginternalisasikan nilai- nilai utama PPK yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotong-royang dan integritas dalam setiap kegaiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Selain itu, untuk membangun generasi emas Indonesia, maka perlu dipersiapkan penerima didik yang mempunyai keterampilan Abad 21 ibarat khususnya keterampilan berpikir kritis dan memecahkan dilema (Critical Thinking and Problem Solving Skills), keterampilan untuk berhubungan (Collaboration), kemampuan untuk mencipta atau daya cipta (Creativity), dan kemampuan untuk berkomunikasi (Commnication).
Penguatan Pendidikan Karakter merupakan platform pendidikan nasional yang memperkuat Kurikulum 2013. Modul Pelatihan Kurikulum 2013 ini telah mengintegrasikan tiga seni administrasi implementasi Penguatan Pendidikan Karakter yaitu pendidikan karakter berbasis kelas, pendidikan karakter berbasis budaya sekolah, dan pendidikan karakter berbasis masyarakat sehingga implementasi Kurikulum 2013 menjadi penggalan integral dalam penguatan pendidikan karakter, kecakapan literasi, dan HOTS.
Untuk menjamin bahwa pembinaan pelaksanaan K13 di semua jenjang baik nasional, provinsi, kabupaten/kota maupun sekolah sasaran mencapai hasil yang diharapkan, Direktorat PSMP menetapkan bahwa materi pembinaan untuk semua jenjang tersebut memakai materi standar yang disusun oleh Direktorat PSMP bersama dengan Pusat Kurikulum dan Perbukuan dan Pusat Penilaian Pendidikan. Materi-materi tersebut didasarkan pada dokumen-dokumen dan ketentuan-ketentuan terakhir mengenai pelaksanaan K13. Setiap unit materi terdiri atas tujuan, uraian materi, tahapan sesi pelatihan, teknik penilaian kinerja penerima pelatihan, dan daftar sumber-sumber materi untuk pengayaan. Selain itu, materi dilengkapi dengan sejumlah Lembar Kerja yang memberi panduan dan/atau ide kegiatan pelatihan.
Penyusunan materi pembinaan ini terselesaikan atas kiprah serta banyak sekali pihak. Direktorat PSMP memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para penyusun dan penelaah yang telah bekerja dengan sebaik-baiknya untuk menghasilkan materi pembinaan yang layak. Semoga materi yang disusun ini merupakan amal baik yang tiada putus amalnya.
Materi pembinaan ini hendaknya dipandang sebagai materi minimal dari pembinaan yang dilaksanakan pada setiap jenjang. Selain itu, dengan dinamisnya perkembangan kurikulum, materi yang disusun ini perlu selalu diadaptasi dengan perkembangan.
Akhirnya Direktorat PSMP mengharapkan materi ini dipakai sebaik-baiknya oleh pelaksana pembinaan implementasi K13 pada tahun 2018 pada tingkat SMP. Masukan- masukan untuk penyempurnaan materi ini sangat diharapkan dari banyak sekali pihak, terutama dari para pelatih dan penerima pelatihan.
Latar Belakang
Literasi tidak terpisahkan dari dunia pendidikan. Literasi menjadi sarana siswa dalam mengenal, memahami, dan menerapkan ilmu yang didapatkannya di kursi sekolah. Literasi juga terkait dengan kehidupan siswa, baik di rumah maupun di lingkungan sekitarnya untuk menumbuhkan akal pekerti mulia. Literasi pada awalnya dimaknai 'keberaksaraan' dan selanjutnya dimaknai 'melek' atau 'keterpahaman'. Pada langkah awal, ―melek baca dan tulis" ditekankan lantaran kedua keterampilan berbahasa ini merupakan dasar bagi pengembangan melek dalam banyak sekali hal.
Pemahaman literasi pada balasannya tidak hanya merambah pada dilema baca tulis saja. Menurut Word Economic Forum (2016), penerima didik memerlukan 16 keterampilan semoga bisa bertahan di kala XXI, yakni literasi dasar (bagaimana penerima didik menerapkan keterampilan berliterasi untuk kehidupan sehari-hari), kompetensi (bagaimana penerima didik menyikapi tantangan yang kompleks), dan karakter (bagaimana penerima didik menyikapi perubahan lingkungan mereka). Berikut ialah penggambaran hal itu (Word Economic Forum, 2016).
Selain itu, ada juga tiga literasi lainnya yang perlu dikuasai oleh penerima didik, yakni literasi kesehatan, keselamatan (jalan, mitigasi bencana), dan kriminal (bagi siswa SD disebut ―sekolah aman‖) (Wiedarti, Mei 2016). Literasi gesture pun perlu dipelajari untuk mendukung keterpahaman makna teks dan konteks dalam masyarakat multikultural dan konteks khusus para difabel. Semua ini merambah pada pemahaman multiliterasi. Dalam lingkup karakter, penguatan pendidikan karakter (PPK) di Indonesia mengacu pada lima nilai utama, yakni (1) religius, (2) nasionalis, (3) mandiri,(4) gotong royong, (5) integritas (Depdikbud, 2016).
Menurut Cope dan Kalantzis (2000), pedagogi multiliterasi yang dikembangkan oleh New London Group merupakan pandangan yang melihat semakin berkembangnya dimensi literasi yang multibahasa dan multimodal. Dengan demikian, sekolah dan masyarakat perlu membuatkan praktik dan keterampilan memakai bermacam-macam cara untuk menyatakan dan memahami ide-ide dan informasi dengan memakai bentuk-bentuk teks konvensional maupun bentuk-bentuk teks inovatif, simbol, dan multimedia (Abidin, 2015). Beragam teks yang dipakai dalam satu konteks ini disebut teks multimodal (multimodal text). Adapun pembelajaran yang bersifat multiliterasi--menggunakan seni administrasi literasi dalam pembelajaran dengan memadukan keterampilan kala ke-21 (keterampilan berpikir tingkat tinggi)--diharapkan sanggup menjadi bekal kecakapan hidup sepanjang hayat.
Hal ini sesuai dengan apa yang tersaji dalam peta jalan gerakan literasi nasional (GLN). Dalam buku tersebut, makna dan cakupan literasi meliputi: :‖(a) literasi sebagai rangkaian kecakapan membaca, menulis, berbicara, kecakapan berhitung, dan kecakapan dalam mengakses dan memakai informasi; (b) literasi sebagai praktik sosial yang penerapannya dipengaruhi oleh konteks; (c) literasi sebagai proses pembelajaran dengan kegiatan membaca dan menulis sebagai medium untuk merenungkan, menyelidik, menanyakan , dan mengkritisi ilmu dan gagasan yang dipelajari, (d) literasi sebagai teks yang bervariasi berdasarkan subjek, genre, dan tingkat kompleksitas bahasa.
Berdasarkan uraian tersebut, istilah literasi merupakan sesuatu yang terus berkembang atau terus berproses, yang pada pada dasarnya ialah pemahaman terhadap teks dan konteksnya lantaran insan berurusan dengan teks semenjak dilahirkan, masa kehidupan, hingga kematian, Keterpahaman terhadap bermacam-macam teks akan membantu keterpahaman kehidupan dan banyak sekali aspeknya lantaran teks itu representasi dari kehidupan individu dan masyarakat dalam budaya masing-masing.
Komunitas sekolah akan terus berproses untuk menjadi individu ataupun sekolah yang literat. Untuk itu, implementasi GLS pun merupakan sebuah proses semoga siswa menjadi literat, warga sekolah menjadi literat, yang balasannya literat menjadi kultur atau budaya yang dimiliki individu atau sekolah tersebut.
Saat ini kegiatan di sekolah ditengarai belum optimal membuatkan kemampuan literasi warga sekolah khususnya guru dan siswa. Hal ini disebabkan antara lain oleh minimnya pemahaman warga sekolah terhadap pentingnya kemampuan literasi dalam kehidupan mereka serta minimnya penggunaan buku-buku di sekolah selain buku-teks pelajaran. Kegiatan membaca di sekolah masih terbatas pada pembacaan buku teks pelajaran dan belum melibatkan jenis bacaan lain.
Pada sisi lain, hasil beberapa tes yang telah dilakukan ialah sebagai berikut.
PIRLS atau Progress International Reading Literacy Study (PIRLS) mengevaluasi kemampuan membaca siswa kelas IV. PISA atau Programme for International Student Assessment mengevaluasi kemampuan siswa berusia 15 tahun dalam hal membaca, matematika, dan sains. INAP atau Indonesia National Assessment Programme (INAP) atau Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) mengevaluasi kemampuan siswa dalam hal membaca, matematika, dan sains.
INAP/AKSI disejajarkan dengan PIRLS lantaran sama-sama untuk SD kelas IV. Hasil AKSI memperlihatkan bahwa kemampuan yang berkategori kurang ialah 77,13% untuk matematika; 46,83% untuk membaca, dan 73,61% untuk sains. Yang berkategori cukup ialah 20,58% untuk matematika; 47,11% untuk membaca; 25,38% untuk sains. Yang berkategori baik ialah 2,29% untuk matematika; 6,06% untuk membaca, dan 1,01% untuk sains.
Sejalan dengan hal tersebut, hasil tes PIAAC atau Programme for the International Assessment of Adult Competencies tahun 2016 untuk tingkat kecakapan orang cukup umur juga memperlihatkan hasil yang memprihatinkan. Indonesia berada di peringkat paling bawah pada hampir semua jenis kompetensi yang diharapkan orang cukup umur untuk bekerja dan berkarya sebagai anggota masyarakat. Kondisi demikian ini terang memprihatinkan lantaran kemampuan dan keterampilan membaca merupakan dasar bagi pemerolehan pengetahuan, keterampilan, dan pembentukan perilaku siswa. Oleh lantaran itu, dibentuklah Satuan Tugas Gerakan Literasi Sekolah (GLS) sebagai salah satu alternatif untuk menumbuhkembangkan akal pekerti siswa melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah semoga mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat (Wiedarti dan Kisyani-Laksono. ed., 2016).
Upaya sistematis dan berkesinambungan perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan literasi siswa. GLS untuk menumbuhkan minat baca dan kecakapan literasi telah dicanangkan semenjak tahun 2016, namun ketika ini belum sepenuhnya menyentuh aspek pembelajaran di kelas lantaran kondisi sekolah dan kelas berbeda-beda. Beberapa panduan terkait GLS telah diterbitkan tahun 2016 oleh Dikdasmen Kemendikbud, yakni (1) Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah, (2) Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar, (3) Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Pertama, (4) Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Luar Biasa, (5) Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Atas; (6) Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Kejuruan, (7) Buku Saku Gerakan Literasi Sekolah, (8) Manual Pendukung Gerakan Literasi Sekolah untuk Jenjang Sekolah Menengah Pertama; (9) Strategi Literasi dalam Pembelajaran untuk Jenjang SMP (tahun 2017). Beberapa panduan GLS telah direvisi. Seperti halnya buku ini (edisi II), beberapa panduan GLS ediisi revisi juga diterbitkan pada tahun 2018.
Salah satu pembinaan tersebut ialah pembinaan dan/atau penyegaran pelatih Kurikulum 2013. Materi yang disajikan terutama menekankan pada peningkatan keterampilan mengelola pembelajaran dengan seni administrasi literasi untuk meningkatkan kecakapan literasi siswa dan membuatkan keterampilan kala ke-21, termasuk keterampilan berpikir tingkat tinggi. Keterampilan berpikir tingkat tinggi (keterampilan kala ke-21) merupakan salah satu kompetensi capaian implementasi Kurikulum 2013.
Materi penyegaran Kurikulum 2013 ini merupakan edisi II (2018) dengan beberapa penambahan dan penyempurnaan. Seperti halnya edisi I yang terbit tahun 2017, materi ini dilengkapi dengan materi presentasi dan alat bantu berwujud pengatur grafis pada penggalan final yang memandu acara penerima untuk mendalami dan mengimplementasi seni administrasi literasi dalam pembelajaran. Semua perangkat ini diharapkan sanggup memandu pelatih dan pemangku kepentingan di jenjang nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan sekolah dalam pelaksanaan, pengembangan, dan penguatan seni administrasi literasi dalam pembelajaran.
Tujuan Penyusunan
Tujuan penyusunan materi penyegaran ini ialah untuk:
- Memberikan ide kepada penerima pembinaan untuk memanfaatkan bermacam-macam sumber belajar, termasuk buku-teks-pelajaran dan buku-nonteks-pelajaran dalam pembelajaran.
- Memandu penerima pembinaan memakai seni administrasi literasi dalam pembelajaran guna membuatkan karakter, meningkatkan keterampilan berliterasi, dan meningkatkan kompetensi.
Masalah
Masalah 1
Pengembangan kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan berliterasi khususnya membuatkan minat baca belum berjalan secara optimal di sekolah lantaran beberapa guru mempunyai pemahaman berbeda atau kurang memadai wacana literasi. Guru seharusnya sanggup menjadi teladan yang baik bagi siswanya. Saat guru meminta siswa membaca, guru pun juga perlu membaca untuk memberi pola yang baik bagi siswanya. Tradisi literasi (kemampuan komunikasi yang artikulatif secara verbal dan goresan pena serta kemampuan menyerap informasi melalui teks) juga belum tumbuh secara koheren dalam diri beberapa guru.
Masalah 2
Upaya untuk menyosialisasikan dan meningkatkan keterampilan berliterasi di sekolah belum membuahkan hasil yang optimal lantaran kurangnya pendampingan dan pembinaan untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan literasi guru. Materi didik dan teks yang tersedia di sekolah belum dimanfaatkan secara optimal untuk membuatkan keterampilan berliterasi siswa. Selain itu, seni administrasi literasi dalam pembelajaran belum diterapkan secara optimal.
Solusi
Guru perlu memahami bahwa upaya pengembangan literasi tidak berhenti ketika siswa sanggup membaca dengan lancar dan mempunyai minat baca yang baik sebagai hasil dari pembiasaan budaya literasi. Pengembangan literasi perlu terjadi pada pembelajaran di semua mata pelajaran melalui upaya untuk membuatkan karakter serta meningkatkan kompetensi berpikir tingkat tinggi. Para guru perlu mengoptimalkan seni administrasi literasi dalam pembelajarannya. Pengembangan kemampuan literasi di sekolah akan membantu meningkatkan kemampuan mencar ilmu siswa. Penggunaan teks dan/atau materi didik yang bervariasi, disertai dengan perencanaan yang baik dalam kegiatan pembelajaran diharapkan sanggup meningkatkan keterampilan berliterasi siswa.
Implementasi Kegiatan Literasi
Implementasi penumbuhan budaya literasi di sekolah memerlukan langkah-langkah sebagai berikut: persiapan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, sertatindak lanjut. Persiapan merupakan kegiatan menyiapkan bahan, personal, dan seni administrasi pelaksanaan. Pelaksanaan merupakan operasionalisasi hal-hal yang telah dipersiapkan. Pemantauan dan penilaian merupakan kegiatan untuk mengetahui efektivitas kegiatan literasi yang telah dilaksanakan.Tindak lanjut merujuk pada hal-hal yang perlu dilakukan selanjutnya (penyusunan acara lanjutan).
Penumbuhan literasi di sekolah sanggup dilakukan melalui kegiatan rutin dan kegiatan insidental. Kegiatan tersebut dilakukan dalam tiga tahapan literasi yaitu tahap pembiasaan, pengembangan dan pembelajaran. Agar sanggup melaksanakan tiga tahapan literasi tersebut diharapkan kegiatan persiapan, sebagai berikut.
Persiapan
1. Rapat Koordinasi
Kegiatan ini dilaksanakan untuk membicarakan maksud dan tujuan dilaksanakannya literasi di sekolah. Rapat koordinasi digelar oleh kepala sekolah dan diikuti oleh:
a. Kepala Sekolah
b. Para Wakil Kepala Sekolah
c. Perwakilan Guru dan Karyawan
Tujuan rapat koordinasi ini antara lain:
a. Pemahaman wacana literasi
b. Pembentukan tim literasi sekolah (TLS)
c. Penyusunangaris besar acara kerja literasi sekolah (dilanjutkan oleh TLS)
d. Persiapan materi sosialisasi lietrasi
2. Pembentukan Tim Literasi di Sekolah (TLS)
Kepala sekolah membentuk TLSmelalui Surat Keputusan Kepala Sekolahyang menyertakan kiprah pokok dan fungsi anggota tim. Susunan anggota TLS diadaptasi dengan kebutuhan sekolah masing-masing. Pembentukan TLS sanggup dibaca dalam buku ―Manual Pendukung Gerakan Literasi Sekolah untuk Jenjang Sekolah Menengah Pertama.‖ (Kisyani-Laksono dkk. 2016).
3. Sosialisasi
a. Sosialisasi pada Guru dan Karyawan.
Sosialisasi ini dimaksudkan untuk menyamakan persepsi dan kesepakatan guru dan karyawan wacana pelaksanaan kegiatan literasi di sekolah.
b. Sosialisasi pada Siswa
Sosialisasi ini bertujuan untuk menawarkan pemahaman wacana literasi, tujuan pelaksanaan literasi, dan mekamisme pelaksanaan literasi.
c. Sosialisasi pada Komite Sekolah dan Orang Tua Siswa
Sosialisasi pada komite sekolah dan orang renta siswa bertujuan untuk memberitahukan adanya kegiatan literasi di sekolah dan berharap semoga komite dan orang renta siswamendukung kegiatan tersebut. Dalam kegiatan sosialisasi ini diharapkan narasumber yang memahami dan bisa menjelaskan wacana literasi di sekolah.
4. Persiapan Sarana Prasarana
Untuk menumbuhkembangkan budaya literasi di sekolah diharapkan ekositem sekolah yang literat dengan pinjaman sarana dan prasarana penunjang yang perlu dimiliki oleh sekolah antara lain:
a. Perpustakaan sekolah (cf. Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 wacana Standar Sarana dan Parasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).
b. Pojok baca di kelas dan lingkungan sekolah
c. Jumlah buku sesuai dengan Permendiknas no 24 tahun 2007: (1) Buku teks pelajaran: 1 eksemplar/mata pelajaran/peserta didik, ditambah 2 eksemplar/mata pelajaran/sekolah; (2) Buku panduan pendidik: 1 eksemplar/mata pelajaran/guru mata pelajaranbersangkutan, ditambah 1 eksemplar/mata pelajaran/sekolah; (3) Buku pengayaan: 870 judul/sekolah, terdiri atas 70% nonfiksi dan 30% fiksi. Banyak eksemplar/sekolah minimum: 1000 untuk 3--6 rombongan belajar, 1500 untuk 7--12 rombongan belajar, 2000 untuk 13--18 rombongan belajar, 2500 untuk 19--24 rombongan belajar; (4) Buku referensi: 20 judul/SMP; (5) Sumber mencar ilmu lain: 20 judul/SMP (Bandingkan dengan Permendikbud No 23 tahun 2013 wacana Standar Pelayanan Minimal:Satu set buku teks untuk setiap perserta didik dan 200 judul buku pengayaan dan 20 buku acuan untuk SMP!).
d. Web sekolah
e. Akses internet di lingkungan sekolah
f. Spanduk, poster,leaflet, dan/atau brosur penumbuhan budaya literasi
Pelaksanaan
Pada dasarnya, pelaksanaan GLS sanggup dilihat pada tiga hal berikut ini.
Tiga kegiatan pelaksanaan GLS di sekolah merupakan dasar untuk membangun dan membuatkan budaya literasi sekolah, dimulai dari Kegiatan Pembiasan, Kegiatan Pengembangan, dan Kegiatan Pembelajaran.
Secara lebih rinci, ihwal ketiga kegiatan pelaksanaan GLS sanggup dipelajari dalam ―Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah‖ dan ―Panduan Gerakan Literasi Sekolah di SMP‖. Adapun indikator tiga kegiatan pelaksanaan literasi sekolah ada di lampiran 1 yang merupakan adonan dari instrumen kegiatan pembiasaan (13 butir pertanyaan), pengembangan (17 butir pertanyaan), dan pembelajaran (23 butir pertanyaan) yang terdapat dalam ―Panduan Gerakan Literasi Sekolah di SMP‖, 2016). Instrumen terdiri atas 27 butir pertanyaan. Satu butir pertanyaan dimungkinkan berada dalam tiga atau dua kegiatan sekaligus (contoh: 15 menit membaca ada dalam semua jenis kegiatan GLS). Berikut ialah petunjuk butir dan nomor dari setiap tahapan (tabel instrumen budaya literasi sekolah dengan 27 butir nomor terdapat dalam lampiran).
Tindak Lanjut
Hasil pemantauan dan penilaian sanggup dicermati sebagai materi refleksi. Tindak lanjut diwujudkan dengan penyusunan perencanaan lanjutan dalam hal kegiatan berliterasi. Jika dalam pengisian instrumen masih ada hal-hal yang ―belum atau kurang, penyusunan planning lanjut berpumpun (berfokus) pada upaya supaya yang ―belum menjadi ―sudah atau yang kurang menjadi baik. Jika hasil refleksi memperlihatkan bahwa semua sudah dilakukan dan semua sudah baik, perlu dilakukan planning lanjutan untuk mengimbaskan hal tersebut kepada sekolah-sekolah yang ada di sekitar.
Strategi Literasi Dalam Pembelajaran
Tujuan
Tujuan utama penggunaan seni administrasi literasi dalam pembelajaran ialah untuk membangun pemahaman siswa, keterampilan menulis, dan keterampilan komunikasi secara menyeluruh. Tiga hal ini akan bermuara pada pengembangan karakter dan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Selama ini berkembang pendapat bahwa literasi hanya ada dalam pembelajaran bahasa atau di kelas bahasa. Pendapat ini tentu saja tidak sempurna lantaran literasi berkembang rimbun dalam bidang matematika, sains, ilmu sosial, teknik, seni, olahraga, kesehatan, ekonomi, agama, prakarya dll. (cf. Robb, L, 2003).
Konten dalam pembelajaran ialah apa yang diajarkan, adapun literasi ialah bagaimana mengajarkan konten tersebut. Oleh lantaran itu, bidang-bidang yang telah disebutkan dan lintas bidang memerlukan seni administrasi literasi dalam pembelajarannya. Salah satu tujuan penting dari seni administrasi literasi dalam pembelajaran konten ialah untuk membentuk siswa yang bisa berpikir kritis dan memecahkan dilema (Ming, 2012: 213). Dengan demikian seni administrasi literasi dalam pembelajaran akan membentuk karakteristik siswa dan membuatkan keterampilan kala ke-21 (keterampilan berpikir tingkat tinggi).
Pembelajaran yang menerapkan seni administrasi literasi penting untuk menumbuhkan pembaca yang baik dan kritis dalam bidang apapun. Berdasarkan beberapa sumber, sanggup disarikan tujuh karakteristik pembelajaran yang menerapkan seni administrasi literasi yang sanggup membuatkan kemampuan metakognitif (cf. Beers 2010: 20-21; Pahl&Rowsell 2005: 82), antara lain:
Indikator Literasi dalam Pembelajaran
Pada dasarnya, silabus banyak sekali mata pelajaran di SMP sudah memperlihatkan adanya seni administrasi literasi dalam pembelajaran. Penuangan silabus ke dalam kegiatan pembelajaran sanggup diceksilangkan dengan indikator literasi dalam pembelajaran.
Dalam hal ini, perlu diperhatikan bahwa istilah ―teks‖ dalam literasi sanggup berwujud teks tulis, mulut (audio), visual, auditori, audiovisual, spasial, nonverbal (kinestesik dsb). Wujud teks bisa digital atau nondigital. Sejalan dengan itu, istilah "membaca" yang dipakai dalam kegiatan literasi juga merujuk pada membaca dalam arti luas.
Biarpun demikian, pembelajaran di sekolah tidak pernah lepas dari teks tulis lantaran tersedia buku siswa. Oleh lantaran itu, pada tahap awal, seni administrasi literasi dalam pembelajaran sanggup berfokus pada teks tulis tersebut.
Berikut ialah daftar cek untuk indikator literasi untuk menguatkan langkah-langkah pembelajaran, menumbuhkembangkan karakter, dan mengasah kompetensi. Pernumbuhkembangan karakter tertentu dan pengasahan kompetensi yang berkelindan dengan seni administrasi literasi dalam pembelajaran diadaptasi dengan materi yang disajikan. Strategi literasi dalam pembelajaran bukan materi, tetapi merupakan seni administrasi yang berwujud langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran. Dalam hal ini nomor yang tersaji tidak merujuk pada urutan (dalam pembelajaran hal tersebut tidak harus urut). Semakin banyak tanda cek pada kolom ―sudah berarti seni administrasi literasi dalam pembelajaran semakin sarat.
Upaya untuk menyosialisasikan dan meningkatkan keterampilan berliterasi di sekolah belum membuahkan hasil yang optimal lantaran kurangnya pendampingan dan pembinaan untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan literasi guru. Materi didik dan teks yang tersedia di sekolah belum dimanfaatkan secara optimal untuk membuatkan keterampilan berliterasi siswa. Selain itu, seni administrasi literasi dalam pembelajaran belum diterapkan secara optimal.
Solusi
Guru perlu memahami bahwa upaya pengembangan literasi tidak berhenti ketika siswa sanggup membaca dengan lancar dan mempunyai minat baca yang baik sebagai hasil dari pembiasaan budaya literasi. Pengembangan literasi perlu terjadi pada pembelajaran di semua mata pelajaran melalui upaya untuk membuatkan karakter serta meningkatkan kompetensi berpikir tingkat tinggi. Para guru perlu mengoptimalkan seni administrasi literasi dalam pembelajarannya. Pengembangan kemampuan literasi di sekolah akan membantu meningkatkan kemampuan mencar ilmu siswa. Penggunaan teks dan/atau materi didik yang bervariasi, disertai dengan perencanaan yang baik dalam kegiatan pembelajaran diharapkan sanggup meningkatkan keterampilan berliterasi siswa.
Implementasi Kegiatan Literasi
Implementasi penumbuhan budaya literasi di sekolah memerlukan langkah-langkah sebagai berikut: persiapan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, sertatindak lanjut. Persiapan merupakan kegiatan menyiapkan bahan, personal, dan seni administrasi pelaksanaan. Pelaksanaan merupakan operasionalisasi hal-hal yang telah dipersiapkan. Pemantauan dan penilaian merupakan kegiatan untuk mengetahui efektivitas kegiatan literasi yang telah dilaksanakan.Tindak lanjut merujuk pada hal-hal yang perlu dilakukan selanjutnya (penyusunan acara lanjutan).
Penumbuhan literasi di sekolah sanggup dilakukan melalui kegiatan rutin dan kegiatan insidental. Kegiatan tersebut dilakukan dalam tiga tahapan literasi yaitu tahap pembiasaan, pengembangan dan pembelajaran. Agar sanggup melaksanakan tiga tahapan literasi tersebut diharapkan kegiatan persiapan, sebagai berikut.
Persiapan
1. Rapat Koordinasi
Kegiatan ini dilaksanakan untuk membicarakan maksud dan tujuan dilaksanakannya literasi di sekolah. Rapat koordinasi digelar oleh kepala sekolah dan diikuti oleh:
a. Kepala Sekolah
b. Para Wakil Kepala Sekolah
c. Perwakilan Guru dan Karyawan
Tujuan rapat koordinasi ini antara lain:
a. Pemahaman wacana literasi
b. Pembentukan tim literasi sekolah (TLS)
c. Penyusunangaris besar acara kerja literasi sekolah (dilanjutkan oleh TLS)
d. Persiapan materi sosialisasi lietrasi
2. Pembentukan Tim Literasi di Sekolah (TLS)
Kepala sekolah membentuk TLSmelalui Surat Keputusan Kepala Sekolahyang menyertakan kiprah pokok dan fungsi anggota tim. Susunan anggota TLS diadaptasi dengan kebutuhan sekolah masing-masing. Pembentukan TLS sanggup dibaca dalam buku ―Manual Pendukung Gerakan Literasi Sekolah untuk Jenjang Sekolah Menengah Pertama.‖ (Kisyani-Laksono dkk. 2016).
3. Sosialisasi
a. Sosialisasi pada Guru dan Karyawan.
Sosialisasi ini dimaksudkan untuk menyamakan persepsi dan kesepakatan guru dan karyawan wacana pelaksanaan kegiatan literasi di sekolah.
b. Sosialisasi pada Siswa
Sosialisasi ini bertujuan untuk menawarkan pemahaman wacana literasi, tujuan pelaksanaan literasi, dan mekamisme pelaksanaan literasi.
c. Sosialisasi pada Komite Sekolah dan Orang Tua Siswa
Sosialisasi pada komite sekolah dan orang renta siswa bertujuan untuk memberitahukan adanya kegiatan literasi di sekolah dan berharap semoga komite dan orang renta siswamendukung kegiatan tersebut. Dalam kegiatan sosialisasi ini diharapkan narasumber yang memahami dan bisa menjelaskan wacana literasi di sekolah.
4. Persiapan Sarana Prasarana
Untuk menumbuhkembangkan budaya literasi di sekolah diharapkan ekositem sekolah yang literat dengan pinjaman sarana dan prasarana penunjang yang perlu dimiliki oleh sekolah antara lain:
a. Perpustakaan sekolah (cf. Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 wacana Standar Sarana dan Parasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).
b. Pojok baca di kelas dan lingkungan sekolah
c. Jumlah buku sesuai dengan Permendiknas no 24 tahun 2007: (1) Buku teks pelajaran: 1 eksemplar/mata pelajaran/peserta didik, ditambah 2 eksemplar/mata pelajaran/sekolah; (2) Buku panduan pendidik: 1 eksemplar/mata pelajaran/guru mata pelajaranbersangkutan, ditambah 1 eksemplar/mata pelajaran/sekolah; (3) Buku pengayaan: 870 judul/sekolah, terdiri atas 70% nonfiksi dan 30% fiksi. Banyak eksemplar/sekolah minimum: 1000 untuk 3--6 rombongan belajar, 1500 untuk 7--12 rombongan belajar, 2000 untuk 13--18 rombongan belajar, 2500 untuk 19--24 rombongan belajar; (4) Buku referensi: 20 judul/SMP; (5) Sumber mencar ilmu lain: 20 judul/SMP (Bandingkan dengan Permendikbud No 23 tahun 2013 wacana Standar Pelayanan Minimal:Satu set buku teks untuk setiap perserta didik dan 200 judul buku pengayaan dan 20 buku acuan untuk SMP!).
d. Web sekolah
e. Akses internet di lingkungan sekolah
f. Spanduk, poster,leaflet, dan/atau brosur penumbuhan budaya literasi
Pelaksanaan
Pada dasarnya, pelaksanaan GLS sanggup dilihat pada tiga hal berikut ini.
- mengacu pada perencanaan
- mengacu pada keterampilan kala XXI dengan lima nilai utama penguatan pendidikan karakter (PPK):(1) religius, (2) nasionalis, (3) mandiri,(4) gotong royong, (5) integritas.
- menggunakan daftar cek instrumen pengembangan budaya literasi di sekolah (pelaksanaan tiga tahapan literasi) yang terdapat dalam lampiran 1 dan daftar cek indikator pelaksanaan seni administrasi literasi dalam pembelajaran. Pembahasan mengenai seni administrasi literasi dalam pembelajaran terdapat dalam Bab III.
Tiga kegiatan pelaksanaan GLS di sekolah merupakan dasar untuk membangun dan membuatkan budaya literasi sekolah, dimulai dari Kegiatan Pembiasan, Kegiatan Pengembangan, dan Kegiatan Pembelajaran.
Secara lebih rinci, ihwal ketiga kegiatan pelaksanaan GLS sanggup dipelajari dalam ―Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah‖ dan ―Panduan Gerakan Literasi Sekolah di SMP‖. Adapun indikator tiga kegiatan pelaksanaan literasi sekolah ada di lampiran 1 yang merupakan adonan dari instrumen kegiatan pembiasaan (13 butir pertanyaan), pengembangan (17 butir pertanyaan), dan pembelajaran (23 butir pertanyaan) yang terdapat dalam ―Panduan Gerakan Literasi Sekolah di SMP‖, 2016). Instrumen terdiri atas 27 butir pertanyaan. Satu butir pertanyaan dimungkinkan berada dalam tiga atau dua kegiatan sekaligus (contoh: 15 menit membaca ada dalam semua jenis kegiatan GLS). Berikut ialah petunjuk butir dan nomor dari setiap tahapan (tabel instrumen budaya literasi sekolah dengan 27 butir nomor terdapat dalam lampiran).
Tindak Lanjut
Hasil pemantauan dan penilaian sanggup dicermati sebagai materi refleksi. Tindak lanjut diwujudkan dengan penyusunan perencanaan lanjutan dalam hal kegiatan berliterasi. Jika dalam pengisian instrumen masih ada hal-hal yang ―belum atau kurang, penyusunan planning lanjut berpumpun (berfokus) pada upaya supaya yang ―belum menjadi ―sudah atau yang kurang menjadi baik. Jika hasil refleksi memperlihatkan bahwa semua sudah dilakukan dan semua sudah baik, perlu dilakukan planning lanjutan untuk mengimbaskan hal tersebut kepada sekolah-sekolah yang ada di sekitar.
Strategi Literasi Dalam Pembelajaran
Tujuan
Tujuan utama penggunaan seni administrasi literasi dalam pembelajaran ialah untuk membangun pemahaman siswa, keterampilan menulis, dan keterampilan komunikasi secara menyeluruh. Tiga hal ini akan bermuara pada pengembangan karakter dan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Selama ini berkembang pendapat bahwa literasi hanya ada dalam pembelajaran bahasa atau di kelas bahasa. Pendapat ini tentu saja tidak sempurna lantaran literasi berkembang rimbun dalam bidang matematika, sains, ilmu sosial, teknik, seni, olahraga, kesehatan, ekonomi, agama, prakarya dll. (cf. Robb, L, 2003).
Konten dalam pembelajaran ialah apa yang diajarkan, adapun literasi ialah bagaimana mengajarkan konten tersebut. Oleh lantaran itu, bidang-bidang yang telah disebutkan dan lintas bidang memerlukan seni administrasi literasi dalam pembelajarannya. Salah satu tujuan penting dari seni administrasi literasi dalam pembelajaran konten ialah untuk membentuk siswa yang bisa berpikir kritis dan memecahkan dilema (Ming, 2012: 213). Dengan demikian seni administrasi literasi dalam pembelajaran akan membentuk karakteristik siswa dan membuatkan keterampilan kala ke-21 (keterampilan berpikir tingkat tinggi).
Pembelajaran yang menerapkan seni administrasi literasi penting untuk menumbuhkan pembaca yang baik dan kritis dalam bidang apapun. Berdasarkan beberapa sumber, sanggup disarikan tujuh karakteristik pembelajaran yang menerapkan seni administrasi literasi yang sanggup membuatkan kemampuan metakognitif (cf. Beers 2010: 20-21; Pahl&Rowsell 2005: 82), antara lain:
- Pemantauan pemahaman teks (siswa merekam pemahamannya sebelum, ketika, dan sesudah membaca).
- Penggunaan banyak sekali moda selama pembelajaran (literasi multimoda)
- Instruksi yang terang dan eksplisit.
- Pemanfaatan alat bantu ibarat pengatur grafis dan daftar cek.
- Respon terhadap banyak sekali jenis pertanyaan.
- Membuat pertanyaan.
- Analisis, sintesis, dan penilaian teks.
- Meringkas isi teks.
Indikator Literasi dalam Pembelajaran
Pada dasarnya, silabus banyak sekali mata pelajaran di SMP sudah memperlihatkan adanya seni administrasi literasi dalam pembelajaran. Penuangan silabus ke dalam kegiatan pembelajaran sanggup diceksilangkan dengan indikator literasi dalam pembelajaran.
Dalam hal ini, perlu diperhatikan bahwa istilah ―teks‖ dalam literasi sanggup berwujud teks tulis, mulut (audio), visual, auditori, audiovisual, spasial, nonverbal (kinestesik dsb). Wujud teks bisa digital atau nondigital. Sejalan dengan itu, istilah "membaca" yang dipakai dalam kegiatan literasi juga merujuk pada membaca dalam arti luas.
Biarpun demikian, pembelajaran di sekolah tidak pernah lepas dari teks tulis lantaran tersedia buku siswa. Oleh lantaran itu, pada tahap awal, seni administrasi literasi dalam pembelajaran sanggup berfokus pada teks tulis tersebut.
Berikut ialah daftar cek untuk indikator literasi untuk menguatkan langkah-langkah pembelajaran, menumbuhkembangkan karakter, dan mengasah kompetensi. Pernumbuhkembangan karakter tertentu dan pengasahan kompetensi yang berkelindan dengan seni administrasi literasi dalam pembelajaran diadaptasi dengan materi yang disajikan. Strategi literasi dalam pembelajaran bukan materi, tetapi merupakan seni administrasi yang berwujud langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran. Dalam hal ini nomor yang tersaji tidak merujuk pada urutan (dalam pembelajaran hal tersebut tidak harus urut). Semakin banyak tanda cek pada kolom ―sudah berarti seni administrasi literasi dalam pembelajaran semakin sarat.
Download Modul Strategi Literasi Dalam Pembelajaran di SMP Tahun 2018
Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Modul Strategi Literasi Dalam Pembelajaran di SMP Tahun 2018 ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:Modul Strategi Literasi Dalam Pembelajaran di SMP Tahun 2018
Download File:
Posting Komentar untuk "Modul Seni Administrasi Literasi Dalam Pembelajaran Di Smp Tahun 2018"