Buku Guru Ppkn Smp Mts Kelas 9 K13 Revisi 2018
Berikut ini yaitu berkas Buku Guru PPKn Sekolah Menengah Pertama MTs Kelas 9 Kurikulum 2013 Revisi 2018. Download file format PDF.
Buku Guru PPKn Sekolah Menengah Pertama MTs Kelas 9 K13 Revisi 2018 |
Buku Guru PPKn Sekolah Menengah Pertama MTs Kelas 9 K13 Revisi 2018
Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Buku Guru PPKn Sekolah Menengah Pertama MTs Kelas 9 Kurikulum 2013 Revisi 2018:
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran dimaksudkan untuk membentuk akseptor didik menjadi insan yang mempunyai rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam konteks nilai dan moral Pancasila, kesadaran berkonstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, nilai dan semangat Bhinneka Tunggal Ika, serta komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam kurikulum 2013 pembelajaran difokuskan pada pencapaian tiga tingkat kompetensi, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibelajarkan secara utuh. Pada mata pelajaran PPKn, pengembangan kompetensi tersebut meliputi seluruh dimensi kewarganegaraan, yakni: (1) sikap kewarganegaraan termasuk keteguhan, komitmen dan tanggung jawab kewarganegaraan (civic confidence, civic committment, and civic responsibility); (2) pengetahuan kewarganegaraan; (3) keterampilan kewarganegaraan termasuk kecakapan dan partisipasi kewarganegaraan (civic competence and civic responsibility). Pembahasannya dilakukan secara utuh meliputi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dirancang berbasis aktivitas, dikaitkan dengan sejumlah tema kewarganegaraan, yang diharapkan sanggup mendorong akseptor didik menjadi warga negara yang baik, melalui kepeduliannya terhadap permasalahan dan tantangan yang dihadapi masyarakat sekitarnya. Kepedulian tersebut, ditunjukkan dalam bentuk partisipasi aktif dalam pengembangan komunitas yang terkait dengan dirinya. Kompetensi yang dihasilkan bukan lagi terbatas pada kajian pengetahuan dan keterampilan penyajian hasil kajiannya dalam bentuk karya tulis, tetapi lebih ditekankan kepada pembentukan sikap dan tindakan nyata yang harus bisa dilakukan oleh tiap akseptor didik. Dengan demikian akan terbentuk sikap yang cinta dan besar hati sebagai bangsa Indonesia.
Buku ini merupakan panduan minimal bagi guru dalam membelajarkan akseptor didik melalui pendekatan scientific dengan model pembelajaran Discovery Learning (DL), Problem Based Learning (PBL), dan Project Based Learning (PjBL). Di samping itu disajikan pula implementasi model-model pembelajaran alternatif bagi mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, sehingga pembelajaran yang disajikan sanggup lebih bermakna. Guru dituntut untuk berani menyebarkan pembelajaran melalui kreasi dan penemuan model-model pembelajaran yang ada sesuai dengan karakteristik mata pelajaran PPKn dalam bentuk kegiatan-kegiatan lain yang sesuai dan relevan bersumber pada lingkungan sosial dan alam sekitarnya.
Petunjuk Umum
Maksud dan Tujuan Buku Guru
Maksud dan Tujuan disusunnya Buku Guru, yaitu:
Petunjuk Penggunaan Buku Guru
Buku ini merupakan pedoman guru dalam mengelola acara pembelajaran terutama dalam memfasilitasi akseptor didik, untuk mendalami Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) sebagaimana terdapat dalam buku akseptor didik. Buku ini merupakan petunjuk teknis untuk mengoperasionalkan materi pembelajaran yang terdapat dalam buku akseptor didik. Oleh lantaran itu, sudah semestinya guru membaca dan mengimplementasikannya dalam setiap melaksanakan proses pembelajaran.
Secara garis besar buku guru ini terdiri atas dua bagian, yaitu Bagian I Petunjuk Umum dan Bagian II Petunjuk Khusus Pembelajaran PPKn per Bab. Secara lebih terinci, ruang lingkup Buku Guru Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai berikut.
Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD), dan Indikator Mata Pelajaran PPKn Kelas IX
Mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan kelas IX mempunyai empat Kompetensi Inti dan 24 Kompetensi Dasar. Berbeda dengan kurikulum sebelumnya, konsep kompetensi inti ini merupakan konsep yang baru. Setiap kompetensi inti mempunyai kedudukannya masing-masing.
KI-1, KI-2, dan KI-4 harus dikembangkan dan ditumbuhkan melalui pembelajaran setiap materi pokok yang tercantum dalam KI-3. KI-1 dan KI-2 tidak diajarkan eksklusif (direct teaching), tetapi indirect teaching pada setiap kegiatan pembelajaran. Di bawah ini penyebaran kompetensi inti dan kompetensi dasar kelas IX berdasarkan Permendikbud No. 24 tahun 2016 wacana Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar pada Kurikulum 2013.
Empat Kompetensi Inti, kemudian dijabarkan menjadi 24 Kompetensi Dasar. Hal itu merupakan materi kajian yang akan ditransformasikan dalam kegiatan pembelajaran selama satu tahun (dua semester), yang terurai dalam 32 minggu. Sesuai dengan sistem Semester, maka 32 ahad itu dibagi menjadi dua semester, semester pertama dan semester kedua. Setiap semester terbagi menjadi 16 minggu. Sehingga alokasi waktu yang tersedia yaitu 3 x 40 menit x 32 minggu/tahun atau 3 x 40 menit x 16 minggu/semester.
Untuk efektivitas dan optimalisasi pelaksanaan pembelajaran, pihak pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku teks pelajaran untuk mata pelajaran PPKn Kelas IX. Berdasarkan jumlah KD terutama yang terkait dengan pembagian terstruktur mengenai KI ke-3, buku teks pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Kelas IX disusun menjadi enam bab, yaitu:
Maksud, Tujuan, dan Ruang Lingkup Mata Pelajaran PPKn
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) merupakan salah satu muatan kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang dimaksudkan untuk membentuk akseptor didik menjadi insan yang mempunyai rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Berdasarkan hal tersebut, maka dikembangkan Mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) yang diharapkan sanggup menjadi wahana edukatif dalam menyebarkan akseptor didik menjadi insan yang mempunyai rasa kebangsaan dan cinta tanah air, yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, semangat Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mata pelajaran PPKn ini, dimaksudkan untuk mengakomodasikan perkembangan gres dan perwujudan pendidikan sebagai proses pencerdasan kehidupan bangsa dalam arti utuh dan luas, bisa menawarkan bantuan dalam solusi atas banyak sekali krisis yang melanda Indonesia terutama krisis multidimensional, dan membekali akseptor didik untuk hidup dalam kancah global sebagai warga dunia (global citizenship).
1. Tujuan
Secara umum tujuan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yaitu menyebarkan potensi akseptor didik dalam seluruh dimensi kewarga- negaraan, yakni:
a. sikap kewarganegaraan termasuk keteguhan, komitmen, dan tanggung jawab kewarganegaraan (civic confidence, civic committment, and civic responsibility);
b. pengetahuan kewarganegaraan;
c. keterampilan kewarganegaraan termasuk kecakapan;
d. partisipasi kewarganegaraan (civic competence and civic responsibility).
Secara khusus, tujuan PPKn yang berisikan keseluruhan dimensi tersebut semoga akseptor didik mampu:
a. menampilkan huruf yang mencerminkan penghayatan, pemahaman, dan pengamalan nilai dan moral Pancasila secara personal dan sosial;
b. mempunyai komitmen konstitusional yang ditopang oleh sikap positif dan pemahaman utuh wacana Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif serta mempunyai semangat kebangsaan serta cinta tanah air yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, semangat Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan;
d. berpartisipasi secara aktif, cerdas, dan bertanggung jawab sebagai anggota masyarakat, tunas bangsa, dan warga negara sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang hidup bersama dalam banyak sekali tatanan sosial Budaya
2. Ruang Lingkup Mata Pelajaran PPKn
Perubahan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada kurikulum 2006 menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan pada Kurikulum 2013 berimplikasi terhadap ruang lingkup pembahasannya. Oleh lantaran itu, ruang lingkup mata pelajaran PPKn pada Kurikulum 2013 mencakup:
a. Pancasila sebagai dasar negara, ideologi nasional, dan pandangan hidup bangsa.
b. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai aturan dasar tertulis yang menjadi landasan konstitusional kehidupan ber- masyarakat, berbangsa, dan bernegara.
c. Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai janji final bentuk Negara Republik Indonesia.
d. Bhinneka Tunggal Ika, sebagai wujud filosofi kesatuan yang melandasi dan mewarnai keberagaman kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dari ruang lingkup pembahasan PPKn di atas, berdasarkan Permendikbud No. 24 tahun 2016 wacana Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar, maka ruang lingkup pembelajaran PPKn pada kelas IX meliputi:
a. Dinamika Perwujudan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa
b. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
c. Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia
d. Persatuan dalam Keberagaman Masyarakat Indonesia
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran dimaksudkan untuk membentuk akseptor didik menjadi insan yang mempunyai rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam konteks nilai dan moral Pancasila, kesadaran berkonstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, nilai dan semangat Bhinneka Tunggal Ika, serta komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam kurikulum 2013 pembelajaran difokuskan pada pencapaian tiga tingkat kompetensi, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibelajarkan secara utuh. Pada mata pelajaran PPKn, pengembangan kompetensi tersebut meliputi seluruh dimensi kewarganegaraan, yakni: (1) sikap kewarganegaraan termasuk keteguhan, komitmen dan tanggung jawab kewarganegaraan (civic confidence, civic committment, and civic responsibility); (2) pengetahuan kewarganegaraan; (3) keterampilan kewarganegaraan termasuk kecakapan dan partisipasi kewarganegaraan (civic competence and civic responsibility). Pembahasannya dilakukan secara utuh meliputi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dirancang berbasis aktivitas, dikaitkan dengan sejumlah tema kewarganegaraan, yang diharapkan sanggup mendorong akseptor didik menjadi warga negara yang baik, melalui kepeduliannya terhadap permasalahan dan tantangan yang dihadapi masyarakat sekitarnya. Kepedulian tersebut, ditunjukkan dalam bentuk partisipasi aktif dalam pengembangan komunitas yang terkait dengan dirinya. Kompetensi yang dihasilkan bukan lagi terbatas pada kajian pengetahuan dan keterampilan penyajian hasil kajiannya dalam bentuk karya tulis, tetapi lebih ditekankan kepada pembentukan sikap dan tindakan nyata yang harus bisa dilakukan oleh tiap akseptor didik. Dengan demikian akan terbentuk sikap yang cinta dan besar hati sebagai bangsa Indonesia.
Buku ini merupakan panduan minimal bagi guru dalam membelajarkan akseptor didik melalui pendekatan scientific dengan model pembelajaran Discovery Learning (DL), Problem Based Learning (PBL), dan Project Based Learning (PjBL). Di samping itu disajikan pula implementasi model-model pembelajaran alternatif bagi mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, sehingga pembelajaran yang disajikan sanggup lebih bermakna. Guru dituntut untuk berani menyebarkan pembelajaran melalui kreasi dan penemuan model-model pembelajaran yang ada sesuai dengan karakteristik mata pelajaran PPKn dalam bentuk kegiatan-kegiatan lain yang sesuai dan relevan bersumber pada lingkungan sosial dan alam sekitarnya.
Petunjuk Umum
Maksud dan Tujuan Buku Guru
Maksud dan Tujuan disusunnya Buku Guru, yaitu:
- untuk memfasilitasi para Guru PPKn dalam membangun persepsi dan sikap positif terhadap mata pelajaran PPKn sesuai dengan ide, regulasi, karakteristik psikologis-pedagogis, dan fungsinya dalam konteks sistem pendidikan nasional;
- agar guru sanggup lebih memahami secara utuh dan menyeluruh karakteristik PPKn Kurikulum 2013 sebagai landasan membangun pola sikap dan pola sikap profesional sebagai guru PPKn;
- untuk memfasilitasi tumbuhnya kesejawatan (kolegialisme) guru PPKn, untuk mewujudkan pembelajaran PPKn dan pengembangan budaya kewarganegaraan di lingkungan satuan pendidikan dan lingkungan sosial- kultural akseptor didik; dan
- untuk menyebarkan diri sebagai guru PPKn yang profesional dan dinamis dalam menyikapi dan memecahkan masalah-masalah mudah terkait visi dan misi PPKn di lingkungan satuan pendidikan.
Petunjuk Penggunaan Buku Guru
Buku ini merupakan pedoman guru dalam mengelola acara pembelajaran terutama dalam memfasilitasi akseptor didik, untuk mendalami Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) sebagaimana terdapat dalam buku akseptor didik. Buku ini merupakan petunjuk teknis untuk mengoperasionalkan materi pembelajaran yang terdapat dalam buku akseptor didik. Oleh lantaran itu, sudah semestinya guru membaca dan mengimplementasikannya dalam setiap melaksanakan proses pembelajaran.
Secara garis besar buku guru ini terdiri atas dua bagian, yaitu Bagian I Petunjuk Umum dan Bagian II Petunjuk Khusus Pembelajaran PPKn per Bab. Secara lebih terinci, ruang lingkup Buku Guru Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai berikut.
- Bagian I Petunjuk Umum, menguraikan maksud dan tujuan penyusunan buku guru, petunjuk penggunaan buku guru, KI dan KD mata pelajaran PPKn Kelas IX dalam kurikulum 2013, karakteristik mata pelajaran PPKn dan seni administrasi pembelajaran PPKn.
- Bagian II Petunjuk Khusus Pembelajaran PPKn per Bab, menguraikan petunjuk pembelajaran tiap kompetensi dasar.
Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD), dan Indikator Mata Pelajaran PPKn Kelas IX
Mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan kelas IX mempunyai empat Kompetensi Inti dan 24 Kompetensi Dasar. Berbeda dengan kurikulum sebelumnya, konsep kompetensi inti ini merupakan konsep yang baru. Setiap kompetensi inti mempunyai kedudukannya masing-masing.
- Kompetensi Inti-1 (KI-1) untuk kompetensi inti Sikap Spiritual.
- Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti Sikap Sosial.
- Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk kompetensi inti Pengetahuan.
- Kompetensi Inti-4 (KI-4) untuk kompetensi inti Keterampilan.
KI-1, KI-2, dan KI-4 harus dikembangkan dan ditumbuhkan melalui pembelajaran setiap materi pokok yang tercantum dalam KI-3. KI-1 dan KI-2 tidak diajarkan eksklusif (direct teaching), tetapi indirect teaching pada setiap kegiatan pembelajaran. Di bawah ini penyebaran kompetensi inti dan kompetensi dasar kelas IX berdasarkan Permendikbud No. 24 tahun 2016 wacana Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar pada Kurikulum 2013.
Empat Kompetensi Inti, kemudian dijabarkan menjadi 24 Kompetensi Dasar. Hal itu merupakan materi kajian yang akan ditransformasikan dalam kegiatan pembelajaran selama satu tahun (dua semester), yang terurai dalam 32 minggu. Sesuai dengan sistem Semester, maka 32 ahad itu dibagi menjadi dua semester, semester pertama dan semester kedua. Setiap semester terbagi menjadi 16 minggu. Sehingga alokasi waktu yang tersedia yaitu 3 x 40 menit x 32 minggu/tahun atau 3 x 40 menit x 16 minggu/semester.
Untuk efektivitas dan optimalisasi pelaksanaan pembelajaran, pihak pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku teks pelajaran untuk mata pelajaran PPKn Kelas IX. Berdasarkan jumlah KD terutama yang terkait dengan pembagian terstruktur mengenai KI ke-3, buku teks pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Kelas IX disusun menjadi enam bab, yaitu:
- Bab I : Dinamika Perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
- Bab II : Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
- Bab III : Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia
- Bab IV : Keberagaman Masyarakat Indonesia dalam Bingkai Bhinneka Tunggal Ika
- Bab V : Harmoni Keberagaman Masyarakat Indonesia
- Bab VI : Bela Negara dalam Konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia
Maksud, Tujuan, dan Ruang Lingkup Mata Pelajaran PPKn
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) merupakan salah satu muatan kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang dimaksudkan untuk membentuk akseptor didik menjadi insan yang mempunyai rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Berdasarkan hal tersebut, maka dikembangkan Mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) yang diharapkan sanggup menjadi wahana edukatif dalam menyebarkan akseptor didik menjadi insan yang mempunyai rasa kebangsaan dan cinta tanah air, yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, semangat Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mata pelajaran PPKn ini, dimaksudkan untuk mengakomodasikan perkembangan gres dan perwujudan pendidikan sebagai proses pencerdasan kehidupan bangsa dalam arti utuh dan luas, bisa menawarkan bantuan dalam solusi atas banyak sekali krisis yang melanda Indonesia terutama krisis multidimensional, dan membekali akseptor didik untuk hidup dalam kancah global sebagai warga dunia (global citizenship).
1. Tujuan
Secara umum tujuan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yaitu menyebarkan potensi akseptor didik dalam seluruh dimensi kewarga- negaraan, yakni:
a. sikap kewarganegaraan termasuk keteguhan, komitmen, dan tanggung jawab kewarganegaraan (civic confidence, civic committment, and civic responsibility);
b. pengetahuan kewarganegaraan;
c. keterampilan kewarganegaraan termasuk kecakapan;
d. partisipasi kewarganegaraan (civic competence and civic responsibility).
Secara khusus, tujuan PPKn yang berisikan keseluruhan dimensi tersebut semoga akseptor didik mampu:
a. menampilkan huruf yang mencerminkan penghayatan, pemahaman, dan pengamalan nilai dan moral Pancasila secara personal dan sosial;
b. mempunyai komitmen konstitusional yang ditopang oleh sikap positif dan pemahaman utuh wacana Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif serta mempunyai semangat kebangsaan serta cinta tanah air yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, semangat Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan;
d. berpartisipasi secara aktif, cerdas, dan bertanggung jawab sebagai anggota masyarakat, tunas bangsa, dan warga negara sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang hidup bersama dalam banyak sekali tatanan sosial Budaya
2. Ruang Lingkup Mata Pelajaran PPKn
Perubahan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada kurikulum 2006 menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan pada Kurikulum 2013 berimplikasi terhadap ruang lingkup pembahasannya. Oleh lantaran itu, ruang lingkup mata pelajaran PPKn pada Kurikulum 2013 mencakup:
a. Pancasila sebagai dasar negara, ideologi nasional, dan pandangan hidup bangsa.
b. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai aturan dasar tertulis yang menjadi landasan konstitusional kehidupan ber- masyarakat, berbangsa, dan bernegara.
c. Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai janji final bentuk Negara Republik Indonesia.
d. Bhinneka Tunggal Ika, sebagai wujud filosofi kesatuan yang melandasi dan mewarnai keberagaman kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dari ruang lingkup pembahasan PPKn di atas, berdasarkan Permendikbud No. 24 tahun 2016 wacana Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar, maka ruang lingkup pembelajaran PPKn pada kelas IX meliputi:
a. Dinamika Perwujudan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa
b. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
c. Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia
d. Persatuan dalam Keberagaman Masyarakat Indonesia
e. Harmoni dalam Keberagaman Masyarakat Indonesia
f. Bela Negara dalam Konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia
Karakteristik Mata Pelajaran PPKn
Mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran penyempurnaan dari mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang semula dikenal dalam Kurikulum 2006. Penyempurnaan tersebut dilakukan atas dasar pertimbangan: (1) Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa diperankan dan dimaknai sebagai entitas inti yang menjadi sumber rujukan dan kriteria keberhasilan pencapaian tingkat kompetensi dan pengorganisasian dari keseluruhan ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan; (2) substansi dan jiwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, nilai dan semangat Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia ditempatkan sebagai kepingan integral dari Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, yang menjadi wahana psikologis- pedagogis pembangunan warga negara Indonesia yang berkarakter Pancasila.
Perubahan tersebut didasarkan pada sejumlah masukan penyempurnaan pembelajaran PKn menjadi PPKn yang mengemuka dalam lima tahun terakhir, antara lain: (1) secara substansial, PKn terkesan lebih lebih banyak didominasi bermuatan ketatanegaraan sehingga muatan nilai dan moral Pancasila kurang menerima pementingan yang proporsional; (2) secara metodologis, ada kecenderungan pembelajaran yang mengutamakan pengembangan ranah sikap (afektif), ranah pengetahuan (kognitif),dan pengembangan ranah keterampilan (psikomotorik) belum dikembangkan secara optimal dan utuh (koheren).
f. Bela Negara dalam Konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia
Karakteristik Mata Pelajaran PPKn
Mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran penyempurnaan dari mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang semula dikenal dalam Kurikulum 2006. Penyempurnaan tersebut dilakukan atas dasar pertimbangan: (1) Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa diperankan dan dimaknai sebagai entitas inti yang menjadi sumber rujukan dan kriteria keberhasilan pencapaian tingkat kompetensi dan pengorganisasian dari keseluruhan ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan; (2) substansi dan jiwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, nilai dan semangat Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia ditempatkan sebagai kepingan integral dari Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, yang menjadi wahana psikologis- pedagogis pembangunan warga negara Indonesia yang berkarakter Pancasila.
Perubahan tersebut didasarkan pada sejumlah masukan penyempurnaan pembelajaran PKn menjadi PPKn yang mengemuka dalam lima tahun terakhir, antara lain: (1) secara substansial, PKn terkesan lebih lebih banyak didominasi bermuatan ketatanegaraan sehingga muatan nilai dan moral Pancasila kurang menerima pementingan yang proporsional; (2) secara metodologis, ada kecenderungan pembelajaran yang mengutamakan pengembangan ranah sikap (afektif), ranah pengetahuan (kognitif),dan pengembangan ranah keterampilan (psikomotorik) belum dikembangkan secara optimal dan utuh (koheren).
Selain itu, melalui penyempurnaan PKn menjadi PPKn tersebut terkandung gagasan dan cita-cita untuk menjadikan PPKn sebagai salah satu mata pelajaran yang bisa menawarkan bantuan dalam solusi atas banyak sekali krisis yang melanda Indonesia, terutama krisis multi dimensional. PPKn sebagai mata pelajaran yang mempunyai misi menyebarkan keadaban Pancasila, diharapkan bisa membudayakan dan memberdayakan akseptor didik semoga menjadi warga negara yang cerdas dan baik serta menjadi pemimpin bangsa dan negara Indonesia di masa depan yang amanah, jujur, cerdas, dan bertanggung jawab.
Dalam konteks kehidupan global, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan selain harus meneguhkan keadaban Pancasila juga harus membekali akseptor didik untuk hidup dalam kancah global sebagai warga dunia (global citizenship). Oleh lantaran itu, substansi dan pembelajaran PPKn perlu diorientasikan untuk membekali warga negara Indonesia semoga bisa hidup dan berkontribusi secara optimal pada dinamika kehidupan masa 21. Untuk itu, pembelajaran PPKn selain menyebarkan nilai dan moral Pancasila, juga menyebarkan semua visi dan keterampilan masa ke-21 sebagaimana telah menjadi komitmen global.
Mata pelajaran PPKn dalam Kurikulum 2013, secara utuh mempunyai karakteristik sebagai berikut.
Strategi Pembelajaran PPKn
1. Konsep dan Strategi Pembelajaran PPKn
Secara prinsip, kegiatan pembelajaran merupakan proses pendidikan yang menawarkan kesempatan kepada akseptor didik untuk menyebarkan potensi mereka menjadi kemampuan yang semakin usang semakin meningkat dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dibutuhkan dirinya untuk hidup dan untuk bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia. Oleh lantaran itu, kegiatan pembelajaran diarahkan untuk memberdayakan semua potensi akseptor didik menjadi kompetensi yang diharapkan.
Lebih lanjut, seni administrasi pembelajaran harus diarahkan untuk memfasilitasi pencapaian kompetensi yang telah dirancang dalam dokumen kurikulum semoga setiap individu bisa menjadi pembelajar berdikari sepanjang hayat dan yang pada gilirannya mereka menjadi komponen penting untuk mewujudkan masyarakat belajar. Kualitas lain yang dikembangkan kurikulum dan harus terealisasikan dalam proses pembelajaran antara lain kreativitas, kemandirian, kerja sama, solidaritas, kepemimpinan, empati, toleransi, dan kecakapan hidup akseptor didik guna membentuk tabiat serta meningkatkan peradaban dan martabat bangsa.
Untuk mencapai kualitas yang telah dirancang dalam dokumen kurikulum, kegiatan pembelajaran perlu memakai prinsip yang: (1) berpusat pada akseptor didik, (2) menyebarkan kreativitas akseptor didik, (3) membuat kondisi menyenangkan dan menantang, (4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika, dan (5) menyediakan pengalaman berguru yang bermacam-macam melalui penerapan banyak sekali seni administrasi dan metode pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna.
Di dalam pembelajaran, akseptor didik didorong untuk menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengaitkan informasi gres dengan yang sudah ada dalam ingatannya, dan melaksanakan pengembangan menjadi informasi atau kemampuan yang sesuai dengan lingkungan dan jaman daerah serta waktu ia hidup. Kurikulum 2013 menganut pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak sanggup dipindahkan begitu saja dari guru ke akseptor didik. Peserta didik yaitu subjek yang mempunyai kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengontruksi, dan memakai pengetahuan. Untuk itu pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan yang diberikan kepada akseptor didik untuk mengontruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya. Agar benar-benar memahami dan sanggup menerapkan pengetahuan, akseptor didik perlu didorong untuk bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan berupaya keras mewujudkan ide-idenya.
Guru menawarkan kemudahan untuk proses ini, dengan menyebarkan suasana berguru yang memberi kesempatan akseptor didik untuk menemukan, menerapkan ide-ide mereka sendiri, menjadi sadar dan secara sadar memakai seni administrasi mereka sendiri untuk belajar. Guru menyebarkan kesempatan berguru kepada akseptor didik untuk meniti anak tangga yang membawa akseptor didik ke pemahaman yang lebih tinggi, yang semula dilakukan dengan proteksi guru tetapi semakin usang semakin mandiri. Bagi akseptor didik, pembelajaran harus bergeser dari “diberitahu” menjadi “aktif mencari tahu”.
Kurikulum 2013 menyebarkan dua modus proses pembelajaran, yaitu proses pembelajaran eksklusif dan proses pembelajaran tidak langsung. Proses pembelajaran eksklusif yaitu proses pendidikan dimana akseptor didik menyebarkan pengetahuan, kemampuan berpikir, dan keterampilan psikomotorik melalui interaksi eksklusif dengan sumber berguru yang dirancang dalam silabus dan RPP berupa kegiatan-kegiatan pembelajaran. Dalam pembelajaran eksklusif tersebut akseptor didik melaksanakan kegiatan berguru mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi atau menganalisis, dan mengomunikasikan apa yang sudah ditemukannya dalam kegiatan analisis. Proses pembelajaran eksklusif menghasilkan pengetahuan dan keterampilan eksklusif atau yang disebut dengan instructional effect.
Pembelajaran tidak eksklusif yaitu proses pendidikan yang terjadi selama proses pembelajaran eksklusif tetapi tidak dirancang dalam kegiatan khusus. Pembelajaran tidak eksklusif berkenaan dengan pengembangan nilai dan sikap. Berbeda dengan pengetahuan wacana nilai dan sikap yang dilakukan dalam proses pembelajaran eksklusif oleh mata pelajaran tertentu, pengembangan sikap sebagai proses pengembangan moral dan sikap dilakukan oleh seluruh mata pelajaran dan dalam setiap kegiatan yang terjadi di kelas, sekolah, dan masyarakat. Oleh lantaran itu, dalam proses pembelajaran Kurikulum 2013, semua kegiatan yang terjadi selama berguru di sekolah dan di luar dalam kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler terjadi proses pembelajaran untuk menyebarkan moral dan sikap yang terkait dengan sikap.
Baik pembelajaran eksklusif maupun pembelajaran tidak eksklusif terjadi secara terintegrasi dan tidak terpisah. Pembelajaran eksklusif berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut KD yang dikembangkan dari KI-3 dan KI-4. Keduanya, dikembangkan secara bersamaan dalam suatu proses pembelajaran dan menjadi wahana untuk menyebarkan KD pada KI-1 dan KI-2. Pembelajaran tidak eksklusif berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut KD yang dikembangkan dari KI-1 dan KI-2.
2. Pendekatan Saintifik dan Pembelajaran PPKn
Pembelajaran PPKn pada Kurikulum 2013 memakai pendekatan saintifik atau pendekatan berbasis proses keilmuan, dengan seni administrasi pembelajaran kontekstual. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific approach), tematik terpadu (tematik antarmata pelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk mendorong kemampuan akseptor didik menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok maka sangat disarankan memakai pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning). Pembelajaran dengan pendekatan ilmiah terdiri atas lima pengalaman berguru pokok, yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengomunikasikan.
Penjelasan kelima langkah pembelajaran scientific approach tersebut sanggup diuraikan sebagai berikut.
a. Mengamati
b. Menanya
c. Mengumpulkan informasi
d. Mengasosiasikan
e. Mengomunikasikan
3. Model-model Pembelajaran PPKn
Seperti sudah diuraikan di atas, bahwa pembelajaran PPKn memakai pendekatan saintifik. Pendekatan ini sanggup memakai beberapa model pembelajaran yang merupakan suatu bentuk pembelajaran yang mempunyai nama, ciri, sintaks, pengaturan, dan budaya. Model pembelajaran yang dikembangkan dalam PPKn, di antaranya discovery learning, inquiry learning, problem-based learning, dan project-based learning.
a. Pembelajaran Berbasis Penemuan (Discovery Learning)
1) Definisi
Discovery mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan problem solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipel pada ketiga istilah ini, pada discovery learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui, masalah yang diperhadapkan kepada akseptor didik merupakan masalah yang direkayasa oleh guru. Sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa guru, sehingga akseptor didik harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan- temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian, sedangkan problem solving lebih memberi tekanan pada kemampuan merampungkan masalah. Pada discovery learning materi tidak disampaikan secara final, tetapi akseptor didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui selanjutnya diteruskan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan pahami dalam suatu laporan akhir.
Penggunaan discovery learning ingin mengubah kondisi berguru dari pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Mengubah modus ekspository dimana akseptor didik hanya mendapatkan informasi secara keseluruhan dari guru ke modus Discovery dimana akseptor didik menemukan informasi sendiri.
2) Konsep
Di dalam proses pembelajaran, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap akseptor didik, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses pembelajaran perlu diciptakan lingkungan yang memfasilitasi rasa ingin tahu akseptor didik pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan discovery learning environment, yaitu lingkungan dimana akseptor didik sanggup melaksanakan eksplorasi, penemuan-penemuan gres yang belum dikenal atau pengertian yang ibarat dengan yang sudah diketahui. Lingkungan ibarat ini bertujuan semoga akseptor didik dalam proses pembelajaran sanggup berjalan dengan baik dan lebih kreatif.
Dalam discovery learning materi asuh tidak disajikan dalam bentuk akhir, akseptor didik dituntut untuk melaksanakan banyak sekali kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan, serta membuat kesimpulan-kesimpulan. Bruner menyampaikan bahwa proses berguru akan berjalan dengan baik dan kreatif kalau guru menawarkan kesempatan kepada akseptor didik untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang mereka jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41). Pada jadinya yang menjadi tujuan dalam discovery learning berdasarkan Bruner yaitu hendaklah guru menawarkan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorang yang bisa memecahkan masalah, ilmuan, andal sejarah, atau andal matematika. Dan melalui kegiatan tersebut akseptor didik akan menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya.
3) Langkah-langkah
Langkah-langkah dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas yaitu sebagai berikut.
a) Perencanaan
Pada langkah perencanaan kegiatan yang dilakukan yaitu sebagai berikut.
Pelaksanaan model discovery learning di dalam kelas berdasarkan Syah (2004) ada beberapa mekanisme atau tahap yang harus dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran mengajar, yakni:
Tahap stimulasi/pemberian rangsangan (stimulation) Pada tahap pemberian rangsangan akseptor didik dihadapkan pada sesuatu yang menjadikan banyak pertanyaan, pro-kontra dan timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Guru memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, melempar kasus, memutar video, anjuran membaca buku, dan acara berguru lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi berguru yang sanggup menyebarkan dan membantu akseptor didik dalam mengeksplorasi bahan. Dengan demikian, seorang Guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada akseptor didik semoga tujuan mengaktifkan akseptor didik untuk mengeksplorasi sanggup tercapai. Contoh kegiatan pemberian rangsangan: wacana konvoi akseptor didik untuk merayakan kelulusan, eksekusi mati bagi bandar narkoba, video pelanggaran kemudian lintas, dan sebagainya.
Tahap pernyataan/ identifikasi masalah (problem statement)
Setelah dilakukan tahap stimulasi, guru memberi kesempatan kepada akseptor didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan materi pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah). Contoh pernyataan: eksekusi mati bagi bandar narkoba melanggar HAM, pelanggaran kemudian lintas disebabkan oleh rendahnya kesadaran aturan oleh masyarakat.
Tahap pengumpulan data (data collection)
Pada dikala akseptor didik melaksanakan eksperimen atau eksplorasi, guru memberi kesempatan kepada akseptor didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk pertanda benar atau tidaknya hipotesis. Data sanggup diperoleh melalui membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melaksanakan uji coba sendiri, dan sebagainya.
Tahap pengolahan data (data processing)
Pada tahap pengolahan data akseptor didik melaksanakan analisis atas data, informasi yang dikumpulkan melalui wawancara, observasi, angket, dan dokumen yang selanjutnya ditafsirkan sesuai rumusan masalah, sebagaimana pendapat Syah (2004:244) yang menyampaikan bahwa pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para akseptor didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, kemudian ditafsirkan.
Tahap pembuktian (verification)
Pada tahap ini akseptor didik melaksanakan pemeriksaan secara cermat untuk pertanda benar atau tidaknya hipotesis yang telah ditetapkan, dihubungkan dengan hasil pengolahan data (data processing). Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicentang, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
Tahap menarik kesimpulan/generalisasi (generalization)
Tahap generalisasi/menarik kesimpulan yaitu proses menarik sebuah kesimpulan yang sanggup dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua insiden atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi.
c) Sistem Penilaian
Dalam model pembelajaran discovery, penilaian sanggup dilakukan dengan memakai tes maupun non tes. Penilaian sanggup berupa penilaian pengetahuan, keterampilan, sikap, atau penilaian hasil kerja akseptor didik. Jika bentuk penilainnya berupa penilaian pengetahuan, maka dalam model pembelajaran discovery sanggup memakai tes tertulis. Jika bentuk penilaiannya memakai penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja akseptor didik, maka pelaksanaan penilaian sanggup memakai contoh-contoh format atau rubrik penilaian sikap ibarat yang ada pada uraian penilaian proses dan hasil berguru pada materi berikutnya.
b. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Problem Based Learning (PBL) yaitu model pembelajaran yang dirancang semoga akseptor didik menerima pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan mempunyai model berguru sendiri serta mempunyai kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya memakai pendekatan yang sistemis untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah model pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang akseptor didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, akseptor didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world). Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran yang menantang akseptor didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan ini dipakai untuk mengikat akseptor didik pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada akseptor didik, sebelum akseptor didik mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan.
Ada lima seni administrasi dalam memakai model pembelajaran berbasis masalah (PBL), yaitu:
Model PBL mengacu pada hal-hal sebagai berikut.
Prinsip-prinsip PBL yang harus diperhatikan meliputi: konsep dasar, pendefinisian masalah, pembelajaran mandiri, pertukaran pengetahuan dan penilaiannya.
Dalam konteks kehidupan global, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan selain harus meneguhkan keadaban Pancasila juga harus membekali akseptor didik untuk hidup dalam kancah global sebagai warga dunia (global citizenship). Oleh lantaran itu, substansi dan pembelajaran PPKn perlu diorientasikan untuk membekali warga negara Indonesia semoga bisa hidup dan berkontribusi secara optimal pada dinamika kehidupan masa 21. Untuk itu, pembelajaran PPKn selain menyebarkan nilai dan moral Pancasila, juga menyebarkan semua visi dan keterampilan masa ke-21 sebagaimana telah menjadi komitmen global.
Mata pelajaran PPKn dalam Kurikulum 2013, secara utuh mempunyai karakteristik sebagai berikut.
- Nama mata pelajaran yang semula Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) telah diubah menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn);
- Mata pelajaran PPKn berfungsi sebagai mata pelajaran yang mempunyai misi ratifikasi kebangsaan dan pelopor pendidikan karakter;
- Kompetensi Dasar (KD) PPKn dalam bingkai Kompetensi Inti (KI) yang secara psikologis-pedagogis menjadi pengintegrasi kompetensi akseptor didik secara utuh dan koheren dengan penanaman, pengembangan, dan/ atau penguatan nilai dan moral Pancasila; nilai dan norma Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; nilai dan semangat Bhinneka Tunggal Ika; serta wawasan dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- Pendekatan pembelajaran berbasis proses keilmuan (scientific approach) yang dipersyaratkan dalam kurilukum 2013 memusatkan perhatian pada proses pembangunan pengetahuan (KI-3), keterampilan (KI-4), sikap spiritual (KI-1), dan sikap sosial (KI-2) melalui transformasi pengalaman empirik dan pemaknaan konseptual. Pendekatan tersebut mempunyai langkah generik sebagai berikut. a. Mengamati (observing), b. Menanya (questioning), c. Mengumpulkan Informasi (exploring), d. Menalar/mengasosiasi (associating), e. Mengomunikasikan (communicating).
- Dalam konteks lain, contohnya model yang diterapkan berupa model proyek, ibarat Proyek Kewarganegaraan yang menuntut acara yang kompleks, waktu yang panjang, dan kompetensi yang lebih luas.
- Model pembelajaran dikembangkan sesuai dengan karakteristik PPKn secara holistik/utuh dalam rangka peningkatan kualitas berguru dan pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan huruf akseptor didik sebagai warga negara yang cerdas dan baik secara utuh dalam proses pembelajaran autentik (authentic instructional and authentic learning) dalam bingkai integrasi kompetensi inti sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Selain itu model pembelajaran yang mengarahkan akseptor didik bersikap dan berpikir ilmiah (scientific), yaitu pembelajaran yang mendorong dan menginspirasi akseptor didik berpikir secara kritis, analistis, dan sempurna dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.
- Model penilaian proses pembelajaran dan hasil berguru PPKn memakai penilaian autentik (authentic assesment). Penilaian autentik bisa menggambarkan peningkatan hasil berguru akseptor didik, baik dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain. Penilaian autentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan akseptor didik untuk memperlihatkan kompetensi mereka dalam pengaturan yang lebih autentik.
Strategi Pembelajaran PPKn
1. Konsep dan Strategi Pembelajaran PPKn
Secara prinsip, kegiatan pembelajaran merupakan proses pendidikan yang menawarkan kesempatan kepada akseptor didik untuk menyebarkan potensi mereka menjadi kemampuan yang semakin usang semakin meningkat dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dibutuhkan dirinya untuk hidup dan untuk bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia. Oleh lantaran itu, kegiatan pembelajaran diarahkan untuk memberdayakan semua potensi akseptor didik menjadi kompetensi yang diharapkan.
Lebih lanjut, seni administrasi pembelajaran harus diarahkan untuk memfasilitasi pencapaian kompetensi yang telah dirancang dalam dokumen kurikulum semoga setiap individu bisa menjadi pembelajar berdikari sepanjang hayat dan yang pada gilirannya mereka menjadi komponen penting untuk mewujudkan masyarakat belajar. Kualitas lain yang dikembangkan kurikulum dan harus terealisasikan dalam proses pembelajaran antara lain kreativitas, kemandirian, kerja sama, solidaritas, kepemimpinan, empati, toleransi, dan kecakapan hidup akseptor didik guna membentuk tabiat serta meningkatkan peradaban dan martabat bangsa.
Untuk mencapai kualitas yang telah dirancang dalam dokumen kurikulum, kegiatan pembelajaran perlu memakai prinsip yang: (1) berpusat pada akseptor didik, (2) menyebarkan kreativitas akseptor didik, (3) membuat kondisi menyenangkan dan menantang, (4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika, dan (5) menyediakan pengalaman berguru yang bermacam-macam melalui penerapan banyak sekali seni administrasi dan metode pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna.
Di dalam pembelajaran, akseptor didik didorong untuk menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengaitkan informasi gres dengan yang sudah ada dalam ingatannya, dan melaksanakan pengembangan menjadi informasi atau kemampuan yang sesuai dengan lingkungan dan jaman daerah serta waktu ia hidup. Kurikulum 2013 menganut pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak sanggup dipindahkan begitu saja dari guru ke akseptor didik. Peserta didik yaitu subjek yang mempunyai kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengontruksi, dan memakai pengetahuan. Untuk itu pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan yang diberikan kepada akseptor didik untuk mengontruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya. Agar benar-benar memahami dan sanggup menerapkan pengetahuan, akseptor didik perlu didorong untuk bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan berupaya keras mewujudkan ide-idenya.
Guru menawarkan kemudahan untuk proses ini, dengan menyebarkan suasana berguru yang memberi kesempatan akseptor didik untuk menemukan, menerapkan ide-ide mereka sendiri, menjadi sadar dan secara sadar memakai seni administrasi mereka sendiri untuk belajar. Guru menyebarkan kesempatan berguru kepada akseptor didik untuk meniti anak tangga yang membawa akseptor didik ke pemahaman yang lebih tinggi, yang semula dilakukan dengan proteksi guru tetapi semakin usang semakin mandiri. Bagi akseptor didik, pembelajaran harus bergeser dari “diberitahu” menjadi “aktif mencari tahu”.
Kurikulum 2013 menyebarkan dua modus proses pembelajaran, yaitu proses pembelajaran eksklusif dan proses pembelajaran tidak langsung. Proses pembelajaran eksklusif yaitu proses pendidikan dimana akseptor didik menyebarkan pengetahuan, kemampuan berpikir, dan keterampilan psikomotorik melalui interaksi eksklusif dengan sumber berguru yang dirancang dalam silabus dan RPP berupa kegiatan-kegiatan pembelajaran. Dalam pembelajaran eksklusif tersebut akseptor didik melaksanakan kegiatan berguru mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi atau menganalisis, dan mengomunikasikan apa yang sudah ditemukannya dalam kegiatan analisis. Proses pembelajaran eksklusif menghasilkan pengetahuan dan keterampilan eksklusif atau yang disebut dengan instructional effect.
Pembelajaran tidak eksklusif yaitu proses pendidikan yang terjadi selama proses pembelajaran eksklusif tetapi tidak dirancang dalam kegiatan khusus. Pembelajaran tidak eksklusif berkenaan dengan pengembangan nilai dan sikap. Berbeda dengan pengetahuan wacana nilai dan sikap yang dilakukan dalam proses pembelajaran eksklusif oleh mata pelajaran tertentu, pengembangan sikap sebagai proses pengembangan moral dan sikap dilakukan oleh seluruh mata pelajaran dan dalam setiap kegiatan yang terjadi di kelas, sekolah, dan masyarakat. Oleh lantaran itu, dalam proses pembelajaran Kurikulum 2013, semua kegiatan yang terjadi selama berguru di sekolah dan di luar dalam kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler terjadi proses pembelajaran untuk menyebarkan moral dan sikap yang terkait dengan sikap.
Baik pembelajaran eksklusif maupun pembelajaran tidak eksklusif terjadi secara terintegrasi dan tidak terpisah. Pembelajaran eksklusif berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut KD yang dikembangkan dari KI-3 dan KI-4. Keduanya, dikembangkan secara bersamaan dalam suatu proses pembelajaran dan menjadi wahana untuk menyebarkan KD pada KI-1 dan KI-2. Pembelajaran tidak eksklusif berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut KD yang dikembangkan dari KI-1 dan KI-2.
2. Pendekatan Saintifik dan Pembelajaran PPKn
Pembelajaran PPKn pada Kurikulum 2013 memakai pendekatan saintifik atau pendekatan berbasis proses keilmuan, dengan seni administrasi pembelajaran kontekstual. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific approach), tematik terpadu (tematik antarmata pelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk mendorong kemampuan akseptor didik menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok maka sangat disarankan memakai pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning). Pembelajaran dengan pendekatan ilmiah terdiri atas lima pengalaman berguru pokok, yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengomunikasikan.
Penjelasan kelima langkah pembelajaran scientific approach tersebut sanggup diuraikan sebagai berikut.
a. Mengamati
- Setiap awal pembelajaran, akseptor didik melaksanakan kegiatan mengamati. Kegiatan mengamati sanggup berupa membaca, melihat, mendengar, dan menyimak. Pada kegiatan mengamati, contohnya mengamati film/gambar/foto/ilustrasi yang terdapat dalam buku PPKn Kelas IX. Kegiatan membaca, contohnya membaca teks yang ada di dalam Buku Teks Pelajaran PPKn.
- Peserta didik sanggup diberikan petunjuk penting yang perlu menerima perhatian ibarat istilah, konsep, atau insiden penting yang pengaruhnya sangat besar lengan berkuasa yang terdapat dalam Buku Teks Pelajaran PPKn.
- Guru sanggup menyiapkan diri dengan membaca banyak sekali literatur yang berkaitan dengan materi yang disampaikan. Peserta didik sanggup diberikan contoh-contoh yang terkait dengan materi yang ada di buku teks. Guru sanggup memperkaya materi dengan membandingkan Buku Teks Pelajaran PPKn dengan literatur lain yang relevan.
- Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif, guru sanggup menampilkan foto-foto, gambar, denah, peta, dan dokumentasi audiovisual (film) dan lain sebagainya yang relevan.
b. Menanya
- Peserta didik sanggup membuat pertanyaan berkaitan dengan apa yang sudah mereka baca atau amati, mengajukan pertanyaan kepada guru ataupun kepada sesama temannya, ataupun mengidentifikasi pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang disampaikan.
- Peserta didik sanggup saling bertanya jawab berkaitan dengan apa yang sudah mereka baca atau amati.
- Peserta didik sanggup dilatih dalam bertanya dari pertanyaan yang faktual hingga pertanyaan yang hipotetikal (bersifat kausalitas).
- Diupayakan dalam membuat pertanyaan antara akseptor didik satu dengan lainnya (khususnya sahabat sebangku) tidak mempunyai kesamaan.
c. Mengumpulkan informasi
- Guru merancang kegiatan untuk mencari informasi lanjutan melalui bacaan dari sumber lain yang relevan, melaksanakan observasi atau wawancara kepada suatu instansi/lembaga atau tokoh-tokoh yang terkait dengan kiprah terstruktur atau Praktik Kewarganegaraan.
- Peserta didik menentukan jenis data yang akan dikumpulkan (kualitatif atau kuantitatif) dan menentukan sumber data (dari buku, majalah, internet, dan sumber lainnya).
- Guru merancang kegiatan untuk melaksanakan wawancara kepada tokoh masyarakat/instansi/lembaga pemerintahan yang dianggap memahami suatu permasalahan yang sedang dikaji.
d. Mengasosiasikan
- Peserta didik sanggup membandingkan, mengelompokkan, menentukan relasi data, menyimpulkan, dan menganalisis informasi mengenai situasi yang terjadi dikala ini melalui sumber bacaan yang terakhir diperoleh dengan sumber yang diperoleh dari buku untuk menemukan hal yang lebih mendalam.
- Peserta didik menarik kesimpulan atau membuat generalisasi dari informasi yang dibaca di buku dan dari informasi yang diperoleh dari sumber lain.
- Dalam kegiatan mengasosiasikan, akseptor didik diharapkan sanggup melaksanakan analisis terhadap suatu permasalahan, baik secara mandiri/ individual maupun secara kelompok.
e. Mengomunikasikan
- Peserta didik sanggup melaporkan, menyajikan, dan mempresentasikan kesimpulan atau generalisasi dalam bentuk lisan, tertulis, atau produk lainnya.
- Peserta didik menerapkan sikap yang diharapkan sesuai dengan tuntutan KI-4.
- Kegiatan mengomunikasikan sanggup dilakukan dalam bentuk presentasi/penyajian materi/penyampaian hasil temuan, baik kelompok maupun mandiri.
- Kegiatan mengomunikasikan sanggup dilakukan dengan menyerahkan hasil kerja (unjuk kerja) secara tertulis.
- Kegiatan mengomunikasikan sanggup dilakukan dengan menyerahkan hasil wawancara (laporan observasi).
- Jika kegiatan dilakukan dalam bentuk bermain peran, akseptor didik sanggup membuat skenario dongeng yang kemudian diperankan oleh akseptor didik.
- Dalam setiap pembuatan laporan hasil observasi/wawancara/Praktik Belajar Kewarganegaraan harus disertai dengan tanda tangan orang bau tanah (komunikasi akseptor didik dengan orang tua).
3. Model-model Pembelajaran PPKn
Seperti sudah diuraikan di atas, bahwa pembelajaran PPKn memakai pendekatan saintifik. Pendekatan ini sanggup memakai beberapa model pembelajaran yang merupakan suatu bentuk pembelajaran yang mempunyai nama, ciri, sintaks, pengaturan, dan budaya. Model pembelajaran yang dikembangkan dalam PPKn, di antaranya discovery learning, inquiry learning, problem-based learning, dan project-based learning.
a. Pembelajaran Berbasis Penemuan (Discovery Learning)
1) Definisi
Discovery mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan problem solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipel pada ketiga istilah ini, pada discovery learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui, masalah yang diperhadapkan kepada akseptor didik merupakan masalah yang direkayasa oleh guru. Sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa guru, sehingga akseptor didik harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan- temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian, sedangkan problem solving lebih memberi tekanan pada kemampuan merampungkan masalah. Pada discovery learning materi tidak disampaikan secara final, tetapi akseptor didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui selanjutnya diteruskan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan pahami dalam suatu laporan akhir.
Penggunaan discovery learning ingin mengubah kondisi berguru dari pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Mengubah modus ekspository dimana akseptor didik hanya mendapatkan informasi secara keseluruhan dari guru ke modus Discovery dimana akseptor didik menemukan informasi sendiri.
2) Konsep
Di dalam proses pembelajaran, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap akseptor didik, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses pembelajaran perlu diciptakan lingkungan yang memfasilitasi rasa ingin tahu akseptor didik pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan discovery learning environment, yaitu lingkungan dimana akseptor didik sanggup melaksanakan eksplorasi, penemuan-penemuan gres yang belum dikenal atau pengertian yang ibarat dengan yang sudah diketahui. Lingkungan ibarat ini bertujuan semoga akseptor didik dalam proses pembelajaran sanggup berjalan dengan baik dan lebih kreatif.
Dalam discovery learning materi asuh tidak disajikan dalam bentuk akhir, akseptor didik dituntut untuk melaksanakan banyak sekali kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan, serta membuat kesimpulan-kesimpulan. Bruner menyampaikan bahwa proses berguru akan berjalan dengan baik dan kreatif kalau guru menawarkan kesempatan kepada akseptor didik untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang mereka jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41). Pada jadinya yang menjadi tujuan dalam discovery learning berdasarkan Bruner yaitu hendaklah guru menawarkan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorang yang bisa memecahkan masalah, ilmuan, andal sejarah, atau andal matematika. Dan melalui kegiatan tersebut akseptor didik akan menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya.
3) Langkah-langkah
Langkah-langkah dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas yaitu sebagai berikut.
a) Perencanaan
Pada langkah perencanaan kegiatan yang dilakukan yaitu sebagai berikut.
- Menentukan tujuan pembelajaran.
- Melakukan identifikasi karakteristik akseptor didik (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).
- Memilih materi pelajaran.
- Menentukan topik-topik yang harus dipelajari akseptor didik secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi).
- Mengembangkan bahan-bahan berguru yang berupa contoh-contoh, ilustrasi.
- Menyusun kiprah untuk dipelajari akseptor didik.
- Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonis hingga ke simbolis.
- Melakukan penilaian proses dan hasil berguru akseptor didik.
Pelaksanaan model discovery learning di dalam kelas berdasarkan Syah (2004) ada beberapa mekanisme atau tahap yang harus dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran mengajar, yakni:
Tahap stimulasi/pemberian rangsangan (stimulation) Pada tahap pemberian rangsangan akseptor didik dihadapkan pada sesuatu yang menjadikan banyak pertanyaan, pro-kontra dan timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Guru memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, melempar kasus, memutar video, anjuran membaca buku, dan acara berguru lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi berguru yang sanggup menyebarkan dan membantu akseptor didik dalam mengeksplorasi bahan. Dengan demikian, seorang Guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada akseptor didik semoga tujuan mengaktifkan akseptor didik untuk mengeksplorasi sanggup tercapai. Contoh kegiatan pemberian rangsangan: wacana konvoi akseptor didik untuk merayakan kelulusan, eksekusi mati bagi bandar narkoba, video pelanggaran kemudian lintas, dan sebagainya.
Tahap pernyataan/ identifikasi masalah (problem statement)
Setelah dilakukan tahap stimulasi, guru memberi kesempatan kepada akseptor didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan materi pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah). Contoh pernyataan: eksekusi mati bagi bandar narkoba melanggar HAM, pelanggaran kemudian lintas disebabkan oleh rendahnya kesadaran aturan oleh masyarakat.
Tahap pengumpulan data (data collection)
Pada dikala akseptor didik melaksanakan eksperimen atau eksplorasi, guru memberi kesempatan kepada akseptor didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk pertanda benar atau tidaknya hipotesis. Data sanggup diperoleh melalui membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melaksanakan uji coba sendiri, dan sebagainya.
Tahap pengolahan data (data processing)
Pada tahap pengolahan data akseptor didik melaksanakan analisis atas data, informasi yang dikumpulkan melalui wawancara, observasi, angket, dan dokumen yang selanjutnya ditafsirkan sesuai rumusan masalah, sebagaimana pendapat Syah (2004:244) yang menyampaikan bahwa pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para akseptor didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, kemudian ditafsirkan.
Tahap pembuktian (verification)
Pada tahap ini akseptor didik melaksanakan pemeriksaan secara cermat untuk pertanda benar atau tidaknya hipotesis yang telah ditetapkan, dihubungkan dengan hasil pengolahan data (data processing). Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicentang, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
Tahap menarik kesimpulan/generalisasi (generalization)
Tahap generalisasi/menarik kesimpulan yaitu proses menarik sebuah kesimpulan yang sanggup dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua insiden atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi.
c) Sistem Penilaian
Dalam model pembelajaran discovery, penilaian sanggup dilakukan dengan memakai tes maupun non tes. Penilaian sanggup berupa penilaian pengetahuan, keterampilan, sikap, atau penilaian hasil kerja akseptor didik. Jika bentuk penilainnya berupa penilaian pengetahuan, maka dalam model pembelajaran discovery sanggup memakai tes tertulis. Jika bentuk penilaiannya memakai penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja akseptor didik, maka pelaksanaan penilaian sanggup memakai contoh-contoh format atau rubrik penilaian sikap ibarat yang ada pada uraian penilaian proses dan hasil berguru pada materi berikutnya.
b. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Problem Based Learning (PBL) yaitu model pembelajaran yang dirancang semoga akseptor didik menerima pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan mempunyai model berguru sendiri serta mempunyai kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya memakai pendekatan yang sistemis untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah model pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang akseptor didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, akseptor didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world). Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran yang menantang akseptor didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan ini dipakai untuk mengikat akseptor didik pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada akseptor didik, sebelum akseptor didik mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan.
Ada lima seni administrasi dalam memakai model pembelajaran berbasis masalah (PBL), yaitu:
- permasalahan sebagai kajian;
- permasalahan sebagai penjajakan pemahaman;
- permasalahan sebagai contoh;
- permasalahan sebagai kepingan yang tak terpisahkan dari proses;
- permasalahan sebagai stimulus acara autentik.
Model PBL mengacu pada hal-hal sebagai berikut.
- Kurikulum: PBL tidak ibarat pada kurikulum tradisional, lantaran memerlukan suatu seni administrasi sasaran di mana proyek sebagai pusat.
- Responsibility: PBL menekankan responsibility dan answerability para akseptor didik ke diri dan panutannya.
- Realism: kegiatan akseptor didik difokuskan pada pekerjaan yang serupa dengan situasi yang sebenarnya. Aktivitas ini mengintegrasikan kiprah autentik dan menghasilkan sikap profesional.
- Active-learning: menumbuhkan isu yang berujung pada pertanyaan dan keinginan akseptor didik untuk menemukan balasan yang relevan, dengan demikian telah terjadi proses pembelajaran yang mandiri.
- Feedback (Umpan Balik): diskusi, presentasi, dan penilaian terhadap para akseptor didik menghasilkan umpan balik yang berharga. Ini mendorong kearah pembelajaran berdasarkan pengalaman.
- General skills (Keterampilan Umum): PBL dikembangkan tidak hanya pada keterampilan pokok dan pengetahuan saja, tetapi juga mempunyai dampak besar pada keterampilan yang fundamental ibarat pemecahan masalah, kerja kelompok, dan self-management.
- Driving Questions: PBL difokuskan pada permasalahan yang memicu akseptor didik berbuat merampungkan permasalahan dengan konsep, prinsip, dan ilmu pengetahuan yang sesuai.
- Constructive Investigations: sebagai titik pusat, proyek harus diubahsuaikan dengan pengetahuan para akseptor didik.
- Autonomy: proyek menjadikan acara akseptor didik sangat penting.
Prinsip-prinsip PBL yang harus diperhatikan meliputi: konsep dasar, pendefinisian masalah, pembelajaran mandiri, pertukaran pengetahuan dan penilaiannya.
1) Konsep Dasar (Basic Concept)
Pada pembelajaran ini fasilitator sanggup menawarkan konsep dasar, petunjuk, referensi, atau link dan skill yang dibutuhkan dalam pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan semoga akseptor didik lebih cepat mendapatkan ‘peta’ yang akurat wacana arah dan tujuan pembelajaran. Konsep yang diberikan tidak perlu detail, diutamakan dalam bentuk garis besar saja, sehingga akseptor didik sanggup mengembangkannya secara berdikari secara mendalam.
2) Pendefinisian Masalah (Defining The Problem)
Prinsip pendefinisian masalah artinya fasilitator memberikan skenario atau permasalahan, selanjutnya akseptor didik melaksanakan banyak sekali kegiatan. Pertama, brainstorming dengan cara semua anggota kelompok mengungkapkan pendapat, ide, dan tanggapan terhadap skenario secara bebas, sehingga dimungkinkan muncul banyak sekali macam alternatif pendapat. Kedua, melaksanakan seleksi untuk menentukan pendapat yang lebih fokus. Ketiga, menentukan permasalahan dan melaksanakan pembagian kiprah dalam kelompok untuk mencari rujukan penyelesaian dari isu permasalahan yang didapat.
3) Pembelajaran Mandiri (Self Learning)
Setelah mengetahui tugasnya, masing-masing akseptor didik mencari banyak sekali sumber yang sanggup memperjelas isu yang sedang diinvestigasi contohnya dari artikel tertulis di perpustakaan, halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang yang relevan. Tujuan utama tahap investigasi, yaitu: (1) semoga akseptor didik mencari informasi dan menyebarkan pemahaman yang relevan dengan permasalahan yang telah didiskusikan di kelas, dan (2) informasi dikumpulkan untuk dipresentasikan di kelas secara relevan dan sanggup dipahami.
4) Pertukaran Pengetahuan (Exchange Knowledge)
Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi secara mandiri, pada pertemuan berikutnya akseptor didik berdiskusi dalam kelompoknya sanggup dibantu guru untuk mengklarifikasi capaiannya dan merumuskan solusi dari permasalahan kelompok. Langkah selanjutnya presentasi hasil dalam kelas dengan mengakomodasi masukan dari pleno, menentukan kesimpulan akhir, dan dokumentasi akhir. Untuk memastikan setiap akseptor didik mengikuti langkah ini maka dilakukan dengan mengikuti petunjuk.
Penilaian pembelajaran dengan PBL dilakukan dengan authentic assesment. Penilaian sanggup dilakukan dengan portofolio yang merupakan kumpulan yang sistematis pekerjaan-pekerjaan akseptor didik yang dianalisis untuk melihat kemajuan berguru dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian dalam pendekatan PBL dilakukan dengan cara penilaian diri (self-assessment) dan peer-assessment.
Penilaian yang relevan dalam PBL sebagai berikut.
1) Penilaian kinerja akseptor didik
Pada penilaian kinerja ini, akseptor didik diminta untuk unjuk kerja atau mendemonstrasikan kemampuan melaksanakan tugas-tugas tertentu, ibarat menulis karangan, melaksanakan suatu eksperimen, menginterpretasikan balasan pada suatu masalah, memainkan suatu lagu, atau melukis suatu gambar.
Pada pembelajaran ini fasilitator sanggup menawarkan konsep dasar, petunjuk, referensi, atau link dan skill yang dibutuhkan dalam pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan semoga akseptor didik lebih cepat mendapatkan ‘peta’ yang akurat wacana arah dan tujuan pembelajaran. Konsep yang diberikan tidak perlu detail, diutamakan dalam bentuk garis besar saja, sehingga akseptor didik sanggup mengembangkannya secara berdikari secara mendalam.
2) Pendefinisian Masalah (Defining The Problem)
Prinsip pendefinisian masalah artinya fasilitator memberikan skenario atau permasalahan, selanjutnya akseptor didik melaksanakan banyak sekali kegiatan. Pertama, brainstorming dengan cara semua anggota kelompok mengungkapkan pendapat, ide, dan tanggapan terhadap skenario secara bebas, sehingga dimungkinkan muncul banyak sekali macam alternatif pendapat. Kedua, melaksanakan seleksi untuk menentukan pendapat yang lebih fokus. Ketiga, menentukan permasalahan dan melaksanakan pembagian kiprah dalam kelompok untuk mencari rujukan penyelesaian dari isu permasalahan yang didapat.
3) Pembelajaran Mandiri (Self Learning)
Setelah mengetahui tugasnya, masing-masing akseptor didik mencari banyak sekali sumber yang sanggup memperjelas isu yang sedang diinvestigasi contohnya dari artikel tertulis di perpustakaan, halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang yang relevan. Tujuan utama tahap investigasi, yaitu: (1) semoga akseptor didik mencari informasi dan menyebarkan pemahaman yang relevan dengan permasalahan yang telah didiskusikan di kelas, dan (2) informasi dikumpulkan untuk dipresentasikan di kelas secara relevan dan sanggup dipahami.
4) Pertukaran Pengetahuan (Exchange Knowledge)
Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi secara mandiri, pada pertemuan berikutnya akseptor didik berdiskusi dalam kelompoknya sanggup dibantu guru untuk mengklarifikasi capaiannya dan merumuskan solusi dari permasalahan kelompok. Langkah selanjutnya presentasi hasil dalam kelas dengan mengakomodasi masukan dari pleno, menentukan kesimpulan akhir, dan dokumentasi akhir. Untuk memastikan setiap akseptor didik mengikuti langkah ini maka dilakukan dengan mengikuti petunjuk.
Penilaian pembelajaran dengan PBL dilakukan dengan authentic assesment. Penilaian sanggup dilakukan dengan portofolio yang merupakan kumpulan yang sistematis pekerjaan-pekerjaan akseptor didik yang dianalisis untuk melihat kemajuan berguru dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian dalam pendekatan PBL dilakukan dengan cara penilaian diri (self-assessment) dan peer-assessment.
- Self-assessment. Penilaian yang dilakukan oleh akseptor didik sendiri terhadap usaha-usahanya dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin dicapai (standard) oleh akseptor didik itu sendiri dalam belajar.
- Peer-assessment. Penilaian di mana pembelajar berdiskusi untuk menawarkan penilaian terhadap upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah dilakukannya sendiri maupun oleh sahabat dalam kelompoknya.
Penilaian yang relevan dalam PBL sebagai berikut.
1) Penilaian kinerja akseptor didik
Pada penilaian kinerja ini, akseptor didik diminta untuk unjuk kerja atau mendemonstrasikan kemampuan melaksanakan tugas-tugas tertentu, ibarat menulis karangan, melaksanakan suatu eksperimen, menginterpretasikan balasan pada suatu masalah, memainkan suatu lagu, atau melukis suatu gambar.
2) Penilaian portofolio akseptor didik
Penilaian portofolio yaitu penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang memperlihatkan perkembangan kemampuan akseptor didik dalam suatu periode tertentu. Informasi perkembangan akseptor didik sanggup berupa hasil karya terbaik akseptor didik selama proses pembelajaran, pekerjaan hasil tes, piagam penghargaan, atau bentuk informasi lain yang terkait kompetensi tertentu dalam suatu mata pelajaran.
3) Penilaian potensi belajar
Penilaian yang diarahkan untuk mengukur potensi berguru akseptor didik, yaitu mengukur kemampuan yang sanggup ditingkatkan dengan proteksi guru atau teman-temannya yang lebih maju. PBL yang memberi tugas-tugas pemecahan masalah memungkinkan akseptor didik untuk menyebarkan dan mengenali potensi kesiapan belajarnya.
4) Penilaian perjuangan kelompok
Menilai perjuangan kelompok ibarat yang dilakukan pada pembelajaran kooperatif sanggup dilakukan pada PBL. Penilaian perjuangan kelompok mengurangi kompetisi merugikan yang sering terjadi, contohnya membandingkan akseptor didik dengan temannya. Penilaian dan penilaian yang sesuai dengan model pembelajaran berbasis masalah yaitu menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh akseptor didik sebagai hasil pekerjaan mereka dan mendiskusikan hasil pekerjaan secara bersama-sama.
Penilaian proses sanggup dipakai untuk menilai pekerjaan akseptor didik tersebut, penilaian ini antara lain: 1) assesmen kerja, 2) assesmen autentik dan 3) portofolio. Penilaian proses bertujuan semoga guru sanggup melihat bagaimana akseptor didik merencanakan pemecahan masalah, melihat bagaimana akseptor didik memperlihatkan pengetahuan dan keterampilannya.
Penilaian kinerja memungkinkan akseptor didik memperlihatkan apa yang sanggup mereka lakukan dalam situasi yang sebenarnya. Sebagian masalah dalam kehidupan nyata bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan zaman dan konteks atau lingkungannya, oleh lantaran itu di samping pengembangan kurikulum juga perlu dikembangkan model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum yang memungkinkan akseptor didik sanggup secara aktif menyebarkan kerangka berpikir dalam memecahkan masalah serta kemampuannya untuk bagaimana berguru (learning how to learn).
Dengan kemampuan atau kecakapan tersebut diharapkan akseptor didik akan gampang beradaptasi. Dasar pemikiran pengembangan seni administrasi pembelajaran tersebut sesuai dengan pandangan konstruktivis yang menekankan kebutuhan akseptor didik untuk menyelidiki lingkungannya dan membangun pengetahuan secara pribadi pengetahuan bermakna.
Tahap penilaian pada PBM terdiri atas tiga hal: 1) bagaimana akseptor didik dan evaluator menilai produk (hasil akhir) proses; 2) bagaimana mereka menerapkan tahapan PBM untuk bekerja melalui masalah; 3) bagaimana akseptor didik memberikan pengetahuan hasil pemecahan masalah atau sebagai bentuk pertanggungjawaban mereka berguru memberikan hasil- hasil penilaian atau respon-respon mereka dalam banyak sekali bentuk yang beragam, contohnya secara verbal atau verbal, laporan tertulis, atau sebagai suatu bentuk penyajian formal lainnya. Sebagian dari penilaian memfokuskan pada pemecahan masalah oleh akseptor didik maupun dengan cara melaksanakan proses berguru kerja sama (bekerja bersama pihak lain).
c. Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)
1) Pengertian Pembelajaran Berbasis Proyek atau Project Based Learning (PjBL)
Pembelajaran Berbasis Proyek atau Project Based Learning (PjBL) yaitu model pembelajaran yang melibatkan akseptor didik dalam suatu kegiatan (proyek) yang menghasilkan suatu produk. Keterlibatan akseptor didik mulai dari merencanakan, membuat rancangan, melaksanakan, dan melaporkan hasil kegiatan berupa produk dan laporan pelaksanaanya.
Model pembelajaran ini menekankan pada proses pembelajaran jangka panjang, akseptor didik terlibat secara eksklusif dengan banyak sekali isu dan duduk masalah kehidupan sehari-hari, berguru bagaimana memahami dan merampungkan duduk masalah nyata, bersifat interdisipliner, dan melibatkan akseptor didik sebagai pelaku mulai dari merancang, melaksanakan, dan melaporkan hasil kegiatan (student centered).
Dalam pelaksanaanya, PBL bertitik tolak dari masalah sebagai langkah awal sebelum mengumpulkan data dan informasi dengan mengintegrasikan pengetahuan gres berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata. Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk dipakai sebagai wahana pembelajaran dalam memahami permasalahan yang komplek dan melatih serta menyebarkan kemampuan akseptor didik dalam melaksanakan pemeriksaan dan melaksanakan kajian untuk menemukan solusi permasalahan.
Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang dalam rangka: (1) mendorong dan membiasakan akseptor didik untuk menemukan sendiri (inquiry), melaksanakan penelitian/pengkajian, menerapkan keterampilan dalam merencanakan (planning skills), berfikir kritis (critical thinking), dan penyelesaian masalah (problem-solving skills) dalam merampungkan suatu kegiatan/proyek; (2) mendorong akseptor didik untuk menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap tertentu ke dalam banyak sekali konteks (a variety of contexts) dalam merampungkan kegiatan/proyek yang dikerjakan; (3) menawarkan peluang kepada akseptor didik untuk berguru menerapkan interpersonal skills dan berkolaborasi dalam suatu tim sebagaimana orang bekerja sama dalam sebuah tim dalam lingkungan kerja atau kehidupan nyata.
Pembelajaran Berbasis Proyek mempunyai karakteristik sebagai berikut.
Penilaian portofolio yaitu penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang memperlihatkan perkembangan kemampuan akseptor didik dalam suatu periode tertentu. Informasi perkembangan akseptor didik sanggup berupa hasil karya terbaik akseptor didik selama proses pembelajaran, pekerjaan hasil tes, piagam penghargaan, atau bentuk informasi lain yang terkait kompetensi tertentu dalam suatu mata pelajaran.
3) Penilaian potensi belajar
Penilaian yang diarahkan untuk mengukur potensi berguru akseptor didik, yaitu mengukur kemampuan yang sanggup ditingkatkan dengan proteksi guru atau teman-temannya yang lebih maju. PBL yang memberi tugas-tugas pemecahan masalah memungkinkan akseptor didik untuk menyebarkan dan mengenali potensi kesiapan belajarnya.
4) Penilaian perjuangan kelompok
Menilai perjuangan kelompok ibarat yang dilakukan pada pembelajaran kooperatif sanggup dilakukan pada PBL. Penilaian perjuangan kelompok mengurangi kompetisi merugikan yang sering terjadi, contohnya membandingkan akseptor didik dengan temannya. Penilaian dan penilaian yang sesuai dengan model pembelajaran berbasis masalah yaitu menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh akseptor didik sebagai hasil pekerjaan mereka dan mendiskusikan hasil pekerjaan secara bersama-sama.
Penilaian proses sanggup dipakai untuk menilai pekerjaan akseptor didik tersebut, penilaian ini antara lain: 1) assesmen kerja, 2) assesmen autentik dan 3) portofolio. Penilaian proses bertujuan semoga guru sanggup melihat bagaimana akseptor didik merencanakan pemecahan masalah, melihat bagaimana akseptor didik memperlihatkan pengetahuan dan keterampilannya.
Penilaian kinerja memungkinkan akseptor didik memperlihatkan apa yang sanggup mereka lakukan dalam situasi yang sebenarnya. Sebagian masalah dalam kehidupan nyata bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan zaman dan konteks atau lingkungannya, oleh lantaran itu di samping pengembangan kurikulum juga perlu dikembangkan model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum yang memungkinkan akseptor didik sanggup secara aktif menyebarkan kerangka berpikir dalam memecahkan masalah serta kemampuannya untuk bagaimana berguru (learning how to learn).
Dengan kemampuan atau kecakapan tersebut diharapkan akseptor didik akan gampang beradaptasi. Dasar pemikiran pengembangan seni administrasi pembelajaran tersebut sesuai dengan pandangan konstruktivis yang menekankan kebutuhan akseptor didik untuk menyelidiki lingkungannya dan membangun pengetahuan secara pribadi pengetahuan bermakna.
Tahap penilaian pada PBM terdiri atas tiga hal: 1) bagaimana akseptor didik dan evaluator menilai produk (hasil akhir) proses; 2) bagaimana mereka menerapkan tahapan PBM untuk bekerja melalui masalah; 3) bagaimana akseptor didik memberikan pengetahuan hasil pemecahan masalah atau sebagai bentuk pertanggungjawaban mereka berguru memberikan hasil- hasil penilaian atau respon-respon mereka dalam banyak sekali bentuk yang beragam, contohnya secara verbal atau verbal, laporan tertulis, atau sebagai suatu bentuk penyajian formal lainnya. Sebagian dari penilaian memfokuskan pada pemecahan masalah oleh akseptor didik maupun dengan cara melaksanakan proses berguru kerja sama (bekerja bersama pihak lain).
c. Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)
1) Pengertian Pembelajaran Berbasis Proyek atau Project Based Learning (PjBL)
Pembelajaran Berbasis Proyek atau Project Based Learning (PjBL) yaitu model pembelajaran yang melibatkan akseptor didik dalam suatu kegiatan (proyek) yang menghasilkan suatu produk. Keterlibatan akseptor didik mulai dari merencanakan, membuat rancangan, melaksanakan, dan melaporkan hasil kegiatan berupa produk dan laporan pelaksanaanya.
Model pembelajaran ini menekankan pada proses pembelajaran jangka panjang, akseptor didik terlibat secara eksklusif dengan banyak sekali isu dan duduk masalah kehidupan sehari-hari, berguru bagaimana memahami dan merampungkan duduk masalah nyata, bersifat interdisipliner, dan melibatkan akseptor didik sebagai pelaku mulai dari merancang, melaksanakan, dan melaporkan hasil kegiatan (student centered).
Dalam pelaksanaanya, PBL bertitik tolak dari masalah sebagai langkah awal sebelum mengumpulkan data dan informasi dengan mengintegrasikan pengetahuan gres berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata. Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk dipakai sebagai wahana pembelajaran dalam memahami permasalahan yang komplek dan melatih serta menyebarkan kemampuan akseptor didik dalam melaksanakan pemeriksaan dan melaksanakan kajian untuk menemukan solusi permasalahan.
Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang dalam rangka: (1) mendorong dan membiasakan akseptor didik untuk menemukan sendiri (inquiry), melaksanakan penelitian/pengkajian, menerapkan keterampilan dalam merencanakan (planning skills), berfikir kritis (critical thinking), dan penyelesaian masalah (problem-solving skills) dalam merampungkan suatu kegiatan/proyek; (2) mendorong akseptor didik untuk menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap tertentu ke dalam banyak sekali konteks (a variety of contexts) dalam merampungkan kegiatan/proyek yang dikerjakan; (3) menawarkan peluang kepada akseptor didik untuk berguru menerapkan interpersonal skills dan berkolaborasi dalam suatu tim sebagaimana orang bekerja sama dalam sebuah tim dalam lingkungan kerja atau kehidupan nyata.
Pembelajaran Berbasis Proyek mempunyai karakteristik sebagai berikut.
a) Peserta didik membuat keputusan wacana sebuah kerangka kerja.
b) Adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada akseptor didik.
c) Peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan atau tantangan yang diajukan.
d) Peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan.
e) Proses penilaian dijalankan secara kontinu.
f) Peserta didik secara terencana melaksanakan refleksi atas acara yang sudah dijalankan.
g) Produk selesai acara berguru dievaluasi secara kualitatif.
h) Situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan.
Peran guru dalam Pembelajaran Berbasis Proyek sebaiknya sebagai fasilitator, pelatih, penasehat dan mediator untuk mendapatkan hasil yang optimal sesuai dengan daya imajinasi, kreasi, dan penemuan dari akseptor didik.
Beberapa kendala dalam implementasi model Pembelajaran Berbasis Proyek antara lain, banyak guru merasa nyaman dengan kelas tradisional, dimana guru memegang kiprah utama di kelas. Ini merupakan suatu transisi yang sulit, terutama bagi guru yang kurang atau tidak menguasai teknologi.
b) Adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada akseptor didik.
c) Peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan atau tantangan yang diajukan.
d) Peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan.
e) Proses penilaian dijalankan secara kontinu.
f) Peserta didik secara terencana melaksanakan refleksi atas acara yang sudah dijalankan.
g) Produk selesai acara berguru dievaluasi secara kualitatif.
h) Situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan.
Peran guru dalam Pembelajaran Berbasis Proyek sebaiknya sebagai fasilitator, pelatih, penasehat dan mediator untuk mendapatkan hasil yang optimal sesuai dengan daya imajinasi, kreasi, dan penemuan dari akseptor didik.
Beberapa kendala dalam implementasi model Pembelajaran Berbasis Proyek antara lain, banyak guru merasa nyaman dengan kelas tradisional, dimana guru memegang kiprah utama di kelas. Ini merupakan suatu transisi yang sulit, terutama bagi guru yang kurang atau tidak menguasai teknologi.
Untuk itu disarankan memakai team teaching dalam proses pembelajaran, dan akan lebih menarik lagi kalau suasana ruang berguru tidak monoton, beberapa contoh perubahan lay-out ruang kelas, seperti: traditional class (teori), discussion group (pembuatan konsep dan pembagian kiprah kelompok), lab tables (saat mengerjakan kiprah mandiri), circle (presentasi). Atau buatlah suasana berguru bebas dan menyenangkan.
Pembelajaran Berbasis Proyek sanggup meningkatkan antusiasme untuk belajar. Ketika bawah umur bersemangat dan antusias wacana apa yang mereka pelajari, mereka sering mendapatkan lebih banyak terlibat sebagai subjek dan kemudian memperluas minat mereka untuk mata pelajaran lainnya.
Di bawah ini, disajikan langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Proyek.
Langkah 1: Penentuan pertanyaan fundamental (start with the essential question)
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang sanggup memberi penugasan akseptor didik dalam melaksanakan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi
Langkah 2: Mendesain perencanaan proyek (design a plan for the project)
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan akseptor didik. Dengan demikian akseptor didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi wacana aturan main, pemilihan acara yang sanggup mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan banyak sekali subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan materi yang sanggup diakses untuk membantu penyelesaian proyek.
Langkah 3: Menyusun jadwal (create a schedule)
Guru dan akseptor didik secara kolaboratif menyusun jadwal acara dalam merampungkan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline untuk merampungkan proyek, (2) memutuskan batas penyelesaian proyek, (3) membawa akseptor didik semoga merencanakan cara yang baru, (4) membimbing akseptor didik ketika mereka membuat cara yang tidak bekerjasama dengan proyek, dan (5) meminta akseptor didik untuk membuat penjelasan (alasan) wacana pemilihan suatu cara.
Langkah 4: Memonitor akseptor didik dan kemajuan proyek (monitor the students and the progress of the project)
Guru bertanggung jawab untuk melaksanakan monitor terhadap acara akseptor didik selama merampungkan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi akseptor didik pada setiap proses. Dengan kata lain guru berperan menjadi mentor bagi acara akseptor didik. Agar mempermudah proses monitoring, dibentuk sebuah rubrik yang sanggup merekam keseluruhan acara yang penting.
Langkah 5: Menguji hasil (assess the outcome)
Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-masing akseptor didik, memberi umpan balik wacana tingkat pemahaman yang sudah dicapai akseptor didik, membantu guru dalam menyusun seni administrasi pembelajaran berikutnya.
Langkah 6: Mengevaluasi pengalaman (evaluate the experience)
Pada selesai proses pembelajaran, guru dan akseptor didik melaksanakan refleksi terhadap acara dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini akseptor didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama merampungkan proyek. Guru dan akseptor didik menyebarkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada jadinya ditemukan suatu temuan gres (new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.
2) Penilaian Pembelajaran Berbasis Proyek
Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu kiprah yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu.Tugas tersebut berupa suatu pemeriksaan semenjak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Penilaian proyek sanggup dipakai untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan, dan kemampuan menginformasikan akseptor didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas.
Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan, hingga hasil selesai proyek. Untuk itu, guru perlu memutuskan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai, ibarat penyusunan disain, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan laporan tertulis. Laporan kiprah atau hasil penelitian juga sanggup disajikan dalam bentuk poster. Pelaksanaan penilaian sanggup memakai alat/instrumen penilaian berupa daftar centang ataupun skala penilaian.
Pada penilaian proyek setidaknya ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:
a) Kemampuan pengelolaan
Kemampuan akseptor didik dalam menentukan topik, mencari informasi, dan mengelola waktu pengumpulan data, serta penulisan laporan.
Pembelajaran Berbasis Proyek sanggup meningkatkan antusiasme untuk belajar. Ketika bawah umur bersemangat dan antusias wacana apa yang mereka pelajari, mereka sering mendapatkan lebih banyak terlibat sebagai subjek dan kemudian memperluas minat mereka untuk mata pelajaran lainnya.
Di bawah ini, disajikan langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Proyek.
Langkah 1: Penentuan pertanyaan fundamental (start with the essential question)
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang sanggup memberi penugasan akseptor didik dalam melaksanakan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi
Langkah 2: Mendesain perencanaan proyek (design a plan for the project)
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan akseptor didik. Dengan demikian akseptor didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi wacana aturan main, pemilihan acara yang sanggup mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan banyak sekali subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan materi yang sanggup diakses untuk membantu penyelesaian proyek.
Langkah 3: Menyusun jadwal (create a schedule)
Guru dan akseptor didik secara kolaboratif menyusun jadwal acara dalam merampungkan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline untuk merampungkan proyek, (2) memutuskan batas penyelesaian proyek, (3) membawa akseptor didik semoga merencanakan cara yang baru, (4) membimbing akseptor didik ketika mereka membuat cara yang tidak bekerjasama dengan proyek, dan (5) meminta akseptor didik untuk membuat penjelasan (alasan) wacana pemilihan suatu cara.
Langkah 4: Memonitor akseptor didik dan kemajuan proyek (monitor the students and the progress of the project)
Guru bertanggung jawab untuk melaksanakan monitor terhadap acara akseptor didik selama merampungkan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi akseptor didik pada setiap proses. Dengan kata lain guru berperan menjadi mentor bagi acara akseptor didik. Agar mempermudah proses monitoring, dibentuk sebuah rubrik yang sanggup merekam keseluruhan acara yang penting.
Langkah 5: Menguji hasil (assess the outcome)
Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-masing akseptor didik, memberi umpan balik wacana tingkat pemahaman yang sudah dicapai akseptor didik, membantu guru dalam menyusun seni administrasi pembelajaran berikutnya.
Langkah 6: Mengevaluasi pengalaman (evaluate the experience)
Pada selesai proses pembelajaran, guru dan akseptor didik melaksanakan refleksi terhadap acara dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini akseptor didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama merampungkan proyek. Guru dan akseptor didik menyebarkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada jadinya ditemukan suatu temuan gres (new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.
2) Penilaian Pembelajaran Berbasis Proyek
Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu kiprah yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu.Tugas tersebut berupa suatu pemeriksaan semenjak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Penilaian proyek sanggup dipakai untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan, dan kemampuan menginformasikan akseptor didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas.
Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan, hingga hasil selesai proyek. Untuk itu, guru perlu memutuskan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai, ibarat penyusunan disain, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan laporan tertulis. Laporan kiprah atau hasil penelitian juga sanggup disajikan dalam bentuk poster. Pelaksanaan penilaian sanggup memakai alat/instrumen penilaian berupa daftar centang ataupun skala penilaian.
Pada penilaian proyek setidaknya ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:
a) Kemampuan pengelolaan
Kemampuan akseptor didik dalam menentukan topik, mencari informasi, dan mengelola waktu pengumpulan data, serta penulisan laporan.
b) Relevansi
Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan dalam pembelajaran.
Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan dalam pembelajaran.
c) Keaslian
Proyek yang dilakukan akseptor didik harus merupakan hasil karyanya, dengan mempertimbangkan bantuan guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek akseptor didik.
Penilaian Proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan hingga dengan selesai proyek. Untuk itu perlu memperhatikan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai. Pelaksanaan penilaian sanggup juga menggunakan rating scale dan checklist.
Peran guru pada Pembelajaran Berbasis Proyek, meliputi: (a) merencana- kan dan mendesain pembelajaran; (b) membuat seni administrasi pembelajaran; (c) membayangkan interaksi yang akan terjadi antara guru dan akseptor didik; (d) mencari keunikan akseptor didik; (e) menilai akseptor didik dengan cara transparan dan banyak sekali macam penilaian; dan (f) membuat portofolio pekerjaan akseptor didik.
Peran akseptor didik pada Pembelajaran Berbasis Proyek meliputi: (a) memakai kemampuan bertanya dan berpikir; (b) melaksanakan riset sederhana; (c) mempelajari ide dan konsep baru; (d) berguru mengatur waktu dengan baik; (e) melaksanakan kegiatan berguru sendiri/kelompok; (f) mengaplikasikanhasil berguru lewat tindakan; dan (g) melaksanakan interaksi sosial, antara lain wawancara, survei, observasi.
Disamping itu, PPKn secara khusus menyebarkan model-model pembelajaran sesuai karakteristik mata pelajaran PPKn.
Proyek yang dilakukan akseptor didik harus merupakan hasil karyanya, dengan mempertimbangkan bantuan guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek akseptor didik.
Penilaian Proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan hingga dengan selesai proyek. Untuk itu perlu memperhatikan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai. Pelaksanaan penilaian sanggup juga menggunakan rating scale dan checklist.
Peran guru pada Pembelajaran Berbasis Proyek, meliputi: (a) merencana- kan dan mendesain pembelajaran; (b) membuat seni administrasi pembelajaran; (c) membayangkan interaksi yang akan terjadi antara guru dan akseptor didik; (d) mencari keunikan akseptor didik; (e) menilai akseptor didik dengan cara transparan dan banyak sekali macam penilaian; dan (f) membuat portofolio pekerjaan akseptor didik.
Peran akseptor didik pada Pembelajaran Berbasis Proyek meliputi: (a) memakai kemampuan bertanya dan berpikir; (b) melaksanakan riset sederhana; (c) mempelajari ide dan konsep baru; (d) berguru mengatur waktu dengan baik; (e) melaksanakan kegiatan berguru sendiri/kelompok; (f) mengaplikasikanhasil berguru lewat tindakan; dan (g) melaksanakan interaksi sosial, antara lain wawancara, survei, observasi.
Disamping itu, PPKn secara khusus menyebarkan model-model pembelajaran sesuai karakteristik mata pelajaran PPKn.
Pemilihan model pembelajaran hendaknya mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.
a) Karakteristik materi pokok pembelajaran, apakah materi itu termasuk ranah sikap, pengetahuan atau keterampilan.
b) Karakteristik kemampuan akseptor didik, contohnya kemampuan membaca, motivasi dalam belajar, kemampuan dalam penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
c) Sumber berguru dan media pembelajaran yang tersedia.
d) Sarana dan prasarana yang tersedia ibarat kondisi ruang kelas, fasilitas perpustakaan, saluran internet.
Pelaksanaan Penilaian Pembelajaran PPKn
Penilaian yaitu proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil berguru akseptor didik. Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2015 wacana perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 wacana Standar Nasional Pendidikan bahwa penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas Penilaian hasil berguru oleh pendidik; Penilaian hasil berguru oleh satuan pendidikan; dan Penilaian hasil berguru oleh Pemerintah.
Berdasarkan pada PP Nomor 15 Tahun 2015 dijelaskan bahwa penilaian hasil berguru oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil berguru akseptor didik secara berkelanjutan yang dipakai untuk menilai pencapaian kompetensi akseptor didik, materi penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Sedangkan fungsi penilaian hasil belajar, yaitu sebagai berikut.
a. Bahan pertimbangan dalam menentukan kenaikan kelas.
a) Karakteristik materi pokok pembelajaran, apakah materi itu termasuk ranah sikap, pengetahuan atau keterampilan.
b) Karakteristik kemampuan akseptor didik, contohnya kemampuan membaca, motivasi dalam belajar, kemampuan dalam penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
c) Sumber berguru dan media pembelajaran yang tersedia.
d) Sarana dan prasarana yang tersedia ibarat kondisi ruang kelas, fasilitas perpustakaan, saluran internet.
Pelaksanaan Penilaian Pembelajaran PPKn
Penilaian yaitu proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil berguru akseptor didik. Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2015 wacana perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 wacana Standar Nasional Pendidikan bahwa penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas Penilaian hasil berguru oleh pendidik; Penilaian hasil berguru oleh satuan pendidikan; dan Penilaian hasil berguru oleh Pemerintah.
Berdasarkan pada PP Nomor 15 Tahun 2015 dijelaskan bahwa penilaian hasil berguru oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil berguru akseptor didik secara berkelanjutan yang dipakai untuk menilai pencapaian kompetensi akseptor didik, materi penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Sedangkan fungsi penilaian hasil belajar, yaitu sebagai berikut.
a. Bahan pertimbangan dalam menentukan kenaikan kelas.
b. Umpan balik dalam perbaikan proses berguru mengajar.
c. Meningkatkan motivasi berguru akseptor didik.
c. Meningkatkan motivasi berguru akseptor didik.
d. Evaluasi
Permendikbud No. 23 Tahun 2016 wacana Standar Penilaian Pendidikan menyebutkan bahwa penilaian akseptor didik harus meliputi sikap, pengetahuan, dan keterampilan baik selama proses (formatif) maupun pada selesai periode pembeajaran (sumatif).
Beberapa yang yang perlu diperhatikan dalam proses penilaian adalah:
a. Bentuk-bentuk Penilaian
1) Penilaian Sikap
Penilaian sikap yaitu kegiatan untuk mengetahui kecenderungan sikap spiritual dan sosial akseptor didik dalam kehidupan sehari-hari di dalam dan di luar kelas sebagai hasil pendidikan. Penilaian sikap ditujukan untuk mengetahui capaian/perkembangan sikap akseptor didik dan memfasilitasi tumbuhnya sikap akseptor didik sesuai butir-butir nilai sikap dalam KD dari KI-1 dan KI-2.
Penilaian sikap dilakukan dengan memakai teknik observasi oleh guru mata pelajaran (selama proses pembelajaran pada jam pelajaran), guru bimbingan konseling (BK), dan wali kelas (selama akseptor didik di luar jam pelajaran) yang ditulis dalam buku jurnal (yang selanjutnya disebut jurnal). Jurnal berisi catatan anekdot (anecdotal record), catatan insiden tertentu (incidental record), dan informasi lain yang valid dan relevan. Jurnal tidak hanya didasarkan pada apa yang dilihat eksklusif oleh guru, wali kelas, dan guru BK, tetapi juga informasi lain yang relevan dan valid yang diterima dari banyak sekali sumber. Selain itu, penilaian diri dan penilaian antarteman sanggup dilakukan dalam rangka pelatihan dan pembentukan huruf akseptor didik, yang hasilnya sanggup dijadikan sebagai salah satu data konfirmasi dari hasil penilaian sikap oleh pendidik.
a) Observasi
Instrumen yang dipakai dalam observasi berupa lembar observasi atau jurnal. Lembar observasi atau jurnal tersebut berisi kolom catatan sikap yang diisi oleh guru mata pelajaran, wali kelas, dan guru BK berdasarkan pengamatan dari sikap akseptor didik yang muncul secara alami selama satu semester. Perilaku akseptor didik yang dicatat di dalam jurnal intinya yaitu sikap yang sangat baik dan/atau kurang baik yang berkaitan dengan indikator dari sikap spiritual dan sikap sosial. Setiap catatan memuat deskripsi sikap yang dilengkapi dengan waktu dan daerah teramatinya sikap tersebut. Catatan tersebut disusun berdasarkan waktu kejadian.
Apabila seorang akseptor didik pernah mempunyai catatan sikap yang kurang baik, kalau pada kesempatan lain akseptor didik tersebut telah memperlihatkan perkembangan sikap (menuju atau konsisten) baik pada aspek atau indikator sikap yang dimaksud, maka di dalam jurnal harus ditulis bahwa sikap akseptor didik tersebut telah (menuju atau konsisten) baik atau bahkan sangat baik. Dengan demikian, yang dicatat dalam jurnal tidak terbatas pada sikap kurang baik dan sangat baik, tetapi juga setiap perkembangan sikap menuju sikap yang diharapkan.
Berdasarkan kumpulan catatan tersebut guru membuat deskripsi penilaian sikap untuk satu semester. Berikut ini contoh lembar observasi selama satu semester. Sekolah/guru sanggup memakai lembar observasi dengan format lain, contohnya dengan menambahkan kolom saran tindak lanjut.
Berikut yaitu beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan penilaian (mengikuti perkembangan) sikap dengan teknik observasi:
Permendikbud No. 23 Tahun 2016 wacana Standar Penilaian Pendidikan menyebutkan bahwa penilaian akseptor didik harus meliputi sikap, pengetahuan, dan keterampilan baik selama proses (formatif) maupun pada selesai periode pembeajaran (sumatif).
Beberapa yang yang perlu diperhatikan dalam proses penilaian adalah:
- Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian Kompetensi Dasar (KD) pada Kompetensi Inti (KI-1, KI-2, KI-3, dan KI-4).
- Penilaian memakai pola kriteria, yaitu penilaian yang dilakukan dengan membandingkan capaian akseptor didik dengan kriteria kompetensi yang ditetapkan. Hasil penilaian baik yang formatif maupun sumatif seorang akseptor didik tidak dibandingkan dengan skor akseptor didik lainnya namun dibandingkan dengan penguasaan kompetensi yang dipersyaratkan.
- Penilaian dilakukan secara terencana dan berkelanjutan. Artinya semua indikator diukur, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar (KD) yang telah dikuasai dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan berguru akseptor didik.
- Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut, berupa acara peningkatan kualitas pembelajaran, acara remedial bagi akseptor didik yang pencapaian kompetensinya di bawah KKM, dan acara pengayaan bagi akseptor didik yang telah memenuhi KKM. Hasil penilaian juga dipakai sebagai umpan balik bagi orang tua/wali akseptor didik dalam rangka meningkatkan kompetensi akseptor didik.
a. Bentuk-bentuk Penilaian
1) Penilaian Sikap
Penilaian sikap yaitu kegiatan untuk mengetahui kecenderungan sikap spiritual dan sosial akseptor didik dalam kehidupan sehari-hari di dalam dan di luar kelas sebagai hasil pendidikan. Penilaian sikap ditujukan untuk mengetahui capaian/perkembangan sikap akseptor didik dan memfasilitasi tumbuhnya sikap akseptor didik sesuai butir-butir nilai sikap dalam KD dari KI-1 dan KI-2.
Penilaian sikap dilakukan dengan memakai teknik observasi oleh guru mata pelajaran (selama proses pembelajaran pada jam pelajaran), guru bimbingan konseling (BK), dan wali kelas (selama akseptor didik di luar jam pelajaran) yang ditulis dalam buku jurnal (yang selanjutnya disebut jurnal). Jurnal berisi catatan anekdot (anecdotal record), catatan insiden tertentu (incidental record), dan informasi lain yang valid dan relevan. Jurnal tidak hanya didasarkan pada apa yang dilihat eksklusif oleh guru, wali kelas, dan guru BK, tetapi juga informasi lain yang relevan dan valid yang diterima dari banyak sekali sumber. Selain itu, penilaian diri dan penilaian antarteman sanggup dilakukan dalam rangka pelatihan dan pembentukan huruf akseptor didik, yang hasilnya sanggup dijadikan sebagai salah satu data konfirmasi dari hasil penilaian sikap oleh pendidik.
a) Observasi
Instrumen yang dipakai dalam observasi berupa lembar observasi atau jurnal. Lembar observasi atau jurnal tersebut berisi kolom catatan sikap yang diisi oleh guru mata pelajaran, wali kelas, dan guru BK berdasarkan pengamatan dari sikap akseptor didik yang muncul secara alami selama satu semester. Perilaku akseptor didik yang dicatat di dalam jurnal intinya yaitu sikap yang sangat baik dan/atau kurang baik yang berkaitan dengan indikator dari sikap spiritual dan sikap sosial. Setiap catatan memuat deskripsi sikap yang dilengkapi dengan waktu dan daerah teramatinya sikap tersebut. Catatan tersebut disusun berdasarkan waktu kejadian.
Apabila seorang akseptor didik pernah mempunyai catatan sikap yang kurang baik, kalau pada kesempatan lain akseptor didik tersebut telah memperlihatkan perkembangan sikap (menuju atau konsisten) baik pada aspek atau indikator sikap yang dimaksud, maka di dalam jurnal harus ditulis bahwa sikap akseptor didik tersebut telah (menuju atau konsisten) baik atau bahkan sangat baik. Dengan demikian, yang dicatat dalam jurnal tidak terbatas pada sikap kurang baik dan sangat baik, tetapi juga setiap perkembangan sikap menuju sikap yang diharapkan.
Berdasarkan kumpulan catatan tersebut guru membuat deskripsi penilaian sikap untuk satu semester. Berikut ini contoh lembar observasi selama satu semester. Sekolah/guru sanggup memakai lembar observasi dengan format lain, contohnya dengan menambahkan kolom saran tindak lanjut.
Berikut yaitu beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan penilaian (mengikuti perkembangan) sikap dengan teknik observasi:
- Jurnal penilaian (perkembangan) sikap ditulis oleh wali kelas, guru mata pelajaran, dan guru BK selama periode satu semester;
- Bagi wali kelas, 1 (satu) jurnal dipakai untuk satu kelas yang menjadi tanggung-jawabnya; bagi guru mata pelajaran 1 (satu) jurnal dipakai untuk setiap kelas yang diajarnya; bagi guru BK 1 (satu) jurnal dipakai untuk setiap kelas di bawah bimbingannya;
- Perkembangan sikap spritual dan sikap sosial akseptor didik sanggup dicatat dalam satu jurnal atau dalam 2 (dua) jurnal yang terpisah;
- Peserta didik yang dicatat dalam jurnal intinya yaitu mereka yang memperlihatkan sikap yang sangat baik atau kurang baik secara alami (peserta didik yang memperlihatkan sikap baik tidak harus dicatat dalam jurnal);
- Perilaku sangat baik atau kurang baik yang dicatat dalam jurnal tersebut tidak terbatas pada butir-butir nilai sikap (perilaku) yang hendak ditanamkan melalui pembelajaran yang dikala itu sedang berlangsung sebagaimana dirancang dalam RPP, tetapi juga butir-butir nilai sikap lainnya yang ditumbuhkan dalam semester itu selama sikap tersebut ditunjukkan oleh akseptor didik melalui perilakunya secara alami;
- Wali kelas, guru mata pelajaran, dan guru BK mencatat (perkembangan) sikap akseptor didik segera sesudah mereka menyaksikan dan/atau memperoleh informasi terpercaya mengenai sikap akseptor didik sangat baik/kurang baik yang ditunjukkan akseptor didik secara alami.
- Apabila akseptor didik tertentu pernah memperlihatkan sikap kurang baik, ketika yang bersangkutan telah (mulai) memperlihatkan sikap yang baik (sesuai harapan), sikap yang (mulai) baik tersebut harus dicatat dalam jurnal;
- Pada selesai semester guru mata pelajaran dan guru BK meringkas perkembangan sikap spiritual dan sikap sosial setiap akseptor didik dan menyerahkan ringkasan tersebut kepada wali kelas untuk diolah lebih lanjut;
Download Buku Guru PPKn Sekolah Menengah Pertama MTs Kelas 9 Kurikulum 2013 Revisi 2018
Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Buku Guru PPKn Sekolah Menengah Pertama MTs Kelas 9 Kurikulum 2013 Revisi 2018 ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:Buku Guru PPKn Sekolah Menengah Pertama MTs Kelas 9 Kurikulum 2013 Revisi 2018
Download File:
Buku Guru PPKn Sekolah Menengah Pertama MTs Kelas 9 K13 Revisi 2018.pdf
Untuk Buku Sekolah Menengah Pertama MTs Kelas IX (9) Kurikulum 2013 Revisi tahun 2018 mata pelajaran lainnya (Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, IPA, Matematika, PPKn, Prakarya dan lain-lain), silahkan lihat dan download pada link di bawah ini:
Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Buku Guru PPKn Sekolah Menengah Pertama MTs Kelas 9 Kurikulum 2013 Revisi 2018. Semoga bisa bermanfaat.
Buku Guru Sekolah Menengah Pertama MTs Kelas 9 Kurikulum 2013 Edisi Revisi 2018
Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Buku Guru PPKn Sekolah Menengah Pertama MTs Kelas 9 Kurikulum 2013 Revisi 2018. Semoga bisa bermanfaat.
Posting Komentar untuk "Buku Guru Ppkn Smp Mts Kelas 9 K13 Revisi 2018"