Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Buku Sejarah Indonesia Guru Dan Siswa Kelas 12 Sma Ma Smk Mak Edisi Revisi 2018

Berikut ini ialah berkas Buku Sejarah Indonesia Guru dan Siswa Kelas 12 Sekolah Menengan Atas MA Sekolah Menengah kejuruan MAK Edisi Revisi 2018 Kurikulum 2013. Download file format PDF.

 Berikut ini ialah berkas Buku Sejarah Indonesia Guru dan Siswa Kelas  Buku Sejarah Indonesia Guru dan Siswa Kelas 12 Sekolah Menengan Atas MA Sekolah Menengah kejuruan MAK Edisi Revisi 2018
Buku Sejarah Indonesia Guru dan Siswa Kelas 12 Sekolah Menengan Atas MA Sekolah Menengah kejuruan MAK Edisi Revisi 2018

Buku Sejarah Indonesia Guru dan Siswa Kelas 12 SMA/MA SMK/MAK Edisi Revisi 2018

Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Buku Sejarah Indonesia Guru dan Siswa Kelas 12 SMA/MA SMK/MAK Edisi Revisi 2018 Kurikulum 2013:

Petunjuk Umum
Kurikulum 2013 dirancang untuk memperkuat kompetensi siswa dari sisi pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara utuh. Keutuhan tersebut menjadi dasar dalam perumusan kompetensi dasar tiap mata pelajaran, sehingga kompetensi dasar tiap mata pelajaran meliputi kompetensi dasar kelompok sikap, kompetensi dasar kelompok pengetahuan, dan kompetensi dasar kelompok keterampilan. Semua mata pelajaran dirancang mengikuti rumusan tersebut.

Pembelajaran Sejarah Indonesia untuk Kelas XII jenjang Pendidikan Menengah yang disajikan dalam buku ini juga tunduk pada ketentuan tersebut. Sejarah Indonesia bukan berisi materi pembelajaran yang dirancang hanya untuk mengasah kompetensi pengetahuan siswa. Sejarah Indonesia ialah mata pelajaran yang membekali siswa dengan pengetahuan ihwal dimensi ruang-waktu perjalanan sejarah Indonesia, keterampilan dalam menyajikan pengetahuan yang dikuasainya secara konkret dan abstrak, serta sikap menghargai jasa para jagoan yang telah meletakkan fondasi bangunan negara Indonesia beserta segala bentuk warisan sejarah, baik benda maupun takbenda. Sehingga terbentuk pola pikir siswa yang sadar sejarah.

Sebagai pelajaran wajib yang harus diambil oleh semua siswa yang belum tentu berminat dalam bidang sejarah, buku ini disusun memakai pendekatan regresif yang lebih populer. Melalui pengamatan terhadap kondisi sosial-budaya dan sejumlah warisan sejarah yang bisa dijumpai dikala ini, siswa diajak mengarungi garis waktu mundur ke masa lampau dikala terjadinya insiden yang melandasi terbentuknya peradaban yang melatarbelakangi kondisi sosial-budaya dan warisan sejarah tersebut. Pembahasan dilanjutkan dengan peristiwa-peristiwa berikutnya yang mengakibatkan berkembang atau menyusutnya peradaban tersebut sehingga menjadi yang tersisa dikala ini.

Buku ini menjabarkan usaha minimal yang harus dilakukan siswa untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Sesuai dengan pendekatan yang dipakai dalam Kurikulum 2013, siswa diajak menjadi berani untuk mencari sumber berguru lain yang tersedia dan terbentang luas di sekitarnya. Peran guru dalam meningkatkan dan menyesuaikan daya serap siswa dengan ketersediaan kegiatan pada buku ini sangat penting. Guru sanggup memperkayanya dengan kreasi dalam bentuk kegiatan-kegiatan lain yang sesuai dan relevan yang bersumber dari lingkungan sosial dan alam.

Mata pelajaran Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang masuk dalam kelompok mata pelajaran wajib dan mata pelajaran peminatan. Buku ini merupakan buku pegangan guru untuk mata pelajaran Sejarah Indonesia sebagai kelompok mata pelajaran wajib. Mata pelajaran wajib merupakan pecahan dari kurikulum pendidikan menengah yang bertujuan untuk memperlihatkan pengetahuan ihwal bangsa, bahasa, sikap sebagai bangsa, dan kemampuan penting untuk membuatkan logika dan kehidupan pribadi siswa, masyarakat dan bangsa, pengenalan lingkungan fisik dan alam, kebugaran jasmani, serta seni budaya tempat dan nasional.

Sistem pendidikan nasional yang berlaku dikala ini mengacu pada Undang- Undang SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003. Undang-undang ini mengatur pelaksanaan pendidikan nasional sehingga dalam pelaksanaannya bisa menjalankan fungsi pendidikan nasional yaitu membuatkan kemampuan dan membentuk tabiat serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Di samping itu, pelaksanaan pendidikan nasional juga harus bisa membuatkan potensi siswa semoga menjadi insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab sehingga tujuan pendidikan nasional yang terdapat dalam undang-undang tersebut tercapai.

Sebagai upaya untuk menunjang keberhasilan pencapaian fungsi dan tujuan pendidikan tersebut, pemerintah merancang suatu kurikulum yang komprehensif, yang isinya meliputi aspek kognitif, keterampilan, sikap spiritual dan sikap sosial. Kurikulum ini kita kenal sebagai Kurikulum 2013. Sebagai upaya untuk mencapai fungsi dan tujuan pendidikan nasional, Kurikulum 2013, dalam struktur isinya meliputi Kompetensi Inti (KI) dan Kompetisi Dasar (KD). Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar ini merupakan pengejawantahan dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Guru, dalam proses pembelajaran, harus bisa mengaitkan antara Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar sehingga aspek kognitif, keterampilan, sikap spiritual dan sikap sosial sanggup dikembangkan dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Keberhasilan implementasi suatu kurikulum tidak tergantung pada salah satu komponen pendidikan, namun memerlukan keterlibatan aneka macam komponen pendidikan, baik guru, siswa dan stake holder. Kalau sebelumnya guru mempunyai kiprah utama sebagai sumber belajar, dalam Kurikulum 2013, guru mempunyai kiprah sebagai dinamisator, motivator dan fasilitator. Dengan demikian, guru dituntut mempunyai kompetensi dalam mengelola pembelajaran, mulai tahapan perencanaan, pelaksanaan maupun penilaian.

Oleh lantaran itu, guru pengampu mata pelajaran Sejarah Indonesia dituntut mempunyai kompetensi di bidang Sejarah Indonesia, bisa memperlihatkan pemahaman kepada siswa ihwal pentingnya Sejarah Indonesia sebagai instrumen pendidikan karakter bangsa yang bisa membentuk tabiat serta peradaban bangsa yang bermartabat. Untuk mencapai itu Guru Sejarah dituntut mempunyai perspektif kebangsaan, dan membuatkan historical thinking (cara berpikir sejarah) untuk ditransformasikan kepada siswa dalam kehidupan keseharian. Di sisi lain, aspek moral dan keteladanan seorang guru juga menjadi hal yang amat penting dalam pembelajaran Sejarah Indonesia. Oleh lantaran itu, semoga Indikator Pembelajaran Sejarah Indonesia bisa tercapai, guru harus memahami karakteristik mata pelajaran Sejarah Indonesia menyerupai yang diuraikan pada petunjuk umum ini.

Maksud dan Tujuan Mata Pelajaran Sejarah Indonesia
Rasional
Mata pelajaran Sejarah Indonesia merupakan salah satu pecahan dalam pendidikan sejarah. Sejarah Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran wajib di jenjang pendidikan menengah (SMA/MA dan SMK/ MAK). Dalam penanaman karakter, pendidikan sejarah mempunyai makna dan posisi yang strategis, mengingat bahwa: Tidak ada insan yang bisa melepaskan dirinya dari sejarah, lantaran kehidupan insan itu sendiri diisi oleh pengalaman masa kemudian yang terus bertambah seiring dengan perjalanan waktu. Setiap kita melangkah ke depan maka langkah yang kita tinggalkan sudah menjadi sejarah. Namun tidak seluruh waktu di masa kemudian kita sanggup menjadi sejarah, hanya masa kemudian kita yang mempunyai makna sajalah yang disebut sebagai sejarah. Hal itulah yang menjadi pembelajaran bagi kita untuk memahami kehidupan masa kini, dan membangun kehidupan masa depan yang lebih baik.

Pendidikan sejarah mempunyai tujuan untuk membangun memori kolektif kita sebagai bangsa sehingga kita bisa mengenal bangsanya dan bisa membangun rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui sejarah kita bisa membentuk tabiat dan karakter bangsa Indonesia yang bermartabat sehingga bisa membentuk insan Indonesia yang mempunyai rasa cinta dan gembira terhadap bangsa, negara dan tanah airnya.

Pengembangan mata pelajaran Sejarah Indonesia lantaran sejarah mempunyai guna, yaitu:
a) Edukatif, pelajaran sejarah memperlihatkan sikap bijak dan arif. Jika kita kaji lebih mendalam, kita akan hingga pada kesimpulan bahwa, kita sanggup berguru dari peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi pada masa kemudian untuk melihat insiden yang ada pada masa kini. Hal-hal yang baik kita jadikan sebagai suatu pelajaran semoga bisa menjadi pedoman dalam kehidupan masa kini dan masa datang.

b) Inspiratif, sejarah bisa memperlihatkan wangsit atau inspirasi kepada kita, hal ini bisa kita lihat dari apa yang telah dilakukan oleh para jagoan dalam mencapai impian dan tujuannya dan peristiwa- insiden pada masa kemudian sanggup mengilhami kita semua untuk usaha dikala ini dan masa datang. Peristiwa-peristiwa besar mengilhami kita semoga mencetuskan insiden yang besar pula.

c) Instruktif, misalnya, kegunaan dalam rangka pengajaran dalam salah satu kejuruan atau keterampilan menyerupai navigasi, teknologi, persenjataan, jurnalistik, taktik militer dan sebagainya. Fungsi dan kegunaan sejarah ini disebut sebagai kegunaan yang bersifat instruktif lantaran mempunyai kiprah membantu kegiatan memberikan pengetahuan atau keterampilan (instruksi).

d) Rekreatif, menyerupai halnya dalam karya sastra yakni kisah atau roman, sejarah juga memperlihatkan kesenangan estetis lantaran bentuk dan susunannya yang harmonis dan indah. Kita sanggup terpesona oleh kisah sejarah yang baik sebagaimana kita sanggup terpesona oleh sebuah roman yang bagus. Dengan sendirinya kegunaan yang bersifat rekreatif ini gres sanggup dirasakan kalau sejarawan berhasil mengangkat aspek seni dari kisah sejarah yang disajikan. Sejarah sanggup juga memperlihatkan kesenangan lain kepada kita. Kesenangan ini berupa “wisata intelektual” yang dipancarkannya kepada kita. Tanpa beranjak dari tempat duduk kita sanggup dibawa oleh sejarah menyaksikan peristiwa-peristiwa yang jauh dari kita, baik jauh tempat maupun jauh waktunya. Kita diajak untuk berwisata ke negeri-negeri yang jauh di sana, menyaksikan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi dalam suasana yang berbeda dengan suasana kita sekarang. Kita akan terpesona oleh pemandangan pada masa lampau yang dilukiskan oleh sejarawan. Dengan penuh minat kita akan berkenalan dengan cara hidup, kebiasaan, dan tindakan yang berlainan dengan yang kita alami sekarang.

e) Memberikan Kesadaran Waktu, kesadaran waktu yang dimaksud ialah kehidupan dengan segala perubahan, pertumbuhan, dan perkembangannya terus berjalan melewati waktu. Kesadaran itu dikenal juga sebagai kesadaran akan adanya gerak sejarah. Kesadaran tersebut memandang peristiwa-peristiwa sejarah sebagai sesuatu yang terus bergerak dari masa silam bermuara ke masa kini, dan berlanjut ke masa depan. Waktu terus berjalan pada dikala seorang atau suatu bangsa mulai menjadi renta dan digantikan oleh generasi berikutnya. Bahkan, waktu terus berjalan pada dikala seseorang atau suatu bangsa hanya bersenang-senang dan bermalas-malasan, atau sebaliknya, seseorang atau suatu bangsa sedang menciptakan karya-karya besar. Dengan mempunyai kesadaran sejarah yang baik, seseorang akan senantiasa berupaya mengukir sejarah kehidupannya sebaik-baiknya.

f) Memperkukuh Rasa Kebangsaan (Nasionalisme), terbentuknya suatu bangsa disebabkan adanya kesamaan sejarah besar di masa lampau dan adanya kesamaan keinginan untuk menciptakan sejarah besar bersama di masa yang akan datang. Sebagai teladan bangsa Indonesia semenjak zaman praaksara telah mempunyai kesamaan sejarah. Kemudian mempunyai zaman keemasan pada zaman Sriwijaya, Mataram Hindu- Buddha, Majapahit, dan Mataram Islam. Setelah itu bangsa Indonesia mengalami masa penjajahan selama ratusan tahun. Perjalanan sejarah bangsa Indonesia tersebut menjadi ingatan kolektif yang sanggup menimbulkan rasa solidaritas dan mempertebal semangat kebangsaan.

g) Pengembangan cara berpikir sejarah (historical thinking) dengan memahami konsep waktu, ruang, perubahan, dan keberlanjutan menjadi keterampilan dasar dalam mempelajari Sejarah Indonesia.

Pengertian
Dalam sejarah kemerdekaan bangsa-bangsa di Asia pasca-Perang Dunia Kedua, fakta menunjukkan, bahwa hanya sedikit bangsa yang mencapai kemerdekaannya dengan perang mengusir penjajah asing, khusus di Asia Tenggara hanya tercatat Vietnam dan Indonesia. Kemerdekaan Vietnam diperoleh setelah mengalahkan Prancis tahun 1954 dan Amerika Serikat tahun 1975. Sedangkan Indonesia memperoleh kemerdekaan, setelah terjadi pertempuran melawan pasukan Jepang di final masa pendudukan, dan bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Melawan Belanda pada perang kemerdekaan 1945-1949 dengan taktik bersenjata dan berdiplomasi, akibatnya bangsa Indonesia berhasil mengakhiri penjajahan Belanda dan bangsa Indonesia memperoleh “pengakuan kedaulatan” pada 27 Desember 1949. Atas dasar fakta ini Anthony Reid, sejarawan terkemuka dari Australia menyebut bangsa Indonesia sebagai “A Nation by Revolution” (Reid, 2010). Dalam konteks itu dapatlah dikemukakan, bahwa salah satu ciri atau karakter dari bangsa Indonesia ialah sikap kejuangan melawan penindasan dan penjajahan dengan semangat pantang mengalah hingga kemerdekaan dicapai.

Sudah terperinci pula, bahwa usaha itu mencerminkan sikap cinta tanah air. Tekad untuk menjadi bangsa yang merdeka dan bebas dari penjajahan absurd kemudian didengungkan dalam Proklamasi 17 Agustus 1945 “kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia”. Perjuangan panjang untuk meraih kemerdekaan bangsa Indonesia dilakukan, karena:

“... sebenarnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh lantaran itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan lantaran tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”, (Undang- Undang Dasar 1945)
Kini kita hidup di alam kemerdekaan. Sudah menjadi tanggung jawab kita bersama, untuk mengisinya dengan perbuatan nyata untuk mewujudkan kehidupan yang sejahtera, aman, adil, dan makmur sebagai wujud rasa syukur kita kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh lantaran itu, kemerdekaan ini merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa, menyerupai yang tersurat dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi:

Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. (Undang-Undang Dasar 1945)

Berbicara mengenai karakter bangsa Indonesia, dahulu pada zaman penjajahan, sering dilontarkan bahwa orang Indonesia, khususnya Melayu, ialah pemalas. Bahkan, stereo type orang Jawa dikenal sebagai lemah lembut, tulus apa adanya, kemudian dengan begitu saja orang Belanda menganggap mereka tak mungkin mempunyai sikap melawan atau memberontak. Adalah sejarah sebagai faktor penggagas perubahan yang sanggup menandakan sesuatu yang dianggap mustahil menjadi keniscayaan. Sejarah mencatat bahwa betapa kelirunya anggapan seorang H.J. van Mook, terhadap tabiat orang Jawa pada masa revolusi. Dari pernyataan seorang pakar sosiologi Belanda, W.F. Wertheim, diketahui bahwa penilaian van Mook sebagai gubernur jenderal yang bertugas mengembalikan penjajahan Belanda di Indonesia, telah keliru menilai karakter orang Jawa. Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, Wertheim yang bekerja sebagai perwakilan Palang Merah, menyampaikan bahwa:

My Experiences there as a Red Cross representative made me view the Indonesian revolution as an extremely serious affair. But van Mook lightly dismissed the idea‘Ten shipsloads of food and textiles from Australia, and the whole population of Java will flow to the ports to unload the ships. That will be the end of the rebellion” (Wertheim 1974:11).

Pengalaman Wertheim berawal dari menyaksikan zaman yang sedang berubah dengan cepat dan radikal. Masa revolusi Indonesia memperlihatkan dengan terperinci bangsa yang bertekad merebut dan mempertahankan kemerdekaan dengan segenap jiwa dan raganya. Terbentuknya karakter orang Jawa yang pantang mengalah dan tidak luluh hanya lantaran iming- iming makanan dan tekstil yang akan dibagikan Belanda itu. Penilaian van Mook itu ternyata luput, ketika bukan saja orang Jawa tidak berebut makanan dan pakaian, yang telah siap dibongkar dari kapal Belanda itu, tetapi juga suku-suku bangsa lainnya. Bahkan mereka semua, melalui laskar dan barisan perjuangan, melaksanakan perlawanan dengan keberanian hingga penjajahan Belanda berakhir di tahun 1949.

Sudah tentu perlawanan terhadap penjajahan Belanda tidak hanya terjadi di Jawa, hampir di setiap tempat memperlihatkan semangat usaha yang tinggi sebagai cermin rasa cinta tanah air. Sebut saja Teuku Umar dan Cut Nyak Dien di Aceh, Tuanku Imam Bonjol di Sumatra Barat, Pangeran Antasari di Kalimantan, Sultan Hasanuddin di Makassar, Pattimura di Maluku, kalau para pejuang dan jagoan nasional itu ialah mereka yang berjuang melawan kolonial Belanda. Pada masa pergerakan dan kemerdekaan Indonesia dari tempat lain muncul pejuang- pejuang menyerupai Sam Ratulangi dari Minahasa, Frans Kaisiepo dan Silas Papare dari Papua dan Opu Daeng Risaju dari Makassar.

Tujuan
Berdasarkan pengertian di atas, maka tujuan pembelajaran mata pelajaran Sejarah Indonesia semoga siswa mempunyai kemampuan untuk:
a. Menumbuhkan kesadaran dalam diri siswa sebagai pecahan dari bangsa Indonesia yang mempunyai rasa gembira dan cinta akan tanah air, melahirkan tenggang rasa dan sikap toleran yang sanggup diimplementasikan dalam aneka macam bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
b. Menumbuhkan pemahaman siswa terhadap diri sendiri, masyarakat, dan proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang.
c. Membangun kesadaran siswa ihwal pentingnya konsep ruang dan waktu dalam rangka memahami perubahan dan keberlanjutan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia.
d. Mengembangkan kemampuan berpikir historis (historical thinking) yang menjadi dasar untuk kemampuan berpikir logis, kreatif, inspiratif, dan inovatif.
e. Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan siswa terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa lampau.
f. Mengembangkan sikap yang didasarkan pada nilai dan moral yang tercermin pada karakter diri, masyarakat dan bangsa.
g. Menanamkan sikap berorientasi ke masa depan.

Ruang Lingkup
Mata pelajaran Sejarah Indonesia Kelas XII membahas materi yang meliputi Perjuangan Menghadapi Ancaman Disintegrasi Bangsa; Kehidupan Politik dan Ekonomi Indonesia; dan Kontribusi Bangsa Indonesia dalam Perdamaian Dunia. Materi ini disajikan dalam enam bab, yaitu Bab I Perjuangan Menghadapi Ancaman Disintegrasi Bangsa; Bab II Sistem dan Struktur Politik dan Ekonomi Masa Demokrasi Parlementer; Bab III Sistem dan Struktur Politik dan Ekonomi Masa Demokrasi Terpimpin; Bab IV Sistem dan Struktur Politik dan Ekonomi Masa Orde Baru; Bab V Sistem dan Struktur Politik dan Ekonomi Masa Reformasi; dan Bab VI Indonesia dalam Panggung Dunia.
Struktur KI dan KD Mata Pelajaran Sejarah IndonesiaMata pelajaran Sejarah Indonesia untuk Kelas XII SMA/SMK/MA/MAK mempunyai 4 (empat) Kompetensi Inti (KI) yang menjadi 18 Kompetensi Dasar (KD) dan sanggup disajikan sebagai berikut.
3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan talenta dan minatnya untuk memecahkan masalah.
3.1 Menganalisis upaya bangsa Indonesia dalam menghadapi bahaya disintegrasi bangsa antara lain PKI Madiun 1948, DI/TII, APRA, Andi Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G 30 S/PKI.
3.2 Mengevaluasi kiprah dan nilai-nilai usaha tokoh nasional dan tempat dalam mempertahankan keutuhan negara dan bangsa Indonesia pada masa 1945-1965.
3.3 Menganalisis perkembangan kehidupan politik dan ekonomi bangsa Indonesia pada masa awal kemerdekaan hingga masa Demokrasi Liberal.
3.4 Menganalisis perkembangan kehidupan politik dan ekonomi bangsa Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin.
3.5 Menganalisis perkembangan kehidupan politik dan ekonomi bangsa Indonesia pada masa Orde Baru.
3.6 Menganalisis perkembangan kehidupan politik dan ekonomi bangsa Indonesia pada masa awal Reformasi.
3.7 Mengevaluasi kiprah pelajar, mahasiswa, dan perjaka dalam perubahan politik dan ketatanegaraan Indonesia.
3.8 Mengevaluasi kiprah bangsa Indonesia dalam perdamaian dunia, antara lain KAA, Misi Garuda, Deklarasi Djuanda, Gerakan NonBlok, ASEAN, OKI, dan Jakarta Informal Meeting.
3.9 Mengevaluasi kehidupan bangsa Indonesia dalam membuatkan ilmu pengetahuan dan teknologi pada kurun kemerdekaan (sejak Proklamasi hingga dengan Reformasi).

4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah absurd terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara sanggup berdiri diatas kaki sendiri dan bisa memakai metoda sesuai kaidah keilmuan.
4.1 Merekonstruksi upaya bangsa Indonesia dalam menghadapi bahaya disintegrasi bangsa antara lain PKI Madiun 1948, DI/TII, APRA, Andi Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G 30 S/PKI dan menyajikannya dalam bentuk kisah sejarah.
4.2 Menuliskan kiprah dan nilai-nilai usaha tokoh nasional dan tempat yang berjuang mempertahankan keutuhan negara dan bangsa Indonesia pada masa 1945-1965.
4.3 Merekonstruksi perkembangan kehidupan politik dan ekonomi bangsa Indonesia pada masa awal Kemerdekaan hingga masa Demokrasi Liberal dan menyajikannya dalam bentuk laporan tertulis.
4.4 Melakukan penelitian sederhana ihwal kehidupan politik dan ekonomi bangsa Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin dan menyajikannya dalam bentuk laporan tertulis.
4.5 Melakukan penelitian sederhana ihwal perkembangan kehidupan politik dan ekonomi bangsa Indonesia pada masa Orde Baru dan menyajikannya dalam bentuk laporan tertulis.
4.6 Melakukan penelitian sederhana ihwal perkembangan kehidupan politik dan ekonomi bangsa Indonesia pada masa awal Reformasi dan menyajikannya dalam bentuk laporan tertulis.
4.7 Menulis sejarah ihwal kiprah pelajar, mahasiswa, dan perjaka dalam perubahan politik dan ketatanegaraan Indonesia.
4.8 Menyajikan hasil telaah ihwal kiprah bangsa Indonesia dalam perdamaian dunia, antara lain KAA, Misi Garuda, Deklarasi Djuanda, Gerakan Non-Blok, ASEAN, OKI, dan Jakarta Informal Meeting serta menyajikannya dalam bentuk laporan tertulis.
4.9 Membuat studi penilaian ihwal kehidupan bangsa Indonesia dalam membuatkan ilmu pengetahuan dan teknologi di kurun Kemerdekaan (sejak Proklamasi hingga dengan Reformasi) dalam bentuk goresan pena dan/atau media lain.

Empat Kompetensi Inti (KI) yang kemudian dijabarkan menjadi 8 Kompetensi Dasar (KD) itu merupakan materi kajian yang akan ditransformasikan dalam kegiatan pembelajaran selama satu tahun (dua semester) yang terurai dalam 30 minggu. Agar kegiatan pembelajaran itu tidak terasa terlalu panjang maka 30 ahad itu dibagi menjadi dua bagian, 18 ahad di semester pertama dan 12 ahad di semester kedua.

Strategi dan Model Umum Pembelajaran
Pengembangan indikator
Penguasaan Kompetensi Dasar dicapai melalui proses pembelajaran dan pengembangan pengalaman berguru atas dasar indikator yang telah dirumuskan dari masing-masing KD, terutama KD-KD pembagian terstruktur mengenai dari KI ketiga.

Pengalaman Belajar
Indikator-indikator yang telah dirumuskan di atas diharapkan sanggup dicapai setelah siswa mengikuti proses pembelajaran yang telah dilakukan. Keberhasilan pencapaian indikator berarti tercapai pula KD-KD yang telah ditetapkan dalam struktur kurikulum dari mata pelajaran Sejarah Indonesia. Oleh lantaran itu, dalam kaitan pencapaian indikator tersebut guru perlu juga mengingat pengalaman berguru yang secara umum diperoleh siswa sebagaimana dirumuskan dalam KI dan KD. Beberapa pengalaman berguru itu terkait dengan:
a. Pengembangan ranah kognitif, atau pengembangan pengetahuan sanggup dilakukan dalam bentuk penguasaan materi dan derma kiprah dengan unjuk kerja; mengetahui, memahami, menganalisis, dan mengevaluasi.
b. Pengembangan ranah afektif atau pengembangan sikap (sosial) sanggup dilakukan dengan derma kiprah berguru dengan beberapa sikap dan unjuk kerja: menerima, menghargai, menghayati, menjalankan, dan mengamalkan.
c. Pengembangan ranah psikomotorik atau pengembangan keterampilan (skill) melalui kiprah berguru dengan beberapa acara mengamati, menanya, menalar, mencoba, mengolah, menyaji, dan mencipta.

Terkait dengan beberapa aspek pengalaman berguru itu maka dalam setiap pembelajaran Sejarah Indonesia di SMA/SMK/MA/MAK harus diusahakan semoga siswa bisa membuatkan proses kognitif yang lebih tinggi dari pemahaman hingga dengan metakognitif pendalaman pengetahuan dari sumber berguru yang ada. Pembelajaran diharapkan bisa membuatkan pengetahuan mulai dari menerapkan konsep, prinsip atau prosedur, menganalisis masalah, dan mengevaluasi sesuatu produk atau membuatkan keterampilan, seperti: mencoba menciptakan atau mengolah suatu informasi sejarah, menerapkan mekanisme penulisan sejarah hingga mengamalkan nilai-nilai yang diperoleh dari pembelajaran sejarah.
Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran merupakan istilah yang melingkupi seluruh proses pembelajaran. Strategi pembelajaran bermakna bagaimana proses seorang guru mengajar dan siswa berguru dalam mencapai Indikator Pembelajaran. Secara definisi taktik pembelajaran merupakan sebuah metode untuk memberikan pelajaran yang sanggup membantu siswa mencapai tujuan belajar. Strategi pembelajaran secara umum dibedakan menjadi dua yaitu yang berpusat pada guru dan berpusat pada siswa. Kurikulum 2013 mendorong kita untuk memakai taktik yang berpusat pada siswa, untuk itu dikembangkan taktik pembelajaran yang mendorong siswa untuk aktif.

a. Siswa Aktif
Kurikulum 2013 menuntut siswa untuk aktif mencari pengetahuan bukan lagi siswa pasif, yang hanya mendapatkan dari guru. Untuk itu perlu dikembangkan suatu proses pembelajaran yang aktif, inovatif dan kreatif. Kita telah mengenal aneka macam model pembelajaran aktif pada kurikulum sebelumnya, contohnya CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Namun penemuan pembelajaran terus dikembangkan hingga muncul model-model pembelajaran lainnya, menyerupai Problem Based Learning, Colaboratif Learning. Model-model pembelajaran itu mengarah pada pembelajaran yang tidak lagi menjadikan guru sebagai sumber pengetahuan atau sumber belajar. Hal ini lantaran ada perkiraan bahwa pembelajaran yang didominasi guru sanggup mengakibatkan siswa kurang aktif dan kurang kreatif dalam proses pembelajaran. Waktu sebelumnya kita mengenal satu model pembelajaran yang cukup komprehensif, yaitu PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan). Model pembelajaran ini menggambarkan keseluruhan proses berguru mengajar yang berlangsung menyenangkan dengan melibatkan siswa untuk berpartisipasi secara aktif selama dalam proses pembelajaran. Untuk mewujudkan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan tentunya diharapkan ide-ide kreatif dan inovatif dari guru dalam menentukan metode dan merancang taktik pembelajaran. Proses pembelajaran yang dilakukan dengan aktif dan menyenangkan diharapkan lebih efektif dalam mencapai Indikator Pembelajaran. Namun perlu diperhatikan pula bahwa pembelajaran yang aktif dan menyenangkan tidak akan efektif apabila tujuan berguru tidak tercapai dengan baik.

Pada dasarnya inti konsep PAIKEM terletak pada kemampuan guru untuk melaksanakan pemilihan taktik dan metode pembelajaran yang inovatif. Strategi pembelajaran yang sanggup menciptakan siswa aktif ialah taktik pembelajaran yang berorientasi pada siswa (Student Center Learning/SCL). Penerapan taktik pembelajaran PAIKEM mendudukkan guru sebagai fasilitator yaitu memfasilitasi siswa dalam berguru sehingga siswa memperoleh pengetahuan berdasarkan pengalaman sendiri, bukan dari guru.

Model PAIKEM banyak memakai taktik pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning). Karakteristik model pembelajaran CTL meliputi:
  1. Materi dipilih berdasarkan kebutuhan siswa.
  2. Siswa terlibat secara aktif.
  3. Materi pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata.
  4. Materi dikaitkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
  5. Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang ilmu.
  6. Proses berguru berisi kegiatan untuk menemukan, menggali informasi, berdiskusi, berpikir kritis, mengerjakan proyek dan pemecahan dilema (melalui kerja kelompok).
  7. Pembelajaran terjadi di aneka macam tempat, sesuai dengan konteksnya.
  8. Hasil berguru diukur melalui penerapan penilaian autentik.

Model PAIKEM menuntut guru untuk kreatif memakai aneka macam metode, alat, media pembelajaran dan sumber belajar. Supaya guru mempunyai wawasan luas ihwal metode pembelajaran yang mendukung siswa aktif, berikut ini diperkenalkan contoh-contoh metode pembelajaran yang berorientasi pada siswa.

1) Metode Artikulasi
Langkah-langkah:
a) Guru memberikan kompetensi yang ingin dicapai
b) Guru menyajikan materi sebagaimana biasa
c) Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang
d) Menugaskan salah satu siswa dari pasangan itu menceritakan materi yang gres diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil menciptakan catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya.
e) Menugaskan siswa secara bergiliran/diacak memberikan hasil wawancaranya dengan sahabat pasangannya. Sampai sebagian siswa sudah memberikan hasil wawancaranya.
f) Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa
g) Kesimpulan/penutup.

2) Metode Jigsaw
Langkah-langkah:
a) Siswa dikelompokkan ke dalam = 4 anggota tim.
b) Tiap orang dalam tim diberi pecahan materi yang berbeda.
c) Tiap orang dalam tim diberi pecahan materi yang ditugaskan.
d) Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub pecahan yang sama bertemu dalam kelompok gres (kelompok ahli) untuk mendiskusikan subbab mereka.
e) Setelah selesai diskusi sebagai tim jago tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar sahabat satu tim mereka ihwal subbab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh.
f) Tiap tim jago mempresentasikan hasil diskusi.
g) Guru memberi evaluasi.
h) Penutup.
3) Metode Picture and Picture
Langkah-langkah:
a) Guru memberikan kompetensi yang ingin dicapai.
b) Menyajikan materi sebagai pengantar.
c) Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi.
d) Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
e) Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
f) Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
g) Kesimpulan/rangkuman.

4) Metode Student Facilitator and Explaining
Langkah-langkah:
a) Guru memberikan kompetensi yang ingin dicapai.
b) Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi.
c) Memberikan kesempatan siswa untuk menjelaskan kepada siswa lainnya contohnya melalui bagan/peta konsep.
d) Guru menyimpulkan ide/pendapat dari siswa.
e) Guru menerangkan semua materi yang disajikan dikala itu.
f) Penutup.

5) Metode Example non Example
Langkah-langkah:
a) Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan Indikator Pembelajaran.
b) Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP.
c) Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memperhatikan/menganalisis.
d) Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisis gambar tersebut dicatat pada kertas.
e) Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
f) Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.
g) Kesimpulan.
6) Metode Think Pair and Share
Langkah-langkah:
a) Guru memberikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai.
b) Siswa diminta untuk berpikir ihwal materi/permasalahan yang disampaikan guru.
c) Siswa diminta berpasangan dengan sahabat sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing.
d) Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya.
e) Berawal dari kegiatan tersebut, Guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa.
f) Guru memberi kesimpulan.
g) Penutup.

7) Two Stay Two Stray
Langkah-langlah:
a) Siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah empat orang.
b) Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok menjadi tamu ke kelompok yang lain
c) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka
d) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain
e) Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka

Hal yang harus diperhatikan oleh siswa dan guru dalam proses pembelajaran Sejarah Indonesia sebagai berikut.
  1. Setiap awal pembelajaran, siswa harus sudah membaca teks yang tersedia di dalam buku teks pelajaran Sejarah Indonesia.
  2. Siswa harus memperhatikan beberapa hal yang dipandang penting menyerupai istilah, konsep atau insiden penting, bahkan mungkin angka tahun yang mempunyai makna atau dampak yang sangat berpengaruh dan luas dalam insiden sejarah yang berikutnya. Oleh lantaran itu, setiap siswa perlu memahami prinsip lantaran akhir dalam insiden sejarah.
  3. Siswa harus memperhatikan dan mencermati beberapa gambar, foto, peta atau ilustrasi lain yang terdapat pada buku teks. 

Untuk bisa membuatkan pembelajaran Sejarah Indonesia ini menjadi lebih menarik, guru harus menambah banyak sumber bacaan atau literatur lain yang relevan dengan materi yang akan dibelajarkan. Sehingga wawasan guru terhadap materi yang akan dibelajarkan semakin luas. Hal ini tentu akan membantu dalam proses pembelajaran. Selain guru, proses berguru Kurikulum 2013 juga menuntut siswa untuk memperbanyak sumber belajar, menambah bacaan buku sejarah lain yang relevan. Kemudian dalam kegiatan pembelajaran Sejarah Indonesia siswa perlu banyak melaksanakan pengamatan objek sejarah dan banyak mempelajari insiden sejarah baik yang ada di lingkungannya ataupun di tempat lainnya.

b. Pembelajaran Berbasis Nilai
Pembelajaran Sejarah Indonesia terkait dengan pengembangan nilai- nilai kebangsaan dan nasionalisme, di samping nilai-nilai kejujuran, kearifan, menghargai waktu, ketertiban/kedisiplinan dan nilai-nilai yang lain. Oleh lantaran itu, dalam pembelajaran Sejarah Indonesia pendekatan pembelajaran berbasis nilai penting untuk dikembangkan. Bagaimana nilai-nilai kesejarahan atau nilai kebangsaan, nasionalisme, patriotisme, persatuan, kejujuran, kearifan itu sanggup dihayati dan sanggup diamalkan oleh siswa pada kehidupan sehari-hari. Pembelajaran dengan materi biografi atau usaha para tokoh penting untuk disajikan. Model pembelajaran LVE (Living Values Education) cocok untuk melaksanakan pembelajaran sejarah.

c. Pendekatan saintifik
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern, dalam pembelajaran memakai pendekatan ilmiah sebagai katalisator utamanya. Pendekatan saintifik (scientific approach) merupakan sebuah jalan menuju perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan siswa dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah. Dalam konsep pendekatan saintifik yang disampaikan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ada 7 kriteria dalam pendekatan saintifik, yaitu:
  1. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang sanggup dijelaskan dengan logika atau kebijaksanaan sehat tertentu.
  2. Penjelasan guru, respons siswa dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta-merta, memahami, memecahkan dilema dan mengaplikasikan materi pembelajaran.
  3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analitis dan sempurna dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan dilema dan mengaplikasikan materi pembelajaran.
  4. Mendorong dan menginspirasi siswa bisa berpikir hipotetis dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.
  5. Mendorong dan menginspirasi siswa dalam memahami, menerapkan dan membuatkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespons materi pembelajaran.
  6. Berbasis pada konsep, teori dan fakta empiris yang sanggup dipertanggung jawabkan.
  7. Indikator pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, tetapi menarik sistem penyajiannya.

Dalam proses pembelajaran saintifik, siswa dituntut secara aktif membangun pengetahuannya sendiri melalui acara ilmiah yaitu mengamati (observing), menanya (questioning), menalar (associating), mencoba (experimenting), dan membentuk jejaring (networking). Dalam proses pembelajaran saintifik, berguru itu bukan hanya di ruang kelas, namun juga di lingkungan sekolah atau lingkungan masyarakat. Di sisi lain guru lebih bertindak sebagai scaffolding ketika siswa mengalami kesulitan, guru bukan satu-satunya sumber ilmu. Sikap tidak hanya diajarkan secara verbal, namun melalui contoh, keteladanan dan praksis.

Untuk lebih memahami lima pengalaman berguru melalui pendekatan saintifik, perlu memperhatikan lima pengalaman berguru berikut ini.

Mengamati
Dalam pembelajaran sejarah, kegiatan mengamati dilakukan dengan membaca dan menyimak materi bacaan atau mendengar klarifikasi guru atau mengamati foto/gambar/diagram/film yang di- tunjukkan atau ditentukan guru. Agar lebih efektif kegiatan mengamati ini, tentunya guru sudah menentukan objek dan atau dilema dan aspek yang akan dikaji.

Menanya
Setelah proses mengamati selesai, maka acara berikutnya ialah siswa mengajukan sejumlah pertanyaan berdasarkan hasil pengamatannya. Jadi, acara menanya bukan acara yang di- lakukan oleh guru, melainkan oleh siswa berdasarkan hasil pengamatan yang telah mereka lakukan. Dalam pelaksanaannya, guru memperlihatkan motivasi atau dorongan semoga siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan lanjutan dari apa yang sudah mereka baca dan simpulkan dari kegiatan di atas. Siswa sanggup dilatih bertanya dari pertanyaan yang faktual hingga pertanyaan-pertanyaan yang bersifat hipotetis (bersifat kausalitas).

Mengumpulkan Informasi
Setelah melewati proses menanya, acara berikut dalam kegiatannya ialah mengumpulkan data dan informasi dari aneka macam sumber menyerupai buku, dokumen, artefak, fosil, termasuk melaksanakan wawancara kepada narasumber. Data dan informasi sanggup diperoleh secara pribadi dari lapangan (data primer) maupun dari aneka macam materi bacaan (data sekunder). Hasil pengumpulan data tersebut kemudian menjadi materi bagi siswa untuk melaksanakan penalaran. Misalnya mengumpulkan informasi atau data ihwal pemberontakan- pemberontakan tempat pada masa awal kemerdekaan.

Mengasosiasi/Menalar
Setelah data terkumpul melalui proses mengumpulkan informasi, langkah berikutnya ialah mengolah informasi atau data yang telah dikumpulkan. Pengolahan dan analisis data terkait dengan hasil pengamatan dan kegiatan pengumpulan informasi/data, maupun pengolahan dan analisis informasi/data untuk menambah keluasan dan kedalaman. Pengolahan atau analisis informasi untuk mencari solusi dari aneka macam sumber yang mempunyai pendapat berbeda bahkan hingga pendapat yang bertentangan sehingga sanggup ditarik kesimpulan. Misalnya mengolah informasi atau menganalisis ihwal pemberontakan PKI Madiun 1948.

Mengomunikasikan
Setelah proses mengelola informasi selesai dilakukan, dilanjutkan dengan/melalui penyampaian hasil dan temuan atau kesimpulan berdasarkan hasil analisis, baik secara lisan, tertulis atau media lainnya. Misalnya hasil diskusi kelompok dipresentasikan, karya tulis dipajang di “Majalah Dinding” atau dimuat di surat kabar atau majalah sekolah.

d. Kemampuan Berpikir Sejarah
Di samping beberapa pendekatan tersebut, dalam pembelajaran Sejarah Indonesia perlu juga dikembangkan kemampuan berpikir sejarah (historical thinking). Karena untuk bisa memahami insiden sejarah harus dengan pendekatan pemikiran sejarah. Hal yang terkait dengan kemampuan berpikir sejarah ini ialah kemampuan berpikir kronologis, memperhatikan prinsip lantaran akhir dan prinsip perubahan dan keberlanjutan.

1. Kronologis
Istilah kronologis sangat familier di lingkungan masyarakat. Kronologis, berasal dari kata kronologi, dengan akar katanya dari bahasa Yunani, chronos yang berarti waktu dan logos yang berarti ilmu, jadi kronologi ialah ilmu ihwal pengukuran kesatuan waktu. Di sisi lain kata kronologi juga mempunyai makna urutan waktu dari sejumlah insiden atau peristiwa. Sedangkan kronologis mempunyai makna berdasarkan urutan dalam penyusunan sejumlah insiden atau peristiwa. Kronologis juga bisa dimaknai sebagai rangkaian insiden yang berada dalam setting urutan waktu. Definisi inilah yang kita gunakan dalam proses berpikir sejarah. Salah satu sifat dari insiden sejarah itu kronologis. Karena sejarah tidak lepas dari ruang dan waktu. Oleh lantaran itu, dalam mempelajari sejarah, setiap siswa dilatih untuk memahami bahwa setiap insiden itu berada pada ruang dan waktu. Misalnya dalam insiden sekitar Proklamasi kita susun: tanggal 15 Agustus 1945, tanggal 16 Agustus 1945, dan tanggal 17 Agustus 1945. Tanggal 15 Agustus 1945 diketahui Jepang menyerah, tanggal 16 Agustus 1945 insiden Rengasdengklok, tanggal 17 Agustus 1945, terjadi insiden Proklamasi. Dalam konsep waktu sejarah dikenal juga ada “waktu lampau” yang bersambung dengan “waktu sekarang” dan “waktu sekarang” akan bersambung dengan “waktu yang akan datang”. Dengan berpikir secara kronologis akan melatih hidup tertib dan bekerja secara sistematis.

2. Konsep lantaran akibat
Dalam proses berpikir sejarah juga dikenal prinsip kausalitas atau prinsip lantaran akhir dari sebuah peristiwa. Konsep lantaran akhir ini merupakan hal yang sangat penting dalam memperlihatkan klarifikasi ihwal terjadinya sebuah insiden sejarah. Karena dalam setiap insiden sejarah ada faktor penyebab dan faktor akhir yang akan dimunculkan dari sebuah peristiwa. Akibat dari insiden itu akan menjadi lantaran pada insiden yang berikutnya demikian seterusnya. Coba lihat diagram berikut ini.
Sebab insiden akhir lantaran insiden akhir Sebab dari sebuah insiden sejarah itu bisa pribadi dan sangat dekat dengan insiden sejarah namun bisa juga jauh dari waktu peristiwa- nya. Sebagai teladan insiden Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, mengapa terjadi insiden Proklamasi Kemerdekaan. Ini sebuah perjalanan panjang usaha bangsa Indonesia menuju sebuah kemerdekaan. Atau insiden Rengasdengklok tentu penyebabnya ingin segera memerdekaan diri dari penjajahan yang panjang.

Pertanyaan lainnya contohnya kenapa mahasiswa dan masyarakat Indonesia di kurun 1990 melaksanakan demonstrasi menuntut reformasi? Atau mengapa Kartosuwiryo mendeklarasikan kemerdekaan Negara Islam Indonesia? Atau pertanyaan-pertanyaan lainnya terkait sebab.

3. Perubahan dan keberlanjutan
Perubahan merupakan konsep yang sangat penting dalam sejarah. Namun tidak semua insiden sanggup berakibat pada terjadinya perubahan. Hanya insiden yang menimbulkan perubahan yang dikatakan sebagai insiden sejarah sehingga hakikat sejarah ialah sebuah perubahan. Perubahan merupakan proses bergeser atau beralih dari suatu keadaan atau realitas yang satu ke keadaan atau realitas yang lain, dari tempat yang satu ke tempat yang lain, dari waktu yang satu ke waktu yang lain. Misalnya perubahan dari keadaan bangsa yang terjajah menjadi bangsa yang merdeka setelah terjadi insiden Proklamasi 17 Agustus 1945. Tetapi sekalipun insiden tersebut telah berlalu ada aspek-aspek tertentu yang tersisa dan masih berlanjut. Sebagai teladan insiden Proklamasi. Status kita berubah dari bangsa terjajah menjadi bangsa merdeka, tetapi dalam bidang aturan menyerupai UU Hukum Pidana kita masih memakai UU Hukum Pidana zaman Belanda. Dalam pembelajaran sejarah Indonesia siswa harus memahami hakikat perubahan yang terjadi dalam insiden sejarah begitu juga yang terkait dengan keberlanjutan. Dengan memahami konsep itu siswa akan lebih memahami setiap insiden sejarah yang dipelajarinya. Konsep ini juga memperlihatkan pengalaman berguru bahwa hidup ini mengandung perubahan, perubahan itu diusahakan menuju yang lebih baik. Tugas guru bagaimana mengantarkan pemahaman ini kepada siswa.

e. Model Pembelajaran
Dalam Kurikulum 2013 direkomendasikan untuk dikembangkan beberapa model pembelajaran, yakni: pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran discovery/inquiry, model values exploration (Eksplorasi Nilai).

1) Pembelajaran berbasis masalah
Pembelajaran berbasis dilema merupakan sebuah pendekatan dan juga model pembelajaran yang menyajikan dilema kontekstual sehingga merangsang siswa untuk belajar. Adapun langkah- langkahnya:
  • Merumuskan masalah.
  • Mendeskripsikan masalah.
  • Merumuskan hipotesis.
  • Mengumpulkan data dan analisis data.
2) Pembelajaran berbasis proyek
Pembelajaran berbasis proyek merupakan metode berguru yang memakai masalah, isu-isu kasatmata atau konsep dan insiden yang kontroversi dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Dalam pembelajaran ini siswa melaksanakan investigasi, menciptakan keputusan dan memperlihatkan kesempatan siswa untuk bekerja sanggup berdiri diatas kaki sendiri dan membuatkan kreativitasnya. Adapun langkah-langkahnya:
  • Penentuan pertanyaan mendasar.
  • Menyusun planning proyek.
  • Menyusun jadwal.
  • Memonitoring hasil proyek.
  • Menguji hasil.
  • Evaluasi pengalaman.
3) Pembelajaran discovery learningModel discovery learning ialah teori berguru yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi dan menyelesaikannya sendiri. Langkah-langkahnya:
Persiapan: semenjak dari merumuskan tujuan, penentuan topik, membuatkan dan seleksi materi ajar.
Pelaksanaan:
  • Pemberian rangsangan/motivasi dengan menciptakan materi/problem yang akan dipecahkan agak membingungkan/dilematis.
  • Identifikasi dan merumuskan masalah
  • Pengumpulan data
  • Analisis data
  • Pembuktian/verifikasi
  • Kesimpulan/generalisasi
4) Model Values Exploration (Eksplorasi Nilai).
Pengertian model eksplorasi nilai ialah pembelajaran yang berorentasi pada pengembangan nilai-nilai sejarah Indonesia. Model pembelajaran ini berawal dari pemikiran "students will demontrastrate skills as they explore and analyse values" bahwa siswa akan mendemonstrasikan aneka macam keterampilan. Model pembelajaran ini berorentasi pada pemahaman sejarah dan sangat mendukung Kurikulum 2013. Model pembelajaran ini mengajak siswa untuk mengeksplorasikan dilema atau tema-tema yang terkait dengan sejarah Indonesia.

Di dalam menerapkan aneka macam model pembelajaran tersebut, guru perlu memakai pendekatan scientifik dengan lima langkah menyerupai telah diterangkan sebelumnya.

Buku Siswa Sejarah Indonesia Kelas XII terdiri atas enam bab. Materi pelajaran ini diberikan dalam waktu satu tahun dan memerlukan waktu sekitar 30 minggu. Untuk mata pelajaran Sejarah Indonesia diberikan waktu 2 jam per minggu.

Penilaian Hasil Belajar

1. Pemahaman Konsep Penilaian
Kita sering kali dihadapkan dengan aneka macam konsep dalam proses penilaian hasil belajar, contohnya penilaian, evaluasi, tes, dan pengukuran. Istilah penilaian dan penilaian berbeda secara konsepsional namun mempunyai relasi yang erat. Di sisi lain ada pula yang menyamakan istilah penilaian dan penilaian dengan tes dan pengukuran. Agar tidak terjadi kesalahan persepsi, perlu dipahami arti dari istilah-istilah tersebut.

Tes pada hakikatnya merupakan suatu alat yang berisi serangkaian kiprah yang harus dikerjakan atau soal-soal tertentu yang harus dijawab oleh siswa untuk mengukur suatu aspek sikap tertentu. Tes berfungsi untuk mengukur tingkat kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran yang telah disampaikan. (Arifin, 2009).

Pengukuran merupakan suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas atas sesuatu aktivitas. Dalam proses pengukuran, guru memakai alat ukur baik berupa tes maupun nontes. (Arifin, 2009).

Penilaian merupakan suatu kegiatan untuk memperlihatkan aneka macam informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh ihwal proses dan hasil yang telah dicapai siswa. (Arifin, 2009).

Evaluasi ialah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas dari sesuatu berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka pembuatan keputusan. (Arifin, 2009).
Penilaian pembelajaran merupakan pecahan dari penilaian pembelajaran. Proses ini merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru. Di sisi lain penilaian merupakan salah satu komponen penting dan tahapan yang harus ditempuh oleh guru semoga bisa mengetahui keefektifan belajar.

Prinsip Penilaian Hasil Belajar Sejarah
Guru dalam melaksanakan penilaian hasil berguru siswa harus dilakukan secara berkelanjutan mulai dari awal pembelajaran hingga siswa menuntaskan pendidikan di satuan pendidikan tertentu. Apabila siswa belum memperlihatkan hasil berguru yang sesuai dengan indikator pembelajaran, maka guru wajib melaksanakan tindakan perbaikan terhadap siswa, baik berupa remedial, memperlihatkan pesan yang tersirat atau memperlihatkan kiprah yang mendidik, atau bentuk lain yang sesuai dengan kaidah pendidikan sehingga indikator pembelajaran sanggup tercapai. Di sinilah guru ikut melibatkan orang renta dalam proses pembelajaran.

Untuk memperoleh informasi ihwal pengetahuan, kemampuan berpikir, keterampilan, nilai, sikap, dan sikap lain yang terkait dengan hasil berguru sejarah siswa, guru harus memakai aneka macam instrumen. Oleh lantaran itu, guru harus menjelaskan kriteria penilaian yang dipakai untuk uji kompetensi atau kiprah yang diberikan sehingga siswa tahu apa yang harus dikerjakan dan apresiasi yang diperolehnya kalau mengerjakan sesuai dengan kriteria yang ada.

Perilaku Hasil Belajar Sejarah

Perilaku hasil berguru siswa sanggup dilihat dari acara yang dilakukan baik berupa ucapan, tulisan, dan perbuatan.
a. Bentuk Ucapan
Penilaian hasil berguru melalui ucapan sanggup dilakukan setiap dikala ketika siswa memakai kata-kata dan kalimat yang mencerminkan pengetahuan, pemahaman, nilai yang dimiliki atau sikap tertentu. Melalui ucapan tersebut kita bisa mengetahui pengetahuan dan pemahaman fakta sejarah, pemahaman dan penggunaan konsep sejarah, serta sikap dan nilai-nilai yang diperoleh dari berguru suatu insiden sejarah yang diperoleh siswa. Hal ini bisa kita peroleh melalui acara diskusi, presentasi, dan tanya jawab.

b. Bentuk Tulisan
Pengetahuan dan pemahaman ihwal fakta, cara berpikir, ke- terampilan, nilai-nilai, dan sikap yang diperoleh dari hasil berguru sejarah dari siswa sanggup kita ketahui ketika penerima didik menjawab secara tertulis terhadap suatu pertanyaan. Bisa juga dari catatan yang dibentuk siswa setiap hari ketika mengikuti kegiatan berguru sejarah atau dari makalah yang dibentuk siswa ihwal insiden sejarah tertentu.

c. Bentuk Perbuatan

Sikap dan keterampilan hasil berguru sejarah dari siswa sanggup terlihat ketika siswa mengunjungi suatu objek sejarah, memperlakukan suatu dokumen sejarah, benda sejarah yang ada di lingkungan sekitar atau yang mungkin dimiliki keluarga, atau pada waktu mengikuti suatu upacara yang terkait dengan suatu insiden sejarah.

4. Pendekatan Penilaian Hasil Belajar Sejarah
Penilaian hasil berguru sejarah perlu mengubah tradisi yang menjadikan penilaian sebagai alat untuk menentukan keberhasilan dan ketidakberhasilan siswa ke prinsip penilaian kelas (classroom assessment) yang menjadikan tindakan penilaian untuk mengetahui kelemahan mereka dan menjadi dasar bagi guru untuk membantu siswa mengatasi kelemahan siswa dalam berguru sejarah.

Penilaian hasil berguru sejarah difokuskan terutama dalam penilaian kemampuan berpikir, keterampilan, dan sikap siswa tanpa mengabaikan pengetahuan faktual penting dalam sejarah (angka tahun, nama peristiwa, pelaku, tempat, dan jalannya kisah sejarah).

Pemanfaatan tes tertulis dalam penilaian hasil berguru sejarah dipakai secara terbatas untuk mengetahui penguasaan mengenai pengetahuan sejarah (fakta, konsep, dan prosedur). Untuk kemampuan berfikir dan keterampilan sejarah serta nilai dan sikap dipakai instrumen yang dikembangkan dari penilaian autentik dan instrumen lainnya.

Nilai dan Kriteria
A : Pendapat yang dikemukakan sangat baik berdasarkan analisis data yang kredibel, sangat memadai, logis, dan didukung sumber
B :  Pendapat yang dikemukakan baik berdasarkan analisis data yang kredibel dan memadai
C :  Pendapat yang dikemukakan cukup baik berdasarkan analisis data yang kredibel dan cukup
D : Pendapat yang dikemukakan tidak berdasarkan analisis data yang cukup

Penilaian yang diberikan berdasarkan besaran angka 1–4, penggunaan angka 1 diberikan untuk nilai D dan merupakan penilaian terendah angka terendah dan penggunaan angka 4 untuk nilai A dan merupakan nilai tertinggi. Antara D-C diberikan penilaian C-, antara C - B diberikan penilaian C+ dan B-, antara B - A dipakai B+ dan A-. Keseluruhan nilai yang dipakai ialah D, C-, C, C+, B-, B, B+, A- dan A.

5. Penilaian Autentik
a. Pengertian
Menurut Mueller (2006), penilaian autentik merupakan penilaian pribadi dan ukuran pribadi (Rustaman). Penilaian yang dilakukan pada dikala proses pembelajaran berlangsung akan lebih terperinci dan lebih autentik. Misalnya menilai kemampuan berargumentasi, berdiskusi, presentasi atau keterampilan dalam menciptakan peta, makalah atau keterampilan lainnya yang diperlukan. Penilaian autentik sering disebut sebagai penilaian kinerja, dimana suatu penilaian dikatakan autentik apabila secara pribadi mengamati acara siswa dan merupakan penilaian kinerja pada situasi yang nyata. Penilaian autentik merupakan pengukuran yang bermakna signifikan atas hasil berguru siswa untuk ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

Penilaian autentik merupakan salah satu unsur dalam penilaian berbasis kelas. Penilaian berbasis kelas sanggup diartikan sebagai suatu proses pengumpulan, pelaporan dan penggunaan data dan informasi ihwal hasil berguru siswa untuk memutuskan tingkat pencapaian dan penguasaan siswa atas tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. (Arifin, 2009). Tujuan pendidikan di sini ialah kompetensi inti, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian hasil berguru yang telah ditetapkan dalam kurikulum.

Penilaian autentik dalam Kurikulum 2013 sangat relevan dengan pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Penilaian autentik bisa menggambarkan peningkatan hasil berguru siswa, baik dalam rangka observasi, menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain.

b. Ciri Penilaian Autentik
Pada penilaian autentik, kemampuan berpikir yang dinilai ialah level konstruksi, aplikasi, dan berfokus pada siswa. Ciri-ciri penilaian autentik ialah (Kunandar, 2013).
  1. Mengukur semua aspek pembelajaran mulai dari kinerja hingga hasil atau produk.
  2. Penilaian siswa harus mengukur aspek kinerja dan produk yang merupakan cerminan kompetensi siswa secara nyata dan objektif.
  3. Guru melaksanakan penilaian dilakukan pada dikala dan sehabis proses pembelajaran berlangsung.
  4. Guru melaksanakan penilaian dengan memakai aneka macam cara dan aneka macam sumber penilaian untuk menggali informasi yang menggambarkan kompetensi siswa.
  5. Tes hanya merupakan salah satu alat pengumpul data penilaian.
  6. Penilaian yang dilakukan harus secara komprehensif terhadap siswa sehingga kompetensi siswa sanggup tercapai.
  7. Tugas-tugas yang diberikan kepada siswa merupakan cerminan dari kehidupan siswa yang nyata dan dilakukan secara terus-menerus sehingga siswa sanggup menceritakan kembali pengalamannya tersebut.
  8. Menekankan pada kedalaman pengetahuan dan keahlian siswa.

c. Karakteristik Penilaian Autentik
Karakeristik yang dimiliki oleh penilaian autentik ialah (Kunandar, 2013)
  1. Dapat dipakai untuk mengukur pencapaian kompetensi secara formatif atau sumatif.
  2. Mampu mengukur keterampilan dan kinerja bukan hanya mengingat fakta.
  3. Dilakukan secara terus-menerus dan merupakan satu kesatuan yang utuh, baik dalam penilaian suatu proses ataupun hasil belajar.
  4. Dapat dipergunakan sebagai umpan balik terhadap pencapaian kompetensi siswa secara komprehensif.

d. Jenis-jenis Penilaian Autentik
Agar penilaian autentik sanggup berjalan dengan baik, guru harus memahami secara terperinci tujuan penilaian autentik terutama yang terkait dengan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang akan dinilai, fokus penilaian serta tingkat pengetahuan yang akan dinilai.
  1. Penilaian kinerja
  2. Penilaian proyek
  3. Penilaian portofolio
  4. Penilaian tertulis

e. Guna/Manfaat
Penilaian autentik sanggup dipakai untuk mengukur pengetahuan, kemampuan kognitif, dan afektif. Informasi ihwal ketiganya sanggup dilihat dari tanggapan siswa terhadap pertanyaan/tugas yang diberikan, dan dirinci dalam rubrik. Rincian dalam rubrik sanggup berkenaan dengan penguasaan pengetahuan, kemampuan berpikir, keterampilan psikomotorik, atau kemampuan afektif.

f. Proses Pengembangan
Untuk mendapatkan informasi mengenai nilai, dan sikap, mekanisme pengembangan penilaian performance meliputi langkah-langkah berikut:
  1. Tentukan pengetahuan, kemampuan kognitif, nilai dan sikap yang ingin diketahui guru dari siswa yang berguru sejarah.
  2. Kembangkan indikator mengenai kemampuan dan nilai tersebut, kaji dan tentukan apakah indikator tersebut merupakan indikator penting, sudah cukup atau perlu ditambah atau dikurangi.
  3. Kaji informasi yang diharapkan untuk indikator tersebut dalam bentuk ungkapan kalimat tertulis.
  4. Tulis pertanyaan/tugas yang harus dikerjakan siswa menyerupai halnya guru membuatkan pertanyaan untuk soal uraian (essay) tetapi cukup satu pertanyaan/tugas untuk satu instrumen performance.
  5. Kembangkan rubrik: tulis kriteria yang dipakai untuk menilai informasi yang ditulis dalam tanggapan siswa dan tingkat keberhasilannya. Rubrik ialah skala skor penilaian yang dipakai untuk menilai tanggapan siswa terhadap pertanyaan atau kiprah yang dikerjakannya (Mueller, 2011). 

g. Kriteria Penilaian (Rubrik)
Rubrik atau kriteria penilaian ialah alat pemberi skor yang berisi daftar kriteria untuk sebuah pekerjaan atau tugas. Rubrik juga merupakan skala skor penilaian yang dipakai untuk menilai tanggapan siswa terhadap pertanyaan atau kiprah yang dikerjakannya (Mueller, 2011).

Tulis kriteria (rubrik): sesuai dengan apa yang telah dikemukakan di atas, kiprah penilaian autentik sanggup dipakai untuk menilai pengetahuan, kemampuan berpikir, dan nilai serta sikap siswa. Dengan demikian, rubrik yang ditulis sanggup meliputi pengetahuan, kemampuan berpikir pada jenis dan jenjang yang ingin diketahui, serta nilai dan sikap yang dinyatakan siswa dalam jawabannya. Untuk kepentingan penilaian dari pendidikan karakter maka rubrik yang dikembangkan berkenaan dengan nilai jujur yang dinyatakan dalam indikator serta informasi yang diperlukan.

h. Pengolahan Jawaban
Berdasarkan tanggapan dari siswa pada model perfomance assessment guru sanggup mengolah tanggapan tersebut menjadi profil sikap siswa. Profil tersebut menggambarkan sikap nilai yang ditunjukkan siswa. Banyaknya kata yang berkenaan dengan suatu pertanyaan tidak harus diartikan bahwa sikap nilai tersebut sudah baik. Demikian sebaliknya ketika jumlah kata-kata yang ditulis sangat sedikit tidaklah memperlihatkan makna bahwa sikap itu belum dimiliki siswa.

Satu instrumen performance hanya sanggup dikatakan memperlihatkan ada/tidak adanya sikap tersebut. Jadi, untuk setiap insiden penilaian guru merekam hasil tanggapan siswa dengan suatu profil. Berdasarkan beberapa hasil dari aneka macam penilaian dalam satu bulan, guru sanggup membuatkan keseluruhan profil sikap hasil berguru karakter seperti: Belum Tampak (BT), Mulai Tampak (MT), Mulai Stabil (MS), Sudah Konsisten (SK).

Pada final semester guru sanggup mengonversi profil tersebut untuk nilai rapor sebagai berikut.

Nilai Kriteria

SB (Sangat Baik)
Jika profil siswa memperlihatkan konsistensi dalam suatu sikap di atas 90% dari hasil pengamatan (observasi, tugas, dan kerja kelompok)
B (Baik)
Jika profil siswa memperlihatkan konsistensi dalam suatu sikap di atas 80% dari hasil pengamatan (observasi, tugas, dan kerja kelompok)

C (Cukup)
Jika profil siswa memperlihatkan konsistensi dalam suatu sikap di atas 60% dari hasil pengamatan (observasi, tugas, dan kerja kelompok)

K (Kurang)
Jika profil siswa memperlihatkan konsistensi dalam suatu sikap kurang dari 50% dari hasil pengamatan (observasi, tugas, dan kerja kelompok)

6. Panduan Observasi
a. Pengertian
Panduan observasi ialah alat/instrumen yang dikembangkan untuk merekam aneka macam sikap menyerupai ucapan, mimik, dan tindakan yang dilakukan siswa baik pada waktu ketika proses belajar- mengajar di kelas, kegiatan di sekolah, ataupun kegiatan lain yang dilaksanakan berdasarkan jadwal berguru suatu mata pelajaran.

Panduan observasi untuk merekam hasil berguru pendidikan karakter bersifat deskriptif atau terbuka, tidak prekriptif atau tertutup sebagaimana dalam penilaian hasil berguru pengetahuan.
Observasi yang dimaksudkan di sini berbeda dari catatan anekdot (anecdotal record). Catatan anekdot tidak berkala dan merekam suatu insiden hanya apabila insiden itu muncul. Observasi untuk pendidikan karakter dilakukan secara berkala setiap hari dan merekam peristiwa/perilaku muncul atau tidak muncul. Suatu peristiwa/kejadian yang tidak muncul atau tidak dilakukan siswa tetap dihitung sebagai suatu kejadian.

b. Bentuk
Bentuk fisik suatu pedoman observasi terdiri atas sikap teramati yang diobservasi, rekaman terhadap sikap tersebut, dan informasi mengenai siswa yang melaksanakan sikap yang terekam. Berbeda dari panduan observasi kelas yang merekam sikap kelas sehingga nama tidak penting tetapi frekuensi munculnya perilaku, dalam observasi pendidikan karakter nama siswa yang melaksanakan sikap terekam. Hal tersebut penting untuk training selanjutnya kepada yang bersangkutan.

c. Guna/Manfaat
Instrumen pedoman observasi membantu guru untuk merekam sikap yang ditunjukkan siswa dalam bentuk rekaman yang sanggup dipelajari walaupun sikap itu sudah berlalu. Dengan demikian, guru mempunyai waktu yang cukup untuk mengkaji hasil rekaman observasi dan mengulang kajian tersebut setiap dikala diperlukan. Dengan cara demikian, pemaknaan terhadap sikap tersebut menjadi lebih baik.

d. Proses Pengembangan
Perilaku yang ditunjukkan siswa yang terekam tidak dirancang sebagai sesuatu yang preskriptif tetapi terekam sebagai sesuatu yang deskriptif. Hal ini disebabkan guru mustahil mempunyai pengetahuan mengenai apa yang akan dilakukan siswa atau sikap untuk nilai apa yang dilakukan siswa.
Keterbukaan dalam item ini mengakibatkan guru mempunyai kebebasan dalam pengembangan format instrumen. Selain aspek identitas siswa, tanggal/bulan yang menyatakan waktu perekaman, guru hanya perlu menyediakan kolom kosong untuk setiap siswa.

Dalam format yang demikian maka proses pengembangan pedoman observasi untuk hasil berguru pendidikan karakter lebih sederhana. Dalam satu halaman guru sanggup merekam sikap lebih dari satu siswa dan lebih dari satu sikap yang berbeda (ingat menyerupai yang dikatakan di pecahan pengertian tidak ada sikap tetap dianggap sebagai suatu perilaku). Berikut ialah teladan panduan observasi berdasarkan apa yang sudah dikemukakan di atas.

Guru sanggup membuatkan bentuk lain berdasarkan apa yang telah dikemukakan.
e. Pengolahan Jawaban Siswa
Pada dasarnya pengolahan hasil observasi yang terekam dalam pedoman observasi bersifat inferensial atau induktif. Artinya, guru melaksanakan derma pertimbangan dari apa yang telah terekam ke dalam kelompok nilai yang paling sesuai. Secara teknis guru memakai indikator suatu nilai untuk mengelompokkan sikap yang terekam. Suatu sikap yang terekam dapat/boleh dikelompokkan dalam lebih dari satu nilai apabila memang suatu sikap mewakili perbuatan lebih dari satu nilai. Misalnya, ketika seorang siswa meminjamkan pensil/bolpoin miliknya kepada sahabat sebangku atau sekelas yang lupa membawa pensil/bolpoin maka sikap itu sanggup dikelompokkan sebagai peduli sosial dan saling bantu. Ketika seorang siswa memperlihatkan klarifikasi kepada temannya ihwal materi pelajaran yang tadi dibicarakan di kelas, guru sanggup mengelompokkan sikap itu sebagai saling bantu, bersahabat, dan kerja sama.

Sebagaimana halnya dengan hasil pengolahan tanggapan dalam instrumen performance, berdasarkan rekaman sikap siswa yang teramati guru sanggup mengolah tanggapan tersebut menjadi profil sikap siswa. Profil tersebut menggambarkan sikap nilai yang ditunjukkan siswa. Banyaknya kata, tindakan, mimik terekam guru menciptakan profil awal yang terdiri atas Belum Tampak dan Mulai Tampak untuk setiap hasil observasi.

Berdasarkan hasil observasi untuk jangka waktu tertentu, satu ahad untuk guru kelas atau satu bulan untuk guru mata pelajaran yang mengajar seminggu sekali suatu kelas, guru sanggup membuatkan keseluruhan profil sikap hasil berguru karakter seperti: Belum Tampak (BT), Mulai Tampak (MT), Mulai Berkembang (MB), Mulai Konsisten (MK), Sudah Konsisten (SK).

7. Pelaporan Hasil Penilaian
Pada tahap pelaporan hasil penilaian, guru melaksanakan kegiatan sebagai berikut.
  • Menghitung/menetapkan nilai mata pelajaran dari aneka macam macam penilaian (hasil ulangan harian, tugas-tugas, ulangan tengah semester, dan ulangan final semester atau ulangan kenaikan kelas);
  • Melaporkan hasil penilaian mata pelajaran dari setiap siswa pada setiap final semester kepada pimpinan satuan pendidikan melalui wali kelas atau wakil bidang akademik dalam bentuk nilai prestasi berguru (meliputi aspek pengetahuan, praktik, dan sikap) disertai deskripsi singkat sebagai cerminan kompetensi yang utuh.

8 . Format Buku Siswa
Dalam rangka membelajarkan siswa, guru harus juga memahami format Buku Siswa. Buku Siswa mata pelajaran Sejarah Indonesia disusun dengan format sebagai berikut. Buku siswa mapel Sejarah Indonesia untuk Kelas XII SMA/MA terdiri atas enam bab. Setiap pecahan terdapat pengantar dan terdiri atas beberapa subbab. Setiap subbab disusun dalam tiga aktivitas: (1) mengamati lingkungan, (2) memahami teks, dan (3) latih uji kompetensi. Setiap pecahan diakhiri dengan simpulan dan refleksi.

    Download Buku Sejarah Indonesia Guru dan Siswa Kelas 12 SMA/MA SMK/MAK Edisi Revisi 2018

    Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Buku Sejarah Indonesia Guru dan Siswa Kelas 12 SMA/MA SMK/MAK Edisi Revisi 2018 Kurikulum 2013 ini silahkan lihat preview salah satu buku dan unduh buku lainnya pada link di bawah ini:

    Buku Guru Sejarah Indonesia SMA/MA SMK/MAK Kelas 12 Edisi Revisi 2018



    Download File:

    Buku Guru PPKn SMA/MA SMK/MAK Kelas 12 Edisi Revisi 2018.pdf
    Buku Siswa PPKn SMA/MA SMK/MAK Kelas 12 Edisi Revisi 2018.pdf


    Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Buku Guru dan Buku Siswa Pelajaran Sejarah Indonesia SMA/MA dan SMK/MAK sederajat Kelas 12 Edisi Revisi 2018. Semoga bisa bermanfaat.

    Untuk buku kurikulum 2013 untuk guru dan siswa kelas 12 pelajaran lainnya (Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, PAI, PPKn, Sejarah, dan lain-lain) silahkan anda lihat dan unduh:
    Buku Pegangan Guru dan Siswa Sekolah Menengan Atas MA Sekolah Menengah kejuruan MAK Kelas 12 Kurikulum 2013 Revisi 2018

    Posting Komentar untuk "Buku Sejarah Indonesia Guru Dan Siswa Kelas 12 Sma Ma Smk Mak Edisi Revisi 2018"