Kesultanan Deli
Masjid Raya Medan |
Kesultanan Deli merupakan kesultanan Melayu yang terletak di Sumatra Utara. Pada awalnya terdapat empat raja di sebuah kawasan Batak Karo yang sudah memeluk Islam. Kemudian, empat raja tersebut mengangkat Laksamana Gocah Pahlawan sebagai raja Deli pada tahun 1630 M. Dengan kejadian itu, Kesultanan Delitelah resmi berdiri, dan Laksamana Gocah Pahlawan menjadi Sultan Deli pertama.
Kesultanan Deli bangkit sampai pertengahan masa ke 20, selama rentang masa yang cukup panjang tersebut, Kesultanan Deli mengalami masa masa pasang surut silih berganti. Selama dua kali, Deli berada di bawa taklukan Kesultanan Aceh. Ketika kerajaan Siak menguat di Bengkalis, Deli menjadi kawasan taklukan penjajah Belanda.
Pemerintahan
Wialayah kekuasaan Kesultanan Deli meliputi kota Medan kini ini, Langkat, Suka Piring, Buluh Cina, dan beberapa negeri kecil di pesisir pantai timur Sumatra. Kekuasaan tertingggi berada di tangan Sultan. Permaisuri Sultan bergelar Tengku Maha Suri Raja, atau Tengkun Permaisuri, sedangkan putra mahkota bergelar Tengku Mahkota. Putra dan Putri yang lain hanya bergelar Tengku. Keturunan yang lain menurut garis patrilineal hinggga generrasi kelima juga bergelar Tengku. Dalam kehidupan sehari-hari, Sultan tidak hanya berfungsi sebagai kepala pemerintahan, tapi juga sebagai kepala urusan Agama dan sekaligus sebagai kepala adab Melayu. Untuk menjalankan tugasnya, Sultan diabantu oleh Bendahara, Syahbandar (perdagangan) dan pembantu lainnya.
Pada masa Kolonial tahun 1858, Tanah Deli menjadi milik Belanda sesudah Sultan Siak, Sultan Al-Sayyid Sharif Ismail, menyerahkan tanah kekuasaannya tersebut kepada mereka. Pada tahun 1861, Kesultanan Deli secara resmi diakui merdeka dari Siak maupun Aceh. Hal ini menjadikan Sultan Deli bebas untuk menawarkan hak-hak lahan kepada Belanda maupun perusahaan-perusahaan luar negeri lainnya.
Sedangkan pada masa Jepang, eksistensi kesultanan Deli tetap diakui namun hak istimewah kebangsawanan dan perkebunan dicabut dan dan diambil alih oleh para buruh. Dan hal ini akan menjadi salah satu faktor keengganan kaum aristokrat mendukung proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Beberapa sumber sejarah menyebutkan jikalau golongan komunis juga memainkan kiprahnya dalam menghapus kekuasaan para aristokrat Melayu, termasuk Kesultanan Deli. Puncak dari manuver politik golongan komunis yang anti feodalisme yaitu revolusi sosial yang berlangsung pada tahun 1946. Revolusi sosial ini muncul akhir hasutan kaum komunis pecah pada Maret 1946. Berawal di Kesultanan Asahan, revolusi menjalar ke seluruh monarki Sumatera Timur, termasuk Kesultanan Deli. Istana Sultan Deli (Istana Maimun) beserta Sultan dan para aristokrat berhasil terlindungi alasannya yaitu penjagaan TRI dan adanya benteng pertahanan tentara sekutu di Medan.
Sultan
Sultan Deli dipanggil dengan gelar Sri Paduka Tuanku Sultan. Jika mangkat, sang Sultan akan digantikan oleh putranya. Sultan Deli dikala ini yaitu Sultan Mahmud Lamanjiji Perkasa Alam, Sultan Deli XIV, yang bertahta semenjak tahun 2005.
Silsilah :
Daftar raja yang pernah memerintah di Deli :
Sri Paduka Gocah Pahlawan (1632-1653)- Tuanku Panglima Perunggit (1653-1698)
- Tuanku Panglima Paderap (1698-1728)
- Sultan Panglima Gendar Wahid (1728-1761)
- Tuanku Panglima Amaludin (1761-1824)
- Sultan Osman Perkasa Alam (1824-1857)
- Sultan Amaludin Mahmud Perkasa Alam Syah (1857-1873)
- Sultan Mahmud al-Rasyid Perkasa Alam Syah (1873-1924)
- Sultan Amaludin II Perkasa Alam Syah (1925-1945)
- Sultan Osman II Perkasa Alam Syah (1945-1967)
- Sultan Azmi Perkasa Alam Syah (1967-1998)
- Sultan Osman III Mahmud Ma‘mun Paderap Perkasa Alam Syah (1998-2005)
- Sultan Mahmud Arfa Lamanjiji Perkasa Alam Syah (2005)
Sumber: Wikipedia
Posting Komentar untuk "Kesultanan Deli"