Kesiapan Anak Bersekolah
Berikut ini yaitu berkas Buku Parenting Kesiapan Anak Bersekolah. Diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional Tahun 2011. Penulis Puji Lestari Prianto, M.Psi. Download file format PDF.
Buku Parenting Kesiapan Anak Bersekolah |
Buku Parenting Kesiapan Anak Bersekolah
Berikut ini kutipan teks dari isi berkas Buku Parenting Kesiapan Anak Bersekolah:
Memasuki pendidikan di SD mempunyai warna tersendiri dalam kehidupan suatu keluarga, terlebih bila ananda merupakan anak pertama. Berbagai hal diupayakan pada anak biar ia berhasil masuk SD. Sejauh ini kebanyakan orangtua hanya menganggap, untuk masuk SD, anak sudah harus berusia 7 tahun serta sudah harus bisa membaca, menulis, dan berhitung. Oleh lantaran itu, banyak orangtua menyiapkan anaknya ke arah kemampuan-kemampuan tersebut. Padahal, harusnya tidak demikian, lantaran masih banyak kemampuan lainnya yang juga perlu diasah biar anak sanggup tumbuh dan berkembang dengan maksimal. Nah, biar ibu dan ayah sanggup memperlihatkan dukungan yang juga maksimal kepada anak, maka ibu dan ayah sanggup membaca seri buku panduan yang lainnya, menyerupai Mengembangkan Kmampuan Dasar Anak Mengenai Angka dan Konsep Matematik; Mengembangkan Kemampuan Awal Membaca Anak Usia Dini; Anak Bertanya Orangtua Menjawab, dan lainnya. Selamatmembaca dan menyiapkan anak masuk SD.
Pendidikan Dasar, khususnya sekokah dasar (SD), wajib hukumnya. Artinya, semua anak dalam rentang usia tertentu harus melaksanakan kewajiban belajar. Ibu-ayah mempunyai tanggung jawab untuk mengirim anaknya bersekolah dan sanggup dikenai tindakan bila ibu-ayah hingga gagal melaksanakan kewajiban ini.
Tentunya, untuk masuk SD, ananda perlu dipersiapkan lebih dahulu. Kalau ibu-bapak diajukan pertanyaan, “Apa yang Ibu- Bapak siapkan untuk ananda yang akan masuk SD?” Berbagai balasan pun muncul, dari membiasakan berdiri pagi, menyiapkan pakaian, membelikan alat tulis dan buku, membelikan seragam, dan lainnya. Namun balasan yang paling banyak, biasanya yaitu “menyiapkan ananda supaya bisa membaca, menulis, dan berhitung”. Jawaban ini muncul lantaran kebanyakan orangtua beranggapan, untuk masuk SD sudah harus bisa membaca, menulis, dan berhitung. Ada juga yang berpandangan, di SD itu hanya mau mendapatkan anak (murid) yang sudah bisa membaca, menulis, dan berhitung.
Cobalah simak perbincangan ibu-ibu di suatu Taman Kanak-kanak yang sedang menunggui anaknya. Begitu seorang ibu tahu anaknya sebentar lagi akan masuk SD, maka pertanyaan yang muncul dari ibu-ibu lain adalah, “Wah, anaknya sudah bisa baca, tulis, dan hitung, ya?”
Memang, tidak sanggup disangkal bahwa kemampuan membaca, menulis dan berhitung amat dibutuhkan di SD. Namun, mempersiapkan ananda untuk menekuni pendidikannya di SD bukanlah semata-mata ia sudah harus bisa membaca, menulis, dan berhitung saja, lantaran sebetulnya masih banyak lagi kemampuan lain yang perlu dipersiapkan sebelum anak masuk SD. Sikap-sikap menyerupai tidak bergantung pada ibu atau nenek atau si mbak yang memperlihatkan bagaimana kemandirian ananda; mau menyebarkan dengan teman; mau bersosialisasi alias bergaul dengan sahabat lain; tidak malu; dan lain-lainnya, justru lebih diharapkan oleh ananda yang akan masuk SD. Jadi, biar ananda siap masuk SD, diharapkan kesiapan dalam seluruh aspek perkembangannya, dari fisik, kecerdasan, sosial-emosional, hingga bahasa.
Buku ini disusun sebagai panduan bagi para orangtua— bukan hanya ibu, tetapi juga ayah—untuk mempersiapkan ananda tercinta yang akan masuk SD. Diharapkan sesudah membaca buku ini, ibu dan ayah menjadi tahu, apa saja yang harus dilakukan biar ananda siap masuk SD. Dengan begitu, ketika datang saatnya masuk SD, ananda benar-benar sudah siap dan—yang penting pula—kelak ananda pun menjadi bahagia berguru di SD.
CIRI-CIRI ANAK SIAP SEKOLAH
Sebelum ibu-ayah memahami apa yang harus dipersiapkan untuk ananda yang akan masuk SD, sepakat kita ketahui dulu ciri-ciri anak usia SD.
Anak usia SD umumnya dikenal pula dengan sebutan anak usia sekolah. Sebagian besar dari kita paham, ditinjau dari usia, seorang anak akan masuk SD bila ia sudah mencapai usia 7 tahun. Di usia ini biasanya anak telah mempunyai kesiapan untuk masuk SD atau mempunyai kematangan sekolah. Namun, pada kenyataannya, tidak semua anak usia 7 tahun sudah siap masuk SD. Mengapa? Karena, kesiapan anak untuk bersekolah, ternyata tidak hanya dilihat dari sisi anaknya saja, melainkan juga sisi keluarga, terutama kesiapan orangtuanya.
Ibu dan ayah harus siap untuk melepas anaknya yang akan bersekolah. Jika ibu-ayah takut melepas ananda untuk sekolah, berarti ibu-ayah belum siap untuk menyekolahkan ananda. Begitu pula bila ibu-ayah melepas tanggung jawab dengan menyerahkan semua urusan ananda kepada sekolah, sebetulnya memperlihatkan ibu-ayah tidak siap melepas ananda bersekolah. Di sisi lain, ibu-ayah juga tidak bisa selalu melayani ananda sampai-sampai ananda tidak bisa berbuat apa-apa atau tidak tahu harus berbuat apa lantaran biasanya ia sudah tahu beres akan kebutuhannya dikarenakan telah biasa dibantu orangtua atau keluarganya.
Selain lingkungan keluarga, lingkungan di sekitar anak juga turut memperlihatkan sumbangan terhadap kesiapan anak memasuki dunia sekolah. Keadaan ini bisa dimengerti lantaran bagaimana interaksi atau hubungan anak dengan lingkungan sahabat sebaya maupun orang remaja lain, sanggup memengaruhi perkembangan dirinya. Coba tengok si Budi, anak keluarga Pak Eddy yang berusia 4 tahun. Di lingkungan rumahnya, Budi mempunyai banyak sahabat dan bersama teman-temannya itu, Budi suka suka bermain sepeda meskipun masih roda 4. Ketika bertemu dengan orangtua dari temannya atau orang remaja lain, Budi selalu menyapa, “Selamat pagi, Pak.” atau “Selamat pagi, Bu.” Ketika diajak ke pasar, Budi juga suka bertanya pada tukang sayur, “Pak, ini jualan sayur apa?”; “Kalau sayuran wortel menyerupai apa?”
Keunggulan Budi yang mempunyai banyak sahabat dan tidak aib untuk menegur orang remaja kenalan ibu-ayahnya, merupakan “buah” dari kebiasaan ibu-ayah yang suka mengajak Budi untuk berkenalan dengan lingkungan sekitar rumahnya. Selain juga, juga ibu-ayah kerap memperlihatkan teladan dan kesempatan bagaimana bertanya dan berbicara dengan orang lain. Tak heran bila kesannya kemampuan berbicara Budi juga mengalami perkembangan yang baik. Begitu pun dengan balasan yang diberikan oleh Budi atas pertanyaan dari teman- sahabat maupun orang lain di sekitarnya, ikut meningkatkan kemampuan bahasa dan pergaulan (interaksi) Budi dengan lingkungannya.
Kemampuan berbahasa dan berinteraksi sebagaimana yang dimiliki Budi merupakan kemampuan yang nantinya sanggup menyumbang kesiapan anak untuk masuk sekolah. Dengan demikian, selain perkembangan bahasa dan sosial, perkembangan fisik, emosional, serta kecerdasan (yang banyak berkaitan dengan kemampuan berpikir), juga memperlihatkan sumbangan bagi kesiapan anak untuk sekolah.
Dari apa yang diutarakan di atas tampak bahwa usia bukan merupakan satu-satunya hal yang memilih kesiapan atau kematangan seorang anak. Oleh lantaran itu ketika kita mulai memikirkan si kecil untuk masuk SD, maka kita perlu memahami ciri-ciri dari anak yang siap untuk sekolah.
CIRI-CIRI ANAK SIAP SEKOLAH
- Dari perkembangan fisik: Anak sanggup meniti. Kalau berjalan di titian, ia tidak jatuh lantaran sudah lebih bisa mengontrol keseimbangan dirinya, Anak sanggup memegang alat tulis dengan benar, contohnya ketika ia menulis atau menggambar sesuatu. Perhatikan tahapan bagaimana anak memegang alat tulis, Anak mulai bisa memusatkan pandangannya pada benda-benda kecil. Itulah sebabnya anak sanggup mengoordinasikan mata dan tangannya. Misal, anak bisa mengancingkan baju sendiri, menyusun balok-balok, atau memasukkan balok sesuai dengan bentuknya.
- Dalam menggambar, Anak sanggup menciptakan coretan-coretan yang lebih bermakna. Gambaran yang tadinya hanya garis-garis tidak beraturan sudah sanggup dibentuk dalam bentuk tertentu menyerupai orang, rumah, mobil, roda, bunga, dan lainnya.
- Ketergantungan pada ibu-ayah atau orang remaja lain mulai berkurang. Anak mulai berdikari dan memperlihatkan rasa tanggung jawabnya. Contoh, anak bisa makan sendiri, habis bermain membereskan mainan sendiri, dan bisa mandi sendiri meskipun belum higienis betul.
- Anak sangat menyukai acara yang dipilih sendiri dan ia sangat menikmatinya.
- Anak mulai bisa lebih berkonsentrasi dan memusatkan perhatiannya pada suatu hal. Itulah sebabnya dalam mengerjakan sesuatu anak terlihat lebih tekun.
- Anak sanggup menyebarkan dan bermain bahu-membahu dengan temannya. Contoh, waktu bermain balok-balok, anak bisa bermain bahu-membahu dengan temannya membangun sesuatu.
- Anak bahagia berbicara, pertanyaan anak juga sudah lebih rumit. Pertanyaan yang diajukan tidak lagi memakai kata tanya “apa”, tetapi sudah berkembang menjadi “mengapa”. Contoh, “Ayah, mengapa ayam kalau dari jauh menjadi kecil?” Anak juga cepat tanggap bila ada hal-hal yang bertentangan dengan apa yang sudah ibu-ayah ucapkan, “Kata Ibu, sebelum makan harus basuh tangan dulu, tapi kok Ayah boleh makan padahal belum basuh tangan?”
PANDUAN MENYIAPKAN ANAK MASUK SD
Dengan melihat ciri-ciri kesiapan anak masuk SD, inilah yang perlu dilakukan ibu-ayah biar ananda siap masuk SD.
- Sering mengajak anak berkunjung ke lingkungan di luar rumah, biar anak terbiasa dengan banyak sekali lingkungan yang ada, contohnya diajak ke pasar, ke warung, ke rumah bu RT. Dorong ananda untuk berkenalan dan minta ia memerhatikan acara yang sedang dilakukan di pasar atau warung, dan sebagainya.
- Tanyakan pada anak, apa yang telah dilakukannya di hari itu. Hargailah setiap balasan anak. Hindari pertanyaan yang diajukan bertubi-tubi lantaran akan menciptakan anak kesal dan kesannya tidak mau bercerita. Contoh, “Adik sedang apa? Tadi waktu Ibu ke pasar, Adik menangis tidak? Besok Adik mau ikut Ibu dan Bapak ke rumah Eyang?” Pertanyaan-pertanyaan menyerupai ini menciptakan anak bingung; ia belum menjawab satu pertanyaan, eh sudah diajukan lagi pertanyaan lain.
- Berkunjung ke SD yang ada di bersahabat rumah atau SD yang akan dituju kelak dan berkenalanlah dengan guru-guru di sana. Hal ini berkhasiat bagi anak biar tidak aib dan gampang mengikuti keadaan dengan lingkungan baru. Kalau sering berkunjung dan berkenalan dengan guru- guru di sana, anak pun akan terbiasa dengan lingkungan sekolahnya kelak. Jika anak mempunyai abang di SD, tentu akan lebih gampang bagi ibu-ayah untuk memperkenalkan lingkungan SD.
- Ajak anak untuk menyalurkan acara fisiknya secara lebih terarah, contohnya berlari, memanjat pohon, meniti trotoar (pinggir jalan raya).
- Perbanyak acara yang menunjang perkembangan motorik halus menyerupai bermain tanah liat, menciptakan goresan pena di atas pasir atau tepung dengan memakai jari tangan, membantu ibu menggiling adonan, membantu ibu memeras santan, dan lainnya. Tanamkan tanggung jawab dan kemandirian kepada anak, menyerupai selesai makan membawa piring ke dapur untuk dicuci ibu, membereskan mainan setiap kali selesai bermain, dan lain-lain. Pada awalnya ibu-ayah memperlihatkan contoh, kemudian melakukannya bersama anak, selanjutnya biarkan anak melakukannya sendiri, sehingga usang kelamaan kesannya anak terbiasa dan tidak selalu minta tolong ibu-ayah maupun orang remaja lainnya.
- Ciptakan kondisi berguru sambil bermain sehingga anak terbiasa bahwa berguru itu menyenangkan. Contoh, sambil mengajak anak ke pasar diperkenalkan nama sayuran dan warnanya, apa bedanya dengan sayuran lain, dan seterusnya.
- Hargai setiap hasil karya anak. Ketika anak memperlihatkan hasil tempelan aneka daun-daunan di sebuah kertas, katakan kepada anak, “Wah... anggun sekali hasil buatanmu, Nak. Ibu boleh tahu tidak ini apa?”.Hal ini sanggup menumbuhkan rasa percaya diri pada anak. Hindari perkataan seperti, “Mestinya bentuknya menyerupai ini...” (sambil ditunjukkan caranya). Komentar menyerupai ini akan mengecilkan hati anak dan menciptakan anak merasa tidak dihargai hasil karyanya, kesannya anak jadi malas untuk berkarya lagi.
- Jawablah setiap pertanyaan anak, namun bila ibu-ayah tidak tahu, katakanlah secara terus terang, “Wah, Nak...Ibu belum tahu kenapa kapal terbang bisa terbang.... Coba nanti kita tanya Bapak, mungkin Bapak tahu jawabnya.”
- Boleh juga bila ibu-ayah mau memperkenalkan anak dengan acara menulis, membaca, dan berhitung untuk membantu perkembangan kemampuan dasar anak. Akan tetapi lakukan melalui acara yang menyenangkan dan sambil bermain sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas. Misalnya, acara menulis, “Ayo... kini menciptakan titik-titik air hujan.”
Yang Harus Dihindari Oleh Ibu Dan Ayah:
- Memaksa anak berguru menulis, membaca, atau berhitung di ketika anak belum siap.
- Menuntut terlalu tinggi pada anak. Misalnya, anak harus bisa menulis dengan rapi, sehingga bila terjadi kesalahan, anak harus menghapus dan mengulangnya kembali hingga betul.
- Menyempurnakan hasil karya anak, lantaran ibu-ayah tidak puas dengan hasil karya anak. Cara ini sungguh tidak bijak, lantaran sanggup menciptakan anak menjadi kecil hati.
Download Buku Parenting Kesiapan Anak Bersekolah
Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Buku Parenting Kesiapan Anak Bersekolah ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:
Buku Parenting Kesiapan Anak Bersekolah
Download File:
Buku Parenting - Kesiapan Anak Bersekolah.pdf
Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Buku Parenting Kesiapan Anak Bersekolah. Semoga bisa bermanfaat.
Posting Komentar untuk "Kesiapan Anak Bersekolah"