Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Konfrontasi Militer Terhadap Belanda: Pembebasan Irian Barat 1961-1963



Pasca proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, menurut pax neerlandica wilayah  Indonesia mencakup seluruh jajahan Belanda di Nusantara, dari Sabang hingga Merauke. Akan tetapi Belanda (sekutu) sebagai pemenang Perang Dunia II menginginkan status quo dan tidak mengakui kedaulatan Indonesia. maka Belanda melancarkan aksi militer (mereka menyebutnya dengan aksi polisionil): Agresi militer I (Juli 1947) dan Agresi militer II (Desember 1948).

Serangkaian agresifitas Belanda terhadap Indonesia berhujung pada pada Konferensi Meja Bunda (KMB), dimana Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sedangkan  Irian Barat akan diserahkan sehabis satu tahun pasca penanda tanganan KMB. Namun sudah menjadi tabiat Belanda selalu ingkar terhadap perjanjian, Irian Barat tidak serahkan ke Indonesia sebagaimana kesepakan KMB.

Semenjak tahun 1950 permasalahan Irian Barat tersebut menjadi konsentrasi pemerintah, bermacam-macam cara yang dilakukan Indonesia supaya Irian Barat kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi, dari usaha diplomatic, konfrontasi ekonomi hingga konfrontasi militer 1961.

Konfrontasi militer ialah sebuah kebijakan pemerintah Indonesia yang mengambil perilaku tegas dan bermusuhan dengan menggunakan kekuatan senjata  terhadap Belanda yang bersikeras mempertahankan Irian Barat. Meski Konfrontasi ini sendiri sampai meletupkan perang, Operasi Trikora telah memperlihatkan kemampuan Bung Karno dalam menaklukan Belanda. Baginya, untuk berdiplomasi dengan Belanda tak cukup lagi dengan mengerahkan politisi pintar. Tapi, juga harus dengan kekuatan senjata

B. Konfrontasi Militer Terhadap Belanda
Konfrontasi berarti kondisi bermusuhan antara dua negara atau lebih alasannya tidak terakomodasinya perbedaan kepentingan di antara negara-negara tersebut. Sedangkan militer adalah angkatan bersenjata suatu Negara.
Jadi Konfrontasi militer Indonesia terhadap Belanda sanggup diartikan perilaku bermusuhan pemerintah Indonesia dengan mengerahkan kekuatan militer dalam rangka merebut Irian barat dari kekuasaan Belanda.
Sejatinya Konfrontasi militer ini ialah bab dari konfrontasi total yang digemakan oleh Soekarno terhadap Belanda yang tidak menyerahkan Papua ke dalam daulatan NKRI, artinya selain konfrontasi militer terdapat juga konfrontasi ekonomi dan politik.
Kesemuah konfrontasi tersebut ialah langkah terpadu dan masing-masing konfrontasi tidak sanggup dipisahkan alasannya saling mendukung, akan tetapi Indonesia tetap mengutamakan jalur diplomasi (politik) namun diperkuat dengan konfrontasi ekonomi dan militer. Berikut sejumlah petikan pernyataan Soekarno terkait konfrontasi ekonomi dan militer:

Jika Belanda Belanda tetap membandel dalam masalah Irian Barat, tamatlah riwayat semua modal Belanda dan konco-konconya”  Pidato Soekarno 17 Agustus 1958
Kami telah mengadakan perundingan-perundingan bilateral......harapan lenyap, kesadaran hilang, bahkan toleransi pun mencapai batasnya. Semuanya itu telah habis dan Belanda tidak menawarkan alternatif lainnya, kecuali memperkeras perilaku kami.


C. Kekuatan Militer Indonesia
“Rusia tiba ke Asia Pasifik dan Timur Jauh bukan untuk membuat konflik baru, melainkan ingin menghiasi konflik, semacam membuat interior design, sehingga konflik yang berlangsung selama ini mengarah ke tren yang lebih positif di masa depan” meski penggalan kalimat tersebut lahir diabad ke-21 tetap cocok dikaitkan dengan dampak Rusia (uni Soviet) dalam usaha Indonesia merebut Irian Barat periode 19 tepatnya tahun 1961.
Sebagaimana diketahui pada tahun tersebut terjadi perang dingin  (Cold War) atau perang urat saraf (Psy War) antara Uni Soviet dan Amerika Serikat, kedua Negara ini saling berebut dampak di Negara ketiga, terutama Negara-negera yang tengah dilanda konflik, termasuk Indonesia.
Bukanlah Soekarno namanya jikalau tidak pandai dalam memanfaatkan kondisi persteruan kedua Negara adi daya tersebut, dengan kelihaian diplomasinya Soekarno merapat ke Uni Soviet dan berhasil mendapat sejumlah alutsista guna memperkuat Tentara Nasional Indonesia yang sedang berupaya merebut Irian Barat dari imperialis Belanda.
Berikut ini sejumlah alutsista yang meperkuat Tentara Nasional Indonesia pada masa itu:

1. Tentara Nasional Indonesia AL
Pada tahun 1960-an Tentara Nasional Indonesia AL (waktu itu berjulukan ALRI - Angkatan Laut Republik Indonesia) dalam rangka operasi Dwikora untuk pembebasan Irian Barat dari tangan Belanda mengakuisisi kapal kombatan dalam jumlah besar. Kekuatan armada kombatan tersebut akhirnya sanggup mencegah perang terbuka antara Indonesia dan Belanda dan Irian Barat sanggup kembali ke pangkuan Republik Indonesia.

Cruiser-Penjelajah (CA) : Sverdlov Class
Inilah kapal kombatan terbesar yang pernah dimiliki Indonesia. Kapal satu-satunya ini diberi nama RI Irian/KRI Irian, merupakan kapal Cruiser (penjelajah) dengan panjang 210 m, dan bobot penuh 16.640 ton, lebar 22 m, kecepatan maks 32,5 knots, dan bisa beroperasi hingga 16.668 km pada kecepatan jelajah 18 knots.

Sistem persenjatan pada kapal ini termasuk :
12 x 152 mm 57 cal B-38 in four triple Mk5-bis turrets,
12 x 100 mm 56 cal Model 1934 in 6 twin SM-5-1 mounts
32 x 37 mm Anti Aircraft
10 x 533 cm torpedo tubes

Destroyer - Perusak (DD) : Skorry Class
TNI AL waktu itu mempunyai 8 kapal Destroyer (perusak) kelas Skorry. Kapal ini mempunyai panjang 120,5 m, dan bobot penuh 3.115 ton, lebar 12 m, kecepatan maks 36,5 knots, dan bisa beroperasi hingga 7.556 km pada kecepatan jelajah 16 knots.                 

Sistem persenjatan pada kapal ini termasuk :
2 × 2 - 130 mm (5.1 in) B-2LM guns
1 × 2 - 85 mm (3.3 in) AA guns
7 × 1 - 37 mm (1.5 in) AA guns
2 × 5 - 533 mm (21 in) torpedo tubes
60 mines or 52 depth charges
Generasi selanjutnya kapal tipe ini terdapat perubahan persenjataan :
removing one set of torpedo tubes
replacing the 37 mm guns with 57 mm guns
adding RBU 2500 anti-submarine rockets

Frigates - Fregat (FF) : Almirante Clemente Class
Disamping mengoperasikan kapal combatan dari Uni Sovyet, Tentara Nasional Indonesia AL waktu itu juga  mengoperasikan 2 fregat dari Italia. Kapal fregat kelas Almirante Clemente mempunyai panjang 99,1 m, bobot penuh 1.500 ton, lebar 1,8 m, kecepatan maks 32 knots, dan bisa beroperasi hingga 6.500 km pada kecepatan jelajah 10 knots.

Sistem persenjatan pada kapal ini termasuk :
4 x 20mm/80 Twin Oerlikon
21' Mk 9 Triple torpedo tube
2 x Mk 11 Hedgehog
2 x Mk 9 Deep Charge Mortar
2 x 102mm/45 Vickers Mk 16 Twin
2 x Mk 6 Deep charge mortar
2 x 40 mm/56 MKI Twin Bofors

Frigates - Fregat (FF) : Riga Class
Kapal fregat lain yang dioperasikan Tentara Nasional Indonesia AL waktu itu ialah Riga class. Jumlah yang dimiliki ialah 8 kapal. Kapal ini mempunyai panjang 91 m, bobot penuh 1.416 ton, lebar 10,2 m, kecepatan maks 28 knots, dan bisa beroperasi hingga 3.611 km pada kecepatan jelajah 14 knots.

Sistem persenjatan pada kapal ini termasuk :
3× 100 mm guns/56 (B-34) (3×1)
4× 37 mm guns (2×2)
4× 25 mm guns (2×2)
MBU 600 anti-submarine rocket launchers (replaced by two RBU 2500)
2 or 3× 533 mm torpedo tubes (1×2 or 1×3)

 
Corvettes - Korvet (FS) : Albatros Class
TNI AL juga berhasil mendapat korvet dari Italia jenis Albatros class, jumlah yang dimiliki sebanyak 2 kapal. Menilik persenjataannya maka kapal ini dipakai untuk kiprah ASW Corvettes. Kapal ini mempunyai panjang 76,3 m, bobot penuh 895 ton, lebar 9,60 m, dan kecepatan maks 20 knots, dan bisa beroperasi hingga 5.556 km pada kecepatan jelajah 18 knots.

Sistem persenjatan pada kapal ini termasuk :
2 76/62mm Sekolah Menengah Pertama type 3 (replaced in 1962 with 2 single implants 40/70)
1 twin 40/70mm
2 Mark 11 hedgehogs
4 Menon torpedo launcher
1 depth bomb

Diesel Submarines - Kapal Selam Diesel (SSK) : Whiskey Class
Disamping kapal permukaan, Tentara Nasional Indonesia AL waktu itu juga mempunyai 12 kapal selam diesel kelas Whiskey. Kapal selam ini mempunyai panjang 76 m, bobot penuh 1.350 ton ketika menyelam, lebar 6,5 m, kecepatan maks 13 knots dikala menyelam, dan bisa beroperasi hingga 11.000 km.

Sistem persenjatan pada kapal ini termasuk :
6 × 533 mm (21 in) torpedo tubes (4 bow, 2 stern 12 torpedoes or 22 mines)
1 × 25 mm (0.98 in) AA gun (Whiskey I, II, and IV)
1 × 57 mm (2.2 in) AA gun (Whiskey II)
Generasi selanjutnya kapal selam kelas Whiskey sanggup membawa rudal :
1 × SS-N-3 cruise missile (Whiskey Single Cylinder)
2 × SS-N-3 cruise missiles (Whiskey Twin Cylinder)
4 × SS-N-3 cruise missiles (Whiskey Long Bin)

Itulah kebesaran armada kombatan Tentara Nasional Indonesia AL pada tahun 1960-an yang menjadi kekuatan bahari yang disegani di tempat Asia. Untuk

 2. Tentara Nasional Indonesia AU
Sedangkan dari matra udara Indonesia mengakusisi sejumlah alutsista canggih pada masa itu, berikut detailnya :

20 Unit pesawat pemburu supersonic MiG-21 Fishbed.
MiG-21F Fishbed ialah pesawat tempur sergap berjarak pendek dan merupakan pesawat produksi generasi pertama dari seri MiG-21 yang populer. Prototipe dari pesawat ini, E-5 (dibaca Ye-5) terbang pertama kali pada tahun 1955 dan muncul kehadapan publik pada dikala Hari penerbangan Soviet di Lapangan Udara Tushino, Moskwa pada bulan Juni 1956.


30 Unit pesawat MiG-15.
Mikoyan-Gurevich MiG-15 (bahasa Rusia: Микоян и Гуревич МиГ-15) (kode NATO Fagot) ialah pesawat tempur jet yang dikembangkan untuk Uni Soviet oleh Artem Mikoyan dan Mikhail Gurevich. Pesawat ini aktif dipergunakan dalam Perang Korea dan di kemudian hari diproduksi di banyak sekali negara, menyerupai Polandia, Cekoslowakia dan Republik Rakyat Cina

49 Unit pesawat tempur high-subsonic MiG-17
Mikoyan-Gurevich MiG-17 (bahasa Rusia: Микоян и Гуревич МиГ-17) (kode NATO "Fresco") ialah pesawat tempur jet Uni Sovyet yang aktif semenjak tahun 1952. Pesawat ini menrupakan pengembangan lebih lanjut dari MiG-15. Indonesia pernah mempunyai pesawat jenis ini dalam jumlah besar.

10 Unit pesawat supersonic MiG-19
MiG-19 (bahasa Rusia: Микоян и Гуревич МиГ-19) (kode NATO "Farmer") ialah pesawat tempur jet Uni Sovyet. Ini ialah pesawat pertama Uni Soviet yang bisa terbang dengan kecepatan supersonik. Pesawat ini pertama terbang pada tahun 1953.

Pesawat supersonic MiG-21
Pesawat MiG-21 Fishbed ialah salah satu pesawat supersonic tercanggih di dunia, yang telah bisa terbang dengan kecepatan mencapai Mach 2. Pesawat ini bahkan lebih hebat dari pesawat tercanggih Amerika dikala itu, pesawat supersonic F-104 Starfighter dan F-5 Tiger. Sementara Belanda masih mengandalkan pesawat-pesawat peninggalan Perang Dunia II menyerupai P-51 Mustang.

25 unit Pesawat Pembom Tu-16 Tupolev 
Indonesia pada masa itu mempunyai 25 unit pesawat bomber ini, varian Tu-16KS-1 dimiliki oleh AURI (nama TNI-AU waktu itu) pada tahun 1961. Pesawat-pesawat ini dipakai untuk mempersiapkan diri dalam Operasi Trikora tahun 1962 untuk merebut kembali Irian Barat dari Belanda. Semua pesawat ini direncanakan untuk menyerang Hr. Ms. Karel Doorman, kapal induk AL Belanda yang tengah berlayar bersahabat Irian Barat dikala itu menggunakan rudal anti-kapal AS-1 Kennel, 14 unit Tu-16 tergabung dalam Skadron 41 dan sisanya di Skadron 42. Kedua skadron ini bermarkas di Pangkalan Udara AURI Iswahyudi, di Madiun, Jawa Timur. Semua unit Tu-16 tidak diterbangkan lagi pada tahun 1969 dan keluar dari armada AURI pada tahun 1970.


 9 Unit Helikopter MI-6
Mi-6 (kode NATO: Hook) ialah helikopter buatan Rusia yang diproduksi oleh distributor Mil yang dipimpin oleh Mikhail L. Mil. Keluar pertama kali pada September 1957 dan merupakan helikopter yang terbesar di dunia dikala itu, dan memecahkan banyak sekali rekor dunia.

16 Unit Helikopter Mi-4
Mi-4 ialah helikopter yang bertugas didua kiprah berbeda, sipil dan militer. Mi-4 dibangun untuk menyaingi H-19 Chihckasaw milik Amerika Serikat pada perang Korea. Mi-4 sangat menyerupai dengan H-19 Chickasaw, tapi Mi-4 mempunyai kapasitas dan bisa mengangkat beban yang lebih besar dibandingkan dnegan H-19 Chickasaw

Pesawat Angkut Antonov An-12B
Berbagai pesawat pengangkut termasuk pesawat pengangkut berat Antonov An-12B juga diberikan kepada Indonesia. Antonov An-12 ialah sebuah pesawat terbang angkut kelas menengah militer buatan perusahaan Antonov dari Uni Soviet. Pesawat ini didorong oleh 4 buah baling-baling yang ditenagai oleh 4 buah mesin Turboprop yang menggantung di bawah sayap.

D. Lahirnya Tiga Komando Rakyat (Trikora) dan KOmando Mandala
1. Tiga Komando Rakyat (Trikora)
Sikap  konfrontatif Indonesia menunjukan buruknya kekerabatan Indonesia-Belanda dalam masalah Irian Barat.
Kondisi politik semakin memanas  karena  sejumlah maneuver baik di kancah Internasional maupun di Papua  itu sendiri yang memperlihatkan itikad tidak baik terhadap perjanjian KMB; Belanda pada  kancah internasional, bulan April 1961 membentuk Dewan Papua di PBB sebagai persiapan untuk mendirikan Negara Papua, bahkan pada sidang Umum PBB bulan September 1961 mengusulkan ke pada PBB supaya penduduk Irian Barat diberi Hak untuk menentukan pendapatnya sendiri.

Sedangkan di Papua, Belanda membentuk komite yang beranggotakan 60 orang Belanda dan 20 orang penduduk asli. Dan komite inilah yang megusulkan pada Dewan Papua di PBB untuk menetapkan lagu kebangsaan Papua, mengganti West Nieuw Guinea menjadi Papua Barat, serta diusulkan pula supaya bendera Papua dikibarkan pada tanggal 1 November 1961.

Sebagai tanggapan terhadap planning Belanda, semenjak bulan Desember 1961 pemerintah Indonesia meningkatkan usaha konfrontasi. Pada bulan Desember 1961 dibuat Dewan Pertahanan Nasional yang disusul dengam Koti Pamirbar. Puncak acara ialah diucapkannya Tri Komado Rakyat (Tri Kora) oleh Presiden Soekarno pada tanggal 19 Desember 1961 dalam rapat raksasa di Alun-Alun Utara Yogyakarta, yang isinya :
1. Gagalkan berdirinya negara Boneka Papua bentukan Belanda
2. Kibarkan sang Merah Putih di irtian Jaya tanah air Indonesia
3. Bersiap melaksanakan mobilisasi umum

2. Pembentukan Komando Mandala Pembebasan Irian Barat
Sebagai langkah pertama pelaksanaan Trikora ialah pembentukan suatu komando operasi, yang diberi nama ”Komando Mandala Pembebasan Irian Barat”. Sebagai panglima komando ialah Brigjend. Soeharto yang kermudian pangkatnya dinaikkan menjadi Mayor Jenderal.
Panglima Komando : Mayjend. Soeharto
Wakil Panglima I : Kolonel Laut Subono
Wakil Panglima II : Kolonel Udara Leo Wattimena
Kepala Staf Gabungan : Kolonel Ahmad Tahir
Komando Mandala yang bermarkas di Makasar ini mempunyai dua tujuan :

  1.   Merencanakan, menyiapkan dan melaksanakan operasi militer untuk mengembalikan Irian barat ke dalam kekuasaan Republik Indonesia.
  2. Mengembangkan situasi militer di wilayah Irian barat sesuai dengan perkembangan usaha di bidang diplomasi supaya dalam waktu singkat diciptakan daerah daerah bebas de facto atau unsur pemerintah RI di wilayah Irian Barat
Dalam upaya melaksanakan tujuan tersebut, Komando Mandala membuat taktik dengan membagi operasi pembebasan Irian Barat menjadi tiga fase, yaitu :

1. Fase infiltrasi
Dimulai pada awal Januari tahun 1962 hingga dengan final tahun 1962, dengan memasukkan 10 kompi ke sekitar sasaaran tertentu untuk membuat daerah bebas de facto.

2. Fase Eksploitasi
Dimulai pada awal Januari 1964 hingga dengan final tahun 1963, dengan mengadakan serangan terbuka terhadap induk militer lawan, menduduki semua pos pertahanan musuh yang penting.

3. Fase Konsolidasi
Dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 1964, dengan menegakkan kekuasaan RI secara mutlak di seluruh Irian Barat.




Tiga tahap operasi dilaksanakan dalam satu taktik diberi nama Operasi Jayawijaya. Sesuai dengan taktik yang telah dibuat, Panglima Komando Mandala mempersiapkan operasi infiltrasi di Irian Barat, baik melalui bahari atau udara, dengan tujuan mengenal medan, dan mengetahui kedudukan musuh, dan dilakukan gerakan kamuflase seakan-akan akan mendarat secara konvensional pada satu titik, padahal bekerjsama Panglima Mandala sudah mempersiapkan planning lain.

Sementara itu, sesuai dengan pentahapan oprasi yang disusun oleh Komando Mandala, satuan-satuan militer mulai melaksanakan penyusupan ke Irian Barat. Untuk meninjau medan bahari terdepan dalam rangka menyusun operasi selanjutnya, beberapa pejabat tinggi AL, antara lain Komodor Yos Sudarso (Deputy KSAL), ikut dalam patrol rutin yang dilakukan oleh tiga kapal Motor Torpedo Boat (MTB) dari Kesatuan Patroli Cepat di Laut Arafuru. Dalam sumber lain disebutkan tiga kapal MTB tersebut mengemban misi  militer terbatas dan Kladestin (Rahasia), dikala itu RPKAD telah melatih para sukarelawan guna kepentingan infiltrasi, namun para sukarelawan tersebut tidak dibekali kemampuan terjun payung maka jalan satu-satunya mengirim sukarelawan lewat laut.

Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia AL Laksamana RE Martadinata kebagian kiprah mengatur pengiriman infiltran itu. Dalam rapat di Markas Besar Angkatan Laut, tidak ada satu pun perwira berpangkat mayor atau letkol yang mau memimpin misi ini. Hanya Letkol Sudomo yang berani mengacungkan tangan. Misi ini diberi nama STC-9 kepanjangan dari satuan kiprah chusus 9 Januari. Sudomo memimpin tiga motor torpedo boat (MTB), KRI Macan Tutul, KRI Macan Kumbang,dan KRI Harimau.

Saat itu tiba-tiba Komodor Yos Sudarso menyatakan keinginannya untuk ikut. Saat itu Yos Sudarso menjabat Deputy I Angkatan Laut. Artinya Yos ialah orang kedua di AL. Terlalu riskan seorang perwira tinggi ikut dalam misi klandestin semacam itu. Namun Yos bersikeras ikut, apalagi Kolonel Inf Moersjid, Asisten Operasi KSAD ikut dalam operasi infiltrasi ini.

"Masa Moersjid bisa ikut, saya tidak bisa ikut. Ini kan kapal angkatan laut," ujar Yos setengah memaksa. Diputuskan para gerilyawan akan diangkut naik pesawat  terbang dan ke salah satu kepulauan Maluku. Setelah itu mereka akan dibawa ke Irian dengan kapal motor Tentara Nasional Indonesia AL secara rahasia. Awalnya misi berjalan mulus. Tanggal 13 Januari, seluruh infiltran telah diangkut ke dalam 3 MTB itu dan siap melaksanakan infiltrasi. Tanggal 15 Januari 1962, 3 kapal melaju semakin bersahabat ke Irian. Tanpa sadar, kehadiran mereka sudah terdeteksi pesawat pengintai Belanda. Pukul 17.00 waktu setempat, tiga kapal mulai bergerak. KRI Harimau berada di depan, membawa antara  Kol. Sudomo, Kol. Mursyid, dan Kapten Tondomulyo. Di belakangnya ialah KRI Macan Tutul yang dinaiki Komodor Yos Sudarso. Sedangkan di belakang ialah KRI Macan Kumbang.

Menjelang pukul 21.00, Tiba-tiba terdengar dengung
pesawat mendekat, kemudian menjatuhkan flare yang tergantung pada parasut. Keadaan tiba-tiba menjadi terang-benderang, dalam waktu cukup lama. Tiga kapal Belanda yang berukuran lebih besar ternyata sudah menunggu kedatangan ketiga KRI.
Pertempuran tak seimbang terjadi. Walau berjulukan Motor Torpedo Boat tapi kenyataannya, tiga KRI tak dilengkapi dengan torpedo untuk pertempuran laut. Mereka hanya dilengkapi senapan mesin 12,7 untuk menangkis serangan udara. Dalam waktu singkat, KRI Macan Tutul terbakar. Komodor Yos Sudarso mengambil keputusan nekat. Dia memacu KRI Macan Tutul menghadapi tiga kapal perusak Belanda itu. Keputusan itu diambil Yos supaya dua kapal lain bisa melarikan diri. KRI Macan Tutul hancur berserakan dihajar peluru musuh. Sebelum karam, Yos Sudarso berteriak lantang "Kobarkan terus semangat pertempuran!" KRI Macan Tutul tenggelam di tengah perairan Aru.

Peristiwa ini membawa dampak besar. Yang paling mencicipi jadinya ialah Angkatan udara. Mereka dinilai tidak bisa melindungi misi ini. Padahal namanya misi rahasia, tentu tidak diketahui semua pihak. Yos Gugur, Soedomo selamat. Kelak Soedomo lah yang diberi kiprah mengendalikan seluruh kapal republik Indonesia dalam operasi Mandala untuk misi balas dendam. Namun pertempuran bahari antara Belanda dan Indonesia tidak pernah terjadi. Setelah penentuan pendapat rakyat, masyarakat Irian menentukan bergabung dengan Indonesia.

Peristiwa petempuran Laut Arafuru atau  Etna Baai tanggal tidak menyurutkan langkah Komando Mandala dalam melaksanakan tahapan oprasi.

Tahap pertama, operasi penyusupan (infiltrasi) dengan melaksanakan penerjunan melalui udara di sekitar titik pertahanan pasukan Belanda di Irian Barat. Panglima Komando Mandala membentuk Operasi Benteng 1 dan 2, disusul dengan Operasi Garuda, Operasi Serigala, dan Operasi Naga. Ini merupakan operasi infiltrasi lintas udara dengan menggunakan pasukan elite terdiri dari Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), Pasukan Gerak Tjepat (PGT), dan Raider Para, dengan target Sorong, Manokwari, Fak Fak, Kaimana, dan Merauke. Tujuan operasi itu untuk mengikat musuh di tempatnya dan menarik cadangan untuk memperkuat posisi mereka, serta mengelabui tentara Belanda seakan-akan Operasi Jayawijaya akan melaksanakan pendaratan amphibi di Kaimana.

Rencananya, tidak kurang dari 70.000 pasukan angkatan darat, laut, udara dan kepolisian terlibat dalam Operasi Jayawijaya untuk mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi. Ini merupakan operasi adonan terbesar yang pernah dilakukan TNI.

Panglima Komando Mandala Pembebasan Irian Barat, Mayor Jenderal Soeharto, ditugaskan untuk selambat-lambatnya tanggal 17 Agustus 1962, bendera Merah Putih sudah harus berkibar di Irian Barat. Selanjutnya, Panglima Komando Mandala menentukan hari H pada12 Agustus 1962 (hari pendaratan di Biak). Pada H-8, semua satuan armada berkumpul di Teluk Peling, sebelumnya, pada H-20, kapal selam yang membawa pasukan RPKAD sudah berangkat dari Jakarta menuju posisi antara Biak dan Jayapura, dengan kiprah menenggelamkan kapal Belanda dan mendaratkan pasukan RPKAD untuk menyerang Jayapura.

Panglima komando mandala berangkat dari Ambon menggunakan kapal patrol kepolisian Negara, bersama dengan kapal penyapu ranju dan kapal anti-kapal selam menujumeeting point angkatan bahari kita di Teluk Peling.

Dalam perjalanan, konvoi kapal diikuti oleh kapal selam asing. Panglima Mandala memerintahkan menembak kapal selam itu dengan bom laut. Tek beberapa usang berceceran oli di permukaan laut. Tapi barangkali itu tipu kebijaksanaan kancil saja, seakan-akan rusak, padahal itu hanya taktik saja. Selain kapal selam, radar juga menangkap acara pesawat terbang atas wilayah kita, dan sanggup dipastikan itu pesawat Amerika alasannya Belanda tidak mempunyai kemampuan untuk itu. Amerika memata-matai dan memotret pergerakan pasukan. Hasil pengintaian itu membuat Amerika yakin akan kesungguhan Operasi Jayawijaya unuk merebut kembali Irian Barat dari Belanda melalui pertempuran. Ini menjadi kunci bagaimana Amerika mengetahui akan kesiapan Operasi Pembebasan Irian Barat dibawah komando Panglima Komando Mandala, Mayor Jenderal Soeharto yang sudah siap melaksanakan operasi adonan pendaratan di Irian Barat. Akhirnya, Amerika mendesak Pemerintah Belanda melalui jalan masuk politik supaya Belanda membuka pintu negosiasi dengan Indonesia. Jika Operasi Jayawijaya dengan kesiapan tempur yang sudah ada dikala itu, bukan mustahil Belanda akan mengalah kepada TNI.

Saat Panglima Komando Mandala, Mayor Jenderal Soeharto bersiap memimpin pasukan meninggalkan Teluk Peling untuk melaksanakan Operasi Jayawijaya menuju target Biak, tiba-tiba ada perintah untuk menunda operasi. Ternyata Belanda mau melaksanakan negosiasi dengan pihak Indonesia dan akhirnya melalui Pepera, Irian Barat bergabung dalam NKRI.



Posting Komentar untuk "Konfrontasi Militer Terhadap Belanda: Pembebasan Irian Barat 1961-1963"