Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Buku Guru Ipa Smp Mts Kelas 9 K13 Revisi 2018

Berikut ini ialah berkas Buku Guru IPA Sekolah Menengah Pertama MTs Kelas 9 Kurikulum 2013 Revisi 2018. Download file format PDF.

 Berikut ini ialah berkas Buku Guru IPA Sekolah Menengah Pertama MTs Kelas  Buku Guru IPA Sekolah Menengah Pertama MTs Kelas 9 K13 Revisi 2018
Buku Guru IPA Sekolah Menengah Pertama MTs Kelas 9 K13 Revisi 2018

Buku Guru IPA Sekolah Menengah Pertama MTs Kelas 9 K13 Revisi 2018

Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Buku Guru IPA Sekolah Menengah Pertama MTs Kelas 9 Kurikulum 2013 Revisi 2018:

Kurikulum 2013 dirancang untuk memperkuat kompetensi akseptor didik dari sisi pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara utuh. Proses pencapaiannya melalui pembelajaran sejumlah mata pelajaran yang dirangkai sebagai suatu kesatuan yang saling mendukung pencapaian kompetensi tersebut. Bila pada jenjang SD/MI, sebagian besar mata pelajaran digabung menjadi satu dan disajikan dalam bentuk tema-tema, maka pada jenjang SMP/MTs pembelajaran sudah mulai dipisah-pisah menjadi mata pelajaran.

Sebagai transisi menuju ke pendidikan menengah, pemisahan ini masih belum dilakukan sepenuhnya bagi akseptor didik SMP/MTs. Materi-materi dari bidang-bidang ilmu Fisika, Kimia, Biologi, serta Ilmu Bumi dan Antariksa masih perlu disajikan sebagai suatu kesatuan dalam mata pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam). Hal ini dimaksudkan untuk memperlihatkan wawasan yang utuh bagi akseptor didik SMP/MTs perihal prinsip-prinsip dasar yang mengatur alam semesta beserta segenap isinya.

Buku IPA Kelas IX SMP/MTs ini disusun dengan pemikiran di atas. Bidang ilmu Biologi digunakan sebagai landasan (platform) pembahasan bidang ilmu yang lain. Makhluk hidup digunakan sebagai objek untuk menjelaskan prinsip-prinsip dasar yang mengatur alam ibarat objek alam dan interaksinya, energi dan keseimbangannya, dan lain-lain. Melalui pembahasan memakai bermacam bidang ilmu dalam rumpun ilmu pengetahuan alam, pemahaman utuh perihal alam yang dihuninya beserta benda-benda alam yang dijumpai di sekitarnya sanggup dikuasai oleh akseptor didik SMP/MTs.

Sebagai salah satu rumpun ilmu yang digunakan untuk mengukur kemajuan pendidikan suatu negara, pemahaman akseptor didik suatu negara terhadap IPA dibandingkan secara rutin sebagaimana dilakukan melalui TIMSS (The Trends in International Mathematics and Science Study) dan PISA (Program for International Student Assessment). Melalui penilaian internasional ibarat ini, kita sanggup mengetahui kualitas pembelajaran IPA di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain. Materi IPA pada Kurikulum 2013 ini telah diubahsuaikan dengan tuntutan penguasaan materi IPA berdasarkan TIMSS dan PISA.

Sesuai dengan konsep Kurikulum 2013, buku ini disusun mengacu pada pembelajaran IPA secara terpadu dan utuh. Untuk setiap pengetahuan yang diajarkan, pembelajarannya harus dilanjutkan hingga menjadikan akseptor didik terampil dalam menyajikan pengetahuan yang dikuasainya secara konkret dan abstrak. Selain itu, akseptor didik diarahkan biar bisa bersikap sebagai makhluk yang mensyukuri anugerah alam semesta yang dikaruniakan kepadanya melalui pemanfaatan yang bertanggung jawab.

Buku ini menjabarkan perjuangan minimal yang harus dilakukan akseptor didik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Sesuai dengan pendekatan yang digunakan dalam Kurikulum 2013, akseptor didik didorong untuk berani mencari sumber berguru lain yang tersedia dan terbentang luas di sekitarnya.

Peran guru sangat penting untuk meningkatkan dan menyesuaikan daya serap akseptor didik dengan ketersediaan kegiatan pada buku ini. Guru sanggup memperkaya kegiatan dengan mengkreasi bentuk kegiatan-kegiatan lain yang sesuai dan relevan yang bersumber dari lingkungan sosial dan alam.


IPA Terpadu dan Pembelajarannya

IPA Terpadu
Secara integral, ilmu pengetahuan merupakan cara untuk mempelajari alam semesta beserta komponen yang ada di dalamnya. Ilmu pengetahuan tersebut terpilah menjadi Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cabang pengetahuan yang mempelajari alam semesta yang berawal dari fenomena alam.

IPA didefinisikan dengan pelbagai versi. Pada Permendikbud RI No 58 Tahun 2014 dinyatakan bahwa IPA dipandang sebagai cara berpikir untuk memahami alam, melaksanakan penyelidikan, dan kumpulan pengetahuan.

Collete dan Chiappetta (1994) menyatakan bahwa IPA pada hakikatnya merupakan kumpulan pengetahuan (a body of knowledge), cara atau jalan berpikir (method of thinking), dan cara untuk penyelidikan (method of investigating). IPA juga didefinisikan sebagai hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen dengan memakai metode ilmiah (Poedjiadi, 2005). IPA didefinisikan sebagai pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen (Carin dan Sund, 1993 dalam Depdiknas, 2006:4). Definisi ini memberi pengertian bahwa IPA merupakan cabang pengetahuan yang dibangun berdasarkan pengamatan dan pembagian terstruktur mengenai data. Selain itu, IPA biasanya disusun dan diverifikasi dalam hukum-hukum bersifat kuantitatif, yang melibatkan aplikasi budi sehat matematis dan analisis data terhadap gejala-gejala alam.

Dimensi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan upaya memahami pelbagai fenomena alam secara sistematis, meliputi sikap ilmiah IPA, proses ilmiah IPA, produk IPA, dan aplikasi IPA. Sikap IPA meliputi rasa ingin tahu perihal benda, fenomena alam, makhluk hidup, dan korelasi alasannya akhir yang mengakibatkan problem gres yang sanggup dipecahkan melalui mekanisme yang benar (Sund & Trowbridge, 1973:2; Trowbridge et.al., 1981:40; Dahar & Liliasari, 1986:11). IPA sebagai proses merupakan mekanisme pemecahan problem memakai metode ilmiah untuk menemukan konsep IPA, melalui tahapan berikut: 1. menemukan masalah, 2. merumuskan hipotesis, 3. merancang penyelidikan, 4. melaksanakan penyelidikan, 5. mengumpulkan dan menganalisis data, 6. menarik kesimpulan, serta 7. mengomunikasikan hasil penyelidikan. IPA sebagai produk merupakan kumpulan pengetahuan yang terdiri atas fakta, konsep, dan prinsip. Produk IPA yang berupa fakta merupakan data yang memperlihatkan fenomena yang sesungguhnya, pernyataan-pernyataan perihal benda-benda yang benar-benar ada, atau peristiwa-peristiwa yang benar-benar terjadi dan sudah dikonfirmasi secara objektif. Konsep IPA ialah suatu ilham yang mempersatukan fakta-fakta IPA, sehingga konsep merupakan korelasi antara fakta-fakta. Prinsip diartikan sebagai generalisasi perihal korelasi antara konsep-konsep. Contohnya, semua benda dipanaskan mengalami kenaikan suhu. Prinsip merupakan deskripsi yang paling sempurna perihal objek atau kejadian/fenomena. Aplikasi IPA ialah penerapan metode ilmiah dan produk IPA yang diharapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan insan melalui pemecahan masalah-masalah yang sanggup diidentifikasikan.

Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana untuk menjaga dan memelihara kelestarian lingkungan.

IPA yang dipelajari di sekolah tidak hanya berupa kumpulan fakta tetapi juga proses perolehan fakta yang didasarkan pada kemampuan memakai pengetahuan dasar IPA untuk memprediksi atau menjelaskan pelbagai fenomena. Peserta didik harus memaknai alam yang berubah secara cepat dan kompleks, dengan cara memakai pengetahuan yang telah dipahaminya dalam memecahkan problem (Reif, 1995). Proses pembelajaran IPA berorientasi pada kemampuan aplikatif, pengembangan kemampuan berpikir, rasa ingin tahu, sikap peduli, dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sosial dan alam. IPA juga ditujukan untuk pengenalan lingkungan biologi dan alam sekitar, serta pengenalan pelbagai keunggulan wilayah nusantara.

Mata pelajaran IPA di SMP/MTs dilakukan dengan konsep integrative science (IPA Terpadu). Konsep keterpaduan ini ditunjukkan pada penyajian materi IPA dikemas ke dalam tema tertentu yang di dalamnya membahas perpaduan materi-materi fisika, kimia, dan biologi, yang saling berkaitan (Kemdikbud, 2014). IPA di SMP/MTs ditinjau dari sudut pandang kajian Biologi sehingga penyajian konsep-konsep IPA pada materi asuh IPA terpadu di SMP/MTs diawali dengan fenomena biologi yang ada di sekitar akseptor didik dan membahasnya dengan tinjauan dari tiga bidang kajian (biologi, fisika, dan kimia). Hal ini bertujuan biar tampak keterpaduan antara tiga bidang kajian tersebut. Meskipun demikian, tetap akan tampak aksara dari tiap-tiap bidang kajian lantaran bagaimanapun juga terdapat perbedaan yang fundamental antara tiga bidang kajian tersebut. Keterpaduan konsep dalam IPA terpadu tidak berarti membentuk konsep gres dari konsep dasar fisika, kimia, dan biologi, tetapi terpadu dalam objek yang dipelajari. Sebagai contoh, proses fotosintesis. Tumbuhan memerlukan cahaya, karbon dioksida (CO2), dan air untuk proses fotosintesis. Cahaya yang diharapkan oleh beberapa jenis daun ialah cahaya merah. Pertanyaan yang muncul mengapa bukan sinar ultraviolet yang digunakan? Jawabannya sanggup diperoleh dari konsep fisika yang menyatakan bahwa sinar ultraviolet merupakan sinar dengan frekuensi yang tinggi, sehingga energi yang dimiliki juga tinggi. Dari konsep kimia sanggup dijelaskan perihal reaksi antara air dan karbon dioksida (CO2) dengan derma energi cahaya. Dari segi biologi sanggup dijelaskan cara bagian-bagian daun melaksanakan fungsinya pada proses fotosintesis.

Model Pemaduan Bahan Ajar IPA Terpadu
Salah satu komponen penting dalam pembelajaran ialah materi ajar. Bahan asuh merupakan seperangkat materi/substansi pembelajaran (teaching material) yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai akseptor didik dalam kegiatan pembelajaran (Puskur, 2006:6). Bahan asuh memungkinkan akseptor didik sanggup mempelajari suatu kompetensi secara runtut dan sistematis, sehingga secara akumulatif bisa menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu.

Bahan asuh merupakan sarana untuk mengomunikasikan ilmu pengetahuan. Bahan asuh yang digunakan di sekolah, baik oleh guru maupun oleh akseptor didik, harus jelas, lengkap, akurat, dan sanggup mengomunikasikan informasi, konsep, serta pengetahuan proseduralnya. Dengan demikian, setiap materi asuh harus mempunyai standar yang sesuai dengan tujuan dari buku pelajaran tersebut, yaitu sesuai dengan jenjang pendidikan, psikologi perkembangan akseptor didik, kebutuhan, dan tuntutan kurikulum, serta ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pemaduan materi asuh IPA terpadu sanggup memakai pelbagai model. Ada beberapa model pemaduan yang digunakan dalam pengembangan kurikulum IPA terpadu. Salah satu model pemaduan yang digunakan ialah model pengembangan kurikulum terpadu dari Fogarty (1991) yang berbagi 10 model pemaduan yang tercakup dalam tiga bentuk dasar pemaduan kurikulum.

1. Fragmented Model (Model Penggalan)
Model fragmented merupakan model kurikulum yang memisahkan materi ke dalam disiplin ilmu yang berbeda yang dikemas dalam mata pelajaran. Sebagai contoh, mata pelajaran matematika, IPA, dan IPS. Model fragmented ditandai dengan ciri pemaduan yang hanya terbatas pada satu mata pelajaran saja.

Pada proses pembelajarannya, butir-butir materi tersebut dilaksanakan secara terpisah-pisah pada jam yang berbeda-beda.

Peserta didik mempelajari materi tanpa menghubungkan kebermaknaan dan keterkaitan antara satu pelajaran dengan pelajaran lainnya. Setiap mata pelajaran diajarkan oleh guru yang berbeda dan mungkin pula ruang yang berbeda. Setiap mata pelajaran mempunyai ranah tersendiri dan tidak ada perjuangan untuk mempersatukannya. Setiap mata pelajaran berlangsung terpisah dengan pengorganisasian dan cara mengajar yang berbeda dari setiap guru.

Pemaduan materi yang memakai model fragmented akan menyajikan materi dalam suatu mata pelajaran yang utuh tanpa mengaitkan mata pelajaran satu dengan yang lainnya (Fogarty,1991). Oleh seorang guru mata pelajaran IPA, konsep-konsep pada pelajaran IPA diajarkan utuh kepada akseptor didiknya tanpa melihat atau mempertimbangkan konsep-konsep yang ada pada mata pelajaran matematika atau IPS. Jadi, dalam materi asuh dengan model fragmented setiap mata pelajaran dirancang sendiri-sendiri dan tidak ada perjuangan untuk mengaitkan diantara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain. Oleh Fogarty (1991), model fragmented disimbolkan dengan sebuah periskop yang artinya memandang satu arah, fokus yang sempit untuk setiap mata pelajaran.

Model fragmented mempunyai kelebihan yaitu akseptor didik menguasai secara penuh satu kemampuan tertentu untuk tiap mata pelajaran, sehingga akseptor didik jago dan terampil dalam bidang tertentu. Menurut Kemdikbud (2013:172), kelebihan dari model fragmented ialah adanya kejelasan dan pandangan yang terpisah dalam suatu mata pelajaran. Adapun kekurangannya ialah akseptor didik berguru hanya pada daerah dan sumber berguru serta kurang bisa membuat korelasi atau pemaduan dengan konsep sejenis.

Kekurangan lain dari model ini berdasarkan Kemdikbud (2013:172) ialah lebih sedikit transfer pembelajarannya.

2. Connected Model (Model Keterhubungan)
Model connected atau keterhubungan menyajikan korelasi yang eksplisit di dalam suatu mata pelajaran. Materi dibelajarkan dengan mengaitkan satu pokok bahasan ke pokok bahasan yang lain, menghubungkan satu konsep ke konsep yang lain, mengaitkan satu keterampilan dengan keterampilan yang lain dalam suatu bidang studi (interbidang studi). Kunci utama model ini ialah adanya perjuangan secara sadar menghubungkan bidang kajian dalam satu disiplin ilmu dalam satu mata pelajaran.

Model connected dilandasi oleh anggapan bahwa butir-butir materi asuh sanggup dipayungkan pada induk mata pelajaran tertentu. Butir-butir materi asuh bidang fisika, kimia, dan biologi sanggup dipayungkan pada mata pelajaran IPA. Penguasaan materi asuh tersebut merupakan keutuhan dalam membentuk kemampuan perihal ilmu alam. Hanya saja pembentukan pemahaman, keterampilan, dan pengalaman secara utuh tersebut tidak berlangsung secara otomatis. Karena itu, guru harus menata materi asuh dan proses pembelajarannya secara terpadu.

Kelebihan yang diperoleh dalam model connected ini ialah adanya korelasi antaride-ide dalam satu mata pelajaran dan akseptor didik akan memperoleh citra yang lebih terang dan luas dari konsep yang dijelaskan.

Peserta didik diberi kesempatan untuk melaksanakan pendalaman, tinjauan, memperbaiki, dan mengasimilasi gagasan secara bertahap. Kekurangan model ini ialah belum memperlihatkan citra yang menyeluruh, lantaran belum menggabungkan bidang-bidang pengembangan/mata pelajaran lain.

Kekurangan lain dari model ini berdasarkan Kemdikbud (2013:172) ialah disiplin-disiplin ilmu tidak berkaitan dan materi pelajaran tetap terfokus pada satu disiplin ilmu.

3. Nested Model (Model Bersarang)
Model nested merupakan model yang memadukan kurikulum di dalam satu disiplin ilmu dan secara khusus meletakkan fokus pemaduan pada sejumlah keterampilan berguru yang ingin dilatihkan. Model nested atau bersarang ialah pemaduan yang digunakan oleh guru untuk mencapai beberapa kompetensi atau keterampilan yaitu keterampilan berpikir, keterampilan sosial, dan keterampilan isi pengetahuan. Contohnya guru merancang unit fotosintesis yang secara simultan sanggup digunakan untuk mencapai sasaran keterampilan sosial dan pengetahuan mengenai faktor-faktor yang kuat terhadap fotosintesis (pengetahuan sains).

Seperti yang dicontohkan Fogarty (1991:28), untuk jenis mata pelajaran bahasa dan ilmu sosial sanggup dipadukan keterampilan berpikir (thinking skills) dengan keterampilan sosial (social skills). Pelajaran sains dan matematika sanggup dipadukan keterampilan berpikir (thinking skills) dan keterampilan mengorganisasi (organizing skills).

Model nested merupakan pemaduan pelbagai bentuk penguasaan konsep keterampilan melalui sebuah kegiatan pembelajaran. Misalnya, pada satuan jam tertentu seorang guru memfokuskan kegiatan pembelajaran pada pemahaman perihal hakikat IPA dan keterampilan proses IPA dalam berbagi kemampuan berpikir logis, menentukan jenis keterampilan proses IPA, dan melaksanakan kegiatan praktikum. Pembelajaran pelbagai bentuk penguasaan konsep dan keterampilan tersebut keseluruhannya tidak harus dirumuskan dalam tujuan pembelajaran.

Kelebihan model ini yaitu guru sanggup memadukan beberapa keterampilan sekaligus dalam pembelajaran satu mata pelajaran, memperlihatkan perhatian pada pelbagai bidang penting dalam satu dikala sehingga tidak memerlukan penambahan waktu, dan guru sanggup memadukan kurikulum secara luas.

Kelebihan lain dari model ini berdasarkan Kemdikbud (2013:173) ialah sanggup memperkaya dan memperluas pembelajaran. Kekurangan dari model ini ialah apabila tanpa perencanaan yang matang memadukan beberapa keterampilan yang menjadi sasaran dalam suatu pembelajaran, akan berdampak pada akseptor didik, dalam hal ini prioritas pelajaran menjadi kabur. Lebih diperjelas oleh Kemdikbud (2013:173), bahwa kekurangan dari model ini ialah akseptor didik sanggup menjadi resah dan kehilangan arah mengenai konsep-konsep utama dari suatu kegiatan atau pelajaran.

4. Sequenced Model (Model Urutan)
Model sequenced merupakan model pemaduan topik-topik antarmata pelajaran yang berbeda secara paralel. Pada model ini, topik-topik diurutkan dan persamaan-persamaan yang ada dalam mata pelajaran yang dipadukan, selanjutnya diajarkan secara bersamaan (Kemdikbud, 2013:173). Sebagai contoh, guru menyajikan materi pembelajaran sesuai urutan kompetensi dasar pada kurikulum atau buku yang tersedia.

Topik-topik tersebut sanggup dipadukan pembelajarannya pada alokasi jam yang sama. Kelebihan dari model ini ialah dengan menyusun kembali urutan topik, kepingan dari unit, guru sanggup mengutamakan prioritas kurikulum daripada hanya mengikuti urutan yang dibentuk penulis dalam buku teks, membantu akseptor didik memahami isi pembelajaran dengan lebih kuat, dan bermakna. Lebih lanjut disampaikan Kemdikbud (2013:173), kelebihan dari model ini ialah memfasilitasi transfer pembelajaran melintasi beberapa mata pelajaran. Sementara kekurangannya yaitu diharapkan kerja sama berkelanjutan dan fleksibilitas semua orang yang terlibat dalam content area dalam mengurutkan sesuai insiden terkini.

5. Shared Model (Model Terbagi)
Model shared merupakan bentuk pemaduan materi pembelajaran akhir adanya “overlapping” atau tumpang tindih konsep atau ilham pada dua mata pelajaran atau lebih yang berbeda. Butir-butir pembelajaran perihal atom dalam kimia misalnya, sanggup bertumpang tindih dengan butir pembelajaran dalam model atom dalam fisika dan sebagainya. Kelebihan dari model ini yaitu lebih gampang dalam menggunakannya sebagai langkah awal maju secara penuh menuju model terpadu yang meliputi empat disiplin ilmu. Dengan menggabungkan disiplin ilmu serupa yang saling tumpang tindih, akan memungkinkan mempelajari konsep yang lebih dalam. Selain itu, berdasarkan Kemdikbud (2013:173), kelebihan lain dari model ini ialah terdapat pengalaman-pengalaman pembelajaran bersama dan dengan adanya dua orang guru di dalam satu tim, akan lebih gampang untuk berkolaborasi. Sedangkan kekurangannya, model pemaduan antardua disiplin ilmu memerlukan komitmen pasangan untuk bekerja sama dalam fase awal, lantaran untuk menemukan konsep yang tumpang tindih secara nyata diharapkan obrolan dan diskusi yang mendalam. Menurut Kemdikbud (2013:173), kekurangan dari model ini ialah membutuhkan waktu, fleksibilitas, komitmen, dan kompromi.

6.Webbed Model (Model Jaring Laba-laba)
Model yang paling terkenal ialah model webbed. Model ini bertolak dari pendekatan tematik sebagai pemadu materi dan kegiatan pembelajaran. Pada korelasi ini tema sanggup mengikat kegiatan pembelajaran baik dalam mata pelajaran tertentu maupun lintas mata pelajaran. Model jaring laba-laba (webbed model) ialah pembelajaran terpadu yang memakai pendekatan tematik.

Pendekatan ini pengembangannya dimulai dengan menentukan tema tertentu. Tema sanggup ditetapkan dengan perundingan guru dan akseptor didik, tetapi sanggup pula ditentukan dari hasil diskusi sesama guru. Setelah tema tersebut disepakati, dikembangkan sub-sub temanya dengan memperhatikan kaitannya dengan bidang-bidang studi. Dari sub-sub tema ini dikembangkan acara berguru yang harus dilakukan akseptor didik. Keuntungan model jaring laba-laba bagi akseptor didik ialah akseptor didik memperoleh pandangan korelasi yang utuh perihal kegiatan dari pelbagai ilmu yang berbeda-beda.

Kelebihan pendekatan jaring laba-laba untuk mengintegrasikan kurikulum ialah faktor motivasi sebagai hasil bentuk seleksi tema yang menarik perhatian paling besar. Sementara itu, faktor motivasi akseptor didik juga sanggup berkembang lantaran adanya pemilihan tema yang didasarkan pada minat akseptor didik. Lebih terang disampaikan oleh Kemdikbud (2013:173), bahwa kelebihan dari model ini ialah sanggup memotivasi akseptor didik dan membantu akseptor didik untuk melihat keterhubungan antargagasan.

Kekurangan dari model ini ialah banyak guru sulit menentukan tema. Guru cenderung menyediakan tema yang dangkal sehingga kurang bermanfaat bagi akseptor didik. Selain itu, guru seringkali terfokus pada kegiatan sehingga materi atau konsep menjadi terabaikan.

7. Threaded Model (Model Satu Alur)
Model threaded merupakan model pemaduan bentuk keterampilan, misalnya, melaksanakan prediksi dan estimasi dalam matematika, ramalan terhadap kejadian-kejadian, antisipasi terhadap dongeng dalam novel, dan sebagainya. Bentuk threaded ini berfokus pada meta-curriculum. Lebih lanjut disampaikan oleh Kemdikbud (2013:173), bahwa model ini merupakan model pembelajaran terpadu yang memfokuskan pada penguasaan keterampilan yang meliputi keterampilan sosial, berpikir, serta pelbagai jenis kecerdasan, dan keterampilan belajar. Keterampilan-keterampilan tersebut ‘direntangkan’ melalui pelbagai disiplin ilmu/mata pelajaran.

Kelebihan dari model ini antara lain: konsep berputar di sekitar metakurikulum yang menekankan pada sikap metakognitif, materi untuk tiap mata pelajaran tetap murni, dan akseptor didik sanggup berguru sebagaimana seharusnya berguru pada masa yang akan tiba sesuai dengan laju perkembangan abad globalisasi.

Model ini mempunyai kelemahan pada korelasi isi antarmateri pelajaran yang tidak ditunjukkan secara eksplisit sehingga akseptor didik kurang memahami keterkaitan materi antara mata pelajaran satu dengan yang lainnya.

8. Integrated Model (Model Integrasi)
Model integrated merupakan pemaduan sejumlah topik dari mata pelajaran yang berbeda dengan esensi yang sama dalam sebuah topik tertentu. Topik yang yang semula terdapat dalam mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Ilmu Pengetahuan Sosial, pada model integrasi ini cukup diletakkan dalam mata pelajaran tertentu, contohnya Pengetahuan Alam.

Model integrasi memakai pendekatan antarmata pelajaran dan antarbidang studi. Model ini dilakukan dengan cara menggabungkan bidang studi dengan memutuskan prioritas dari kurikulum serta menemukan keterampilan, konsep, dan sikap yang saling tumpang tindih dalam beberapa mata pelajaran atau bidang studi (Fogarty, 1991). Pada model integrasi ini tema yang berkaitan dan saling tumpang tindih merupakan hal yang ingin dicari dan dipilih oleh guru dalam tahap perencanaan. Keuntungan dari model integrasi ialah akseptor didik gampang menghubungkan dan mengaitkan materi dari beberapa mata pelajaran atau bidang studi.

Kelebihan dari model integrasi ialah akseptor didik sanggup mengaitkan dan menghubungkan di antara macam-macam kepingan dari mata pelajaran.

Selain itu, model ini juga mendorong motivasi guru dan akseptor didik untuk mengeksplorasi pelbagai topik. Kekurangan model ini sulit dilaksanakan secara penuh dan membutuhkan keterampilan tinggi guru untuk mengemas pelbagai topik dalam satu tema.

9. Immersed Model (Model Terbenam)
Model immersed memfasilitasi akseptor didik mengintegrasikan pelbagai topik dengan cara melihat semua pelajaran melalui perspektif satu bidang kajian yang diminati. Contoh: seorang akseptor didik sangat berminat dengan pertanian organik. Oleh lantaran itu, ia merasa perlu berguru mengenai biostarter, proses pengomposan, cara bercocok tanam, dan bioinsektisida.

Pada model ini, tukar pengalaman dan pemanfaatan pengalaman sangat diharapkan dalam kegiatan pembelajaran. Lebih lanjut disampaikan oleh Kemdikbud (2013:174), pada pelaksanaan model ini, guru membantu akseptor didik untuk memadukan pengetahuan-pengetahuan yang dipelajari dengan cara memandang seluruh pengajaran melalui perspektif bidang yang disukai (area of interest).

Kelebihan dari model ini ialah setiap akseptor didik mempunyai ketertarikan pada mata pelajaran yang berbeda sehingga secara tidak pribadi setiap akseptor didik akan berguru dari akseptor didik lainnya. Mereka terpacu untuk sanggup menghubungkan mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya. Dengan kata lain, keterpaduan tersebut berlangsung di dalam diri akseptor didik itu sendiri. Kekurangan dari model ini ialah akseptor didik yang tidak bahagia membaca sumber akan menerima kesulitan untuk mengerjakan proyek ini, sehingga akseptor didik menjadi kehilangan minat belajar. Lebih lanjut disampaikan oleh Kemdikbud (2013:174), model pemaduan ini sanggup mempersempit fokus akseptor didik.

10. Networked Model (Model Jejaring )
Model networked merupakan model pemaduan materi asuh yang mengandaikan kemungkinan perubahan konsepsi, bentuk pemecahan masalah, dan tuntutan bentuk keterampilan gres sesudah akseptor didik melaksanakan studi lapangan dalam situasi, kondisi, dan konteks yang berbeda-beda. Belajar disikapi sebagai proses yang berlangsung secara terus-menerus lantaran adanya korelasi timbal balik antara pemahaman dan kenyataan yang dihadapi akseptor didik. Menurut Kemdikbud (2013:174), model ini membelajarkan akseptor didik untuk melaksanakan proses pemaduan topik yang dipelajari melalui pemilihan jejaring pakar dan sumber daya. 

Kelebihan dari model ini ialah akseptor didik sanggup memperluas wawasan pengetahuan pada satu atau dua mata pelajaran secara mendalam.

Melalui model ini, akseptor didik menjadi bersifat proaktif dan terstimulasi oleh informasi, keterampilan, atau konsep-konsep baru. Kekurangan dari model ini ialah kedalaman materi pelajaran yang dipahami secara tidak sengaja akan menjadi dangkal, lantaran menerima kendala dalam mencari sumber. Lebih lanjut disampaikan oleh Kemdikbud (2013:174), bahwa kekurangan dari model ini sanggup memecah perhatian akseptor didik serta upaya-upaya yang dilakukan menjadi tidak efektif jikalau akseptor didik tidak mempunyai kemampuan melaksanakan penafsiran ulang atau refleksi terhadap pemahaman yang dimilikinya dan menerapkannya secara tepat.

Pembelajaran IPA Terpadu
Pembelajaran terpadu merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja memadukan beberapa pokok bahasan (Beane, 1995:615), mengaitkan beberapa aspek, baik intra maupun antarmata pelajaran.

Pembelajaran terpadu mengimplikasikan perlunya membahas bidang kajian IPA (fisika, kimia, dan biologi) ke dalam materi IPA yang menyeluruh dan mengkombinasikan beberapa disiplin ilmu (Bybee, 2006).

Menurut Fogarty (1991:62), pembelajaran terpadu mempunyai makna sebagai pembelajaran yang terpadu dalam satu disiplin ilmu, terpadu antarmata pelajaran, dan terpadu dalam lintas akseptor didik. Pembelajaran terpadu akan memperlihatkan pengalaman yang bermakna bagi akseptor didik, lantaran dalam pembelajaran terpadu akseptor didik akan memahami konsep-konsep yang dipelajari melalui pengalaman pribadi dan menghubungkannya dengan konsep-konsep lain yang sudah dipahami yang sesuai dengan kebutuhan akseptor didik.

Oleh lantaran itu, pembelajaran terpadu merupakan pemaduan bidang studi IPA dengan bidang studi lainnya ataupun inter-bidang studi.

Ada beberapa teori dan filsafat yang melandasi pembelajaran terpadu. Adapun landasan-landasan tersebut sebagai berikut.

  1. Teori Perkembangan dari Piaget; Teori perkembangan Piaget meliputi tahap perkembangan kognitif sensorimotor, pra-operasional, operasional konkret, dan operasional formal. Pada tahap sensorimotor (0-2 tahun), seseorang sanggup membedakan diri sendiri dari objek, mulai sanggup bertindak dengan sengaja contohnya menarik suatu dawai untuk membuat gerakan. Pada tahap pra-operasional (2-7 tahun), seseorang berguru dengan memakai bahasa, memperlihatkan objek dengan gambar dan kata-kata, dan mengelompokkan benda berdasarkan suatu karakteristik, misal mengelompokkan benda berdasarkan bentuknya. Pada tahap operasional konkret (7-11 tahun), seseorang sanggup berpikir secara logis perihal objek dan kejadian, menggolongkan objek berdasarkan beberapa fitur. Pada tahap operasional formal (>11 tahun), seseorang sanggup berpikir secara logis perihal dalil-dalil yang abstrak, merumuskan hipotesis dan mengujinya secara sistematis. Berdasarkan teori perkembangan Piaget, akseptor didik SMP/MTs berada pada tahap operasional formal yang ditandai dengan kemampuan untuk memecahkan problem yang absurd secara logis, berpikir lebih ilmiah, serta berbagi perhatian perihal isu-isu sosial dan identitas sosial. Kecepatan perkembangan kognitif setiap individu berbeda, tetapi tidak ada individu yang melompati salah satu tahap tersebut. Salah satu aspek terpenting dalam teori perkembangan Piaget ialah penyesuaian lingkungan yang dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan penginterpretasian pengalaman gres dalam hubungannya dengan skema-skema yang telah ada. Akomodasi ialah pemodifikasian skema-skema yang ada untuk menyesuaikannya dengan situasi-situasi baru. Piaget juga mengemukakan faktor yang menunjang perkembangan intelektual seseorang, yaitu kedewasaan (maturation), pengalaman fisik (physical experience), pengalaman logika-matematik (logico-mathematical experience), transmisi sosial (sosial transmission), dan proses keseimbangan (equilibration) atau pengaturan-sendiri (self-regulation). Menurut Piaget (Arends, 2012) pembelajaran yang efektif harus melibatkan akseptor didik secara sanggup berdiri diatas kaki sendiri melaksanakan eksperimen, mengamati fenomena yang terjadi, memanipulasi simbol-simbol, mengajukan pertanyaan dan menemukan jawabannya, mengonfirmasi temuannya dengan temuan lain, dan membandingkan temuannya dengan temuan orang lain.
  2. Teori Pembelajaran Konstruktivistik; Konstruktivisme ialah filsafat pendidikan yang menekankan bahwa pengetahuan dibangun sendiri oleh akseptor didik secara aktif melalui perkembangan proses mentalnya (Leinhart, 1992). Teori konstruktivistik menyatakan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses, dalam hal akseptor didik secara aktif membangun makna dan pemahamannya terhadap realita melalui pengalaman dan interaksinya. Peserta didik menemukan dan mentrasformasikan sendiri suatu informasi kompleks apabila akseptor didik tersebut menginginkan informasi tersebut menjadi miliknya. Menurut Tobins (dalam Arends, 2012), proses berguru tidak hanya cara seseorang memahami perihal fenomena, tetapi juga menuntaskan permasalahan yang muncul lantaran fenomena tersebut. Belajar ialah membangun gagasan ilmiah melalui proses interaksi akseptor didik dengan lingkungan, peristiwa, dan informasi dari sekitarnya. Pandangan konstruktivisme sebagai filosofi pendidikan menganggap semua akseptor didik mempunyai gagasan/pengetahuan perihal lingkungan dan peristiwa/gejala alam sekitarnya. Para jago pendidikan beropini bahwa inti kegiatan pendidikan ialah memulai pelajaran dari hal-hal yang diketahui akseptor didik.
  3. Teori Vygotsky; Vygotsky beropini bahwa perkembangan intelektual terjadi pada dikala seseorang berhadapan dengan pengalaman gres berupa problem untuk dipecahkan. Vygotsky menekankan pengajaran dan interaksi sosial merupakan dasar dalam pengembangan pengetahuan akseptor didik. Menurut Vygotsky setiap pembelajaran diperoleh melalui dua tahapan, yaitu mula-mula melalui interaksi dengan orang lain dan kemudian mengintegrasikannya ke dalam struktur mental setiap individu. Vygotsky percaya interaksi sosial dengan sobat lain memacu terbentuknya ilham gres dan memperkaya perkembangan intelektual. Teori Vygotsky menyatakan bahwa pembelajaran akan terjadi bilamana pengetahuan prasyarat yang dibutuhkan untuk memperoleh pengetahuan gres sudah dikuasai akseptor didik. Penguasaan pengetahuan prasyarat ketika mempelajari pengetahuan baru, membuat pembelajaran yang dilakukan akseptor didik menjadi lebih bermakna. Implikasi dari teori Vygotsky dalam pelaksanaan pendidikan ialah sebagai berikut. Pertama, perlunya tatanan kelas yang memungkinkan terjadinya pembelajaran melalui interaksi sosial (pembelajaran kooperatif) sehingga akseptor didik sanggup berinteraksi di sekitar tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan problem yang efektif. Kedua, teori Vygotsky dalam pengajaran menekankan scaffolding, dengan semakin usang akseptor didik semakin bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri. Dengan kata lain, akseptor didik perlu berguru dan bekerja secara kelompok sehingga akseptor didik sanggup saling berinteraksi dan diharapkan derma guru atau sobat sejawat lainnya yang lebih bisa serta sanggup memperlihatkan scaffolding, dorongan, dukungan untuk belajar, dan memecahkan masalah. Scaffolding ialah pemberian sejumlah derma atau bimbingan pada akseptor didik secara sedikit demi sedikit hingga akseptor didik tersebut sanggup melaksanakan proses belajarnya secara mandiri. Bantuan tersebut sanggup berupa petunjuk, peringatan, dorongan, pemberian contoh, uraian problem menjadi lebih sederhana, dan sebagainya.
  4. Teori Belajar Sosial dari Bandura; Teori Bandura atau berguru sosial meletakkan modelling (pemodelan) menjadi konsep dasar dalam belajar. Belajar dilakukan dengan mengamati sikap orang lain (modelling) dan hasil pengamatan tersebut diperkuat dengan menghubungkan pengalaman gres dengan pengalaman sebelumnya atau mengulang kembali pengalaman sebelumnya. Cara demikian memberi kesempatan pada akseptor didik tersebut untuk mengekspresikan sikap yang dipelajarinya. Teori Bandura mengklasifikasi berguru menjadi empat fase, yaitu fase atensi, fase retensi, fase reproduksi, dan fase motivasi. Fase atensi ialah fase memperlihatkan perhatian pada suatu pemodelan yang diberikan. Fase retensi ialah fase pengkodean karakteristik yang ditunjukkan pada dikala pemodelan dan menyimpan kode-kode tersebut dalam memori jangka panjang. Fase reproduksi ialah fase pemberian kesempatan pada akseptor didik untuk melihat komponen-komponen urutan sikap yang telah dikuasainya. Fase motivasi ialah fase akseptor didik untuk menjiplak lantaran dengan menjiplak yang dilakukan model, terjadi penguatan pada akseptor didik. Pemberian penguatan yang menyertai kegiatan menjiplak model akan memotivasi akseptor didik untuk memperlihatkan perilakunya sebagai hasil belajar. Aplikasi fase motivasi di kelas biasanya dilakukan dengan pemberian kebanggaan atau penghargaan berupa nilai pada akseptor didik yang memperlihatkan sikap positif.
  5. Teori Belajar Penemuan dari Bruner Teori Bruner atau berguru penemuan (discovery learning) menekankan pentingnya pemahaman perihal struktur materi ilmu yang dipelajari, perlunya berguru aktif, dan berpikir secara induktif dalam belajar. Bruner mengemukakan bahwa mata pelajaran sanggup diajarkan secara efektif jikalau kompleksitas materi yang dibelajarkan sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Pada tahap awal, materi pembelajaran sanggup diberikan dengan memperlihatkan contoh-contoh sederhana atau fenomena kontekstual yang dilanjutkan dengan fenomena yang lebih kompleks. Belajar melalui penemuan memberi peluang pada guru untuk memperlihatkan rujukan dan bukan rujukan pada pembelajaran, terutama pada kegiatan awal atau apersepsi. Contoh dan bukan rujukan tersebut memancing akseptor didik berpikir menemukan korelasi antara kepingan dari suatu struktur materi melalui pengajuan pertanyaan dan mencari balasan pertanyaan tersebut. Cara demikian mengajar akseptor didik berpikir induktif untuk menemukan korelasi antarkonsep berdasarkan informasi faktual.Teori Bandura mengklasifikasi berguru menjadi empat fase, yaitu fase atensi, fase retensi, fase reproduksi, dan fase motivasi. Fase atensi ialah fase memperlihatkan perhatian pada suatu pemodelan yang diberikan. Fase retensi ialah fase pengkodean karakteristik yang ditunjukkan pada dikala pemodelan dan menyimpan kode-kode tersebut dalam memori jangka panjang. Fase reproduksi ialah fase pemberian kesempatan pada akseptor didik untuk melihat komponen-komponen urutan sikap yang telah dikuasainya. Fase motivasi ialah fase akseptor didik untuk menjiplak lantaran dengan menjiplak yang dilakukan model, terjadi penguatan pada akseptor didik. Pemberian penguatan yang menyertai kegiatan menjiplak model akan memotivasi akseptor didik untuk memperlihatkan perilakunya sebagai hasil belajar. Aplikasi fase motivasi di kelas biasanya dilakukan dengan pemberian kebanggaan atau penghargaan berupa nilai pada akseptor didik yang memperlihatkan sikap positif.

Tujuan dan Karakteristik Pembelajaran IPA Terpadu
Ruang lingkup mata pelajaran IPA menekankan pada pengamatan fenomena alam dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, pembahasan fenomena alam terkait dengan kompetensi produktif dan teknologi, dengan ekspansi pada konsep absurd yang meliputi makhluk hidup dan proses kehidupan, benda/zat/bahan dan sifatnya, energi dan perubahannya, bumi dan alam semesta yang meliputi aspek-aspek biologi, kimia, fisika, dan bumi dan alam semesta (Kemdikbud, 2014). Menurut Permendikbud tersebut, mata pelajaran IPA bertujuan biar akseptor didik mempunyai kompetensi sebagai berikut.

  1. Mengagumi keteraturan dan kompleksitas ciptaan Tuhan perihal aspek fisik dan materi, kehidupan dalam ekosistem, dan peranan insan dalam lingkungan sehingga bertambah keimanannya, serta mewujudkannya dalam pengamalan fatwa agama yang dianutnya.
  2. Menunjukkan sikap ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti; cermat; tekun; hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif; dan peduli lingkungan) dalam acara sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melaksanakan pengamatan, percobaan, dan berdiskusi.
  3. Menghargai kerja individu dan kelompok dalam acara sehari-hari sebagai wujud implementasi melaksanakan percobaan dan melaporkan hasil percobaan guna memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis dan sanggup bekerja sama dengan orang lain.
  4. Mengembangkan pengalaman untuk menggunakan, mengajukan, dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang, dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengomunikasikan hasil percobaan secara mulut dan tertulis.
  5. Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan memakai konsep dan prinsip IPA untuk menjelaskan pelbagai insiden alam dan menuntaskan masalah, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
  6. Menguasai konsep dan prinsip IPA serta mempunyai keterampilan berbagi pengetahuan dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta berbagi ilmu pengetahuan dan teknologi. 

Pembelajaran IPA terpadu mempunyai karakteristik bahwa pembelajaran berpusat pada akseptor didik, menekankan pembentukan pemahaman dan kebermaknaan, berguru melalui pengalaman langsung, lebih memperhatikan proses daripada hasil belajar, dan sarat dengan muatan keterkaitan.

  1. Pembelajaran Berpusat pada Peserta Didik (Aktif); Pembelajaran terpadu dikatakan berpusat pada akseptor didik lantaran pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memperlihatkan keleluasaan kepada akseptor didik untuk bereksplorasi. Peserta didik aktif mencari, menggali, serta menemukan konsep dan prinsip-prinsip pengetahuan yang harus dikuasainya sesuai dengan perkembangannya.
  2. Menekankan Pembentukan Pemahaman dan Kebermaknaan (Bermakna) Pembelajaran terpadu mengkaji suatu fenomena dari pelbagai aspek yang membentuk semacam jalinan antarskemata yang dimiliki akseptor didik sehingga berdampak pada kebermaknaan materi yang dipelajari akseptor didik. Peserta didik memperoleh hasil yang nyata perihal konsep-konsep yang diperolehnya dan keterkaitannya dengan konsep-konsep lain yang dipelajarinya. Hal ini berdampak pada kegiatan berguru akseptor didik menjadi lebih bermakna. Dampak ini tentunya diharapkan sanggup meningkatkan kemampuan akseptor didik untuk menerapkan perolehan belajarnya pada pemecahan problem yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.
  3. Belajar Melalui Pengalaman Langsung (Autentik) Pada pembelajaran terpadu, akseptor didik dilibatkan secara pribadi pada konsep dan prinsip yang dipelajari dan memungkinkan akseptor didik berguru dengan melaksanakan kegiatan secara langsung. Peserta didik diharapkan memahami hasil belajarnya sesuai fakta dan insiden yang dialaminya, bukan sekadar informasi dari gurunya. Pada pembelajaran terpadu, guru bertindak sebagai fasilitator dan katalisator yang membimbing akseptor didik ke arah tujuan yang ingin dicapai. Peserta didik sebagai pelaksana berguru mencari fakta dan informasi untuk berbagi pengetahuannya.
  4. Lebih Memperhatikan Proses daripada Hasil Belajar Pada pembelajaran IPA terpadu (pada jenjang pendidikan dasar) dikembangkan guided inquiry yang melibatkan akseptor didik secara aktif dalam proses pembelajaran yaitu mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga proses penilaian. Pembelajaran terpadu dilaksanakan sesuai minat dan kemampuan akseptor didik sehingga memungkinkan akseptor didik termotivasi untuk berguru terus menerus.
  5. Sarat dengan Muatan Keterkaitan (Holistik) Pembelajaran terpadu memusatkan perhatian pada pengamatan dan pengkajian tanda-tanda atau insiden dari beberapa mata pelajaran sekaligus. 


Pembahasan materi tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak sehingga memungkinkan akseptor didik memahami suatu fenomena dari segala sisi. Hal ini diharapkan sanggup membuat akseptor didik lebih berilmu dan bijak dalam menyikapi insiden yang ada dalam kehidupan sehariharinya.

Kekuatan/manfaat yang sanggup dipetik melalui pelaksanaan pembelajaran terpadu antara lain sebagai berikut.

  1. Penggabungan pelbagai bidang kajian dalam satu tema akan menghemat alokasi waktu pembelajaran, lantaran keempat bidang kajian IPA (makhluk hidup dan proses kehidupan, benda/zat/bahan dan sifatnya, energi dan perubahannya, bumi dan alam semesta) sanggup dibelajarkan sekaligus. Tumpang tindih materi juga sanggup dikurangi bahkan dihilangkan.
  2. Peserta didik sanggup melihat korelasi yang bermakna antarkonsep (makhluk hidup dan proses kehidupan, benda/zat/bahan dan sifatnya, energi dan perubahannya, bumi dan alam semesta).
  3. Taraf kecakapan berpikir akseptor didik lebih meningkat lantaran akseptor didik dihadapkan pada gagasan atau pemikiran yang lebih luas dan lebih dalam ketika menghadapi situasi pembelajaran.
  4. Pembelajaran terpadu menyajikan penerapan perihal dunia nyata yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, sehingga memudahkan pemahaman konsep dan kepemilikan kompetensi IPA.
  5. Motivasi berguru akseptor didik sanggup diperbaiki dan ditingkatkan.
  6. Pembelajaran terpadu membantu membuat struktur kognitif yang sanggup menjembatani antara pengetahuan awal akseptor didik dengan pengalaman berguru yang terkait, sehingga pemahaman menjadi lebih terorganisasi dan mendalam, dan memudahkan memahami korelasi materi IPA dari satu konteks ke konteks lainnya.
  7. Terjadi peningkatan kerja sama antarguru bidang kajian terkait, guru dengan akseptor didik, akseptor didik dengan akseptor didik, akseptor didik/guru dengan narasumber; sehingga berguru lebih menyenangkan, berguru dalam situasi nyata, dan dalam konteks yang lebih bermakna.


Selain kekuatan/manfaat yang dikemukakan itu, model pembelajaran IPA terpadu juga mempunyai kelemahan. Perlu disadari, bahwa bekerjsama tidak ada model pembelajaran yang cocok untuk semua konsep. Oleh lantaran itu, model pembelajaran harus diubahsuaikan dengan konsep yang akan diajarkan. Begitu pula dengan pembelajaran terpadu dalam IPA mempunyai beberapa kelemahan sebagai berikut.

  1. Aspek guru. Guru harus berwawasan luas, mempunyai kreativitas tinggi, keterampilan metodologis yang andal, rasa percaya diri yang tinggi, serta berani mengemas dan berbagi materi. Secara akademik, guru dituntut untuk terus menggali informasi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan dan banyak membaca buku biar penguasaan materi asuh tidak terfokus pada bidang kajian tertentu saja. Tanpa kondisi ini, maka pembelajaran terpadu dalam IPA akan sulit terwujud.
  2. Aspek akseptor didik. Pembelajaran terpadu menuntut kemampuan berguru akseptor didik yang relatif “baik”, baik dalam kemampuan akademik maupun kreativitasnya. Hal ini terjadi lantaran model pembelajaran terpadu menekankan pada kemampuan analitik (mengurai), kemampuan asosiatif (menghubung-hubungkan), serta kemampuan eksploratif dan elaboratif (menemukan dan menggali). Bila kondisi ini tidak dimiliki, penerapan model pembelajaran terpadu ini sangat sulit dilaksanakan.
  3. Aspek sarana dan sumber pembelajaran. Pembelajaran terpadu memerlukan materi bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi, mungkin juga fasilitas internet. Semua ini akan menunjang, memperkaya, dan mempermudah pengembangan wawasan. Bila sarana ini tidak dipenuhi, penerapan pembelajaran terpadu jugaakan terhambat.
  4. Aspek kurikulum. Kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman akseptor didik (bukan pada pencapaian sasaran penyampaian materi). Guru perlu diberi kewenangan dalam berbagi materi, metode, dan penilaian keberhasilan pembelajaran akseptor didik.
  5. Aspek penilaian. Pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian yang menyeluruh (komprehensif), yaitu memutuskan keberhasilan berguru akseptor didik dari beberapa bidang kajian terkait yang dipadukan. Dalam kaitan ini, guru selain dituntut untuk menyediakan teknik dan mekanisme pelaksanaan penilaian dan pengukuran yang komprehensif, juga dituntut untuk berkoordinasi dengan guru lain, bila materi pelajaran berasal dariguru yang berbeda.
  6. Aspek suasana pembelajaran. Pembelajaran terpadu cenderung mengutamakan salah satu bidang kajian dan ‘tenggelam’nya bidang kajian lain. Dengan kata lain, pada dikala mengajarkan suatu tema, guru cenderung menekankan atau mengutamakan substansi adonan tersebut sesuai dengan pemahaman, selera, dan latar belakang pendidikan guru itu sendiri.


Pembelajaran Berbasis Aktivitas dalam Pembelajaran IPA

Pembelajaran dalam Kurikulum 2013
Kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terus mengalami perubahan sebagai upaya penyempurnaan sistem pendidikan di Indonesia. Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan terhadap kurikulum sebelumnya. Hal ini sesuai dengan kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 perihal Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 perihal Standar Nasional Pendidikan. Penyempurnaan kurikulum yang terbaru dituangkan dalam Kurikulum 2013.

itinjau dari isi dan pendekatannya, kurikulum pendidikan dasar dan menengah dititikberatkan pada acara akseptor didik sehingga pemahaman dan pengetahuan akseptor didik menjadi lebih baik. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi akseptor didik untuk berpartisipasi aktif, serta memperlihatkan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, serta perkembangan isik dan psikologis akseptor didik. Secara prinsip, pembelajaran di sekolah dilakukan secara terpola untuk mewujudkan suasana berguru dan proses pembelajaran biar akseptor didik secara aktif berbagi potensi dirinya untuk mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, budpekerti mulia, serta keterampilan yang diharapkan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Kemdikbud, 2014). Oleh lantaran itu, kegiatan pembelajaran diarahkan untuk memberdayakan semua potensi akseptor didik mencapai kompetensi yang ditetapkan.

Lebih lanjut, pembelajaran harus diarahkan untuk memfasilitasi pencapaian kompetensi yang telah dirancang dalam dokumen kurikulum biar setiap individu bisa menjadi akseptor didik sanggup berdiri diatas kaki sendiri sepanjang hayat, dan pada gilirannya mereka menjadi komponen penting untuk mewujudkan masyarakat belajar. Kualitas lain yang dikembangkan kurikulum dan harus terealisasikan dalam proses pembelajaran antara lain kreativitas, kemandirian, kerja sama, solidaritas, kepemimpinan, empati, toleransi, dan kecakapan hidup akseptor didik guna membentuk watak.

Agar sanggup mencapai kualitas yang telah dirancang dalam dokumen kurikulum, kegiatan pembelajaran perlu memakai prinsip yang: 1. berpusat pada akseptor didik, 2. berbagi kreativitas akseptor didik, 3. membuat kondisi menyenangkan dan menantang, 4. bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika, serta 5. menyediakan pengalaman berguru yang bermacam-macam melalui penerapan banyak sekali taktik dan metode pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna. Di dalam pembelajaran, akseptor didik didorong untuk menemukan informasi, mengecek informasi baru, mengaitkan informasi gres dengan pengetahuan yang sudah ada dalam ingatannya, dan melaksanakan pengembangan menjadi informasi atau kemampuan yang sesuai dengan lingkungan, tempat, dan waktu ia hidup.

Kurikulum 2013 menganut pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak sanggup dipindahkan begitu saja dari guru ke akseptor didik. Peserta didik ialah subjek yang mempunyai kemampuan untuk aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan memakai pengetahuan. Hal ini mengakibatkan pembelajaran harus berkenaan dengan pemberian kesempatan kepada akseptor didik untuk mengonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya.

Agar benar-benar memahami dan sanggup menerapkan pengetahuan, akseptor didik perlu didorong untuk bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan berupaya keras mewujudkan ide-idenya. Guru memperlihatkan kemudahan untuk proses tersebut, dengan berbagi suasana berguru yang memberi kesempatan akseptor didik untuk menemukan, menerapkan ide-ide mereka sendiri, menjadi sadar dan secara sadar memakai taktik mereka sendiri untuk belajar. Guru berbagi kesempatan berguru kepada akseptor didik untuk meniti anak tangga yang membawa akseptor didik ke pemahaman yang lebih tinggi, yang semula dilakukan dengan derma guru, selanjutnya semakin usang semakin mandiri. Pemahaman pembelajaran bergeser dari “diberi tahu” menjadi “aktif mencari tahu”.

Kurikulum 2013 berbagi dua proses pembelajaran yaitu proses pembelajaran pribadi dan proses pembelajaran tidak langsung.

Pembelajaran pribadi ialah proses pendidikan, dalam hal ini akseptor didik berbagi pengetahuan, kemampuan berpikir, dan keterampilan psikomotorik melalui interaksi pribadi dengan sumber berguru yang dirancang dalam silabus dan planning pelaksanaan pembelajaran (RPP) berupa kegiatan-kegiatan pembelajaran. Dalam pembelajaran pribadi tersebut akseptor didik melaksanakan kegiatan berguru mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi atau menganalisis, dan mengomunikasikan hal-hal yang sudah ditemukannya dalam kegiatan analisis. Proses pembelajaran pribadi menghasilkan pengetahuan dan keterampilan langsung, yang disebut dengan instructional effect.

Permendikbud RI Nomor 103 Tahun 2014 perihal Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah menyatakan bahwa pembelajaran tidak pribadi ialah proses pendidikan yang terjadi selama proses pembelajaran langsung, tetapi tidak dirancang dalam kegiatan khusus. Pembelajaran tidak pribadi berkenaan dengan pengembangan nilai dan sikap. Berbeda dengan pengetahuan perihal nilai dan sikap yang dilakukan dalam proses pembelajaran pribadi oleh mata pelajaran tertentu, pengembangan sikap sebagai proses pengembangan moral dan sikap dilakukan oleh seluruh mata pelajaran dan dalam setiap kegiatan yang terjadi di kelas, sekolah, dan masyarakat. Oleh lantaran itu, dalam proses pembelajaran Kurikulum 2013, semua kegiatan yang terjadi selama berguru di sekolah, baik dalam kegiatan kurikuler, kokurikuler, maupun ekstrakurikuler, terjadi proses pembelajaran untuk berbagi moral dan sikap yang terkait dengan sikap.

Pembelajaran pribadi dan pembelajaran tidak pribadi terjadi secara terpadu dan tidak terpisah. Pembelajaran pribadi berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut Kompetensi Dasar (KD) yang dikembangkan dari Kompetensi Pengetahuan dan Kompetensi Keterampilan. Pembelajaran tidak pribadi berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut KD yang dikembangkan dari Kompetensi Sikap Spiritual dan Kompetensi Sikap Sosial.

Scientific Approach (Pendekatan Ilmiah)
Pembelajaran IPA dilaksanakan melalui pendekatan ilmiah (scientific approach). Hal ini dilaksanakan dengan merujuk pada suatu teori bahwa pembelajaran merupakan sebuah proses ilmiah. Menurut Permendikbud RI Nomor 103 tahun 2014 pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah itu lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada pembelajaran tradisional, retensi informasi dari guru sebesar 10% sesudah lima belas menit dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 25%. Pada pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, retensi informasi dari guru sebesar lebih dari 90% sesudah dua hari dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 50-70%.

Proses pembelajaran dengan memakai pendekatan ilmiah menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ketiga ranah tersebut telah tertuang pada KI dan KD. Dengan demikian, melalui pelaksanaan pembelajaran memakai pendekatan ilmiah ini sanggup diharapkan membentuk generasi muda yang cerdas, mempunyai life skills yang baik, dan mempunyai sikap yang mulia.

Pada proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi asuh biar akseptor didik “tahu mengapa”. Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi asuh biar akseptor didik “tahu bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi asuh biar akseptor didik “tahu apa.” Hasil risikonya ialah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi insan yang baik (soft skills) dan insan yang mempunyai kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari akseptor didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

Proses pembelajaran dengan memakai pendekatan ilmiah, terdiri atas lima pengalaman berguru pokok sebagai berikut.

  1. Mengamati
  2. Menanya
  3. Mengumpulkan informasi
  4. Mengasosiasi
  5. Mengomunikasikan


Pembelajaran Berbasis Aktivitas
Pembelajaran berbasis acara merupakan metodologi pembelajaran aktif. Pembelajaran berbasis acara menggambarkan pendekatan pedagogik dalam pembelajaran IPA. Gagasan pembelajaran berbasis acara ini didasarkan pada pemahaman perihal akseptor didik sebagai pembelajar aktif.

Jika diberi kesempatan, akseptor didik akan mengeksplorasi kemampuan dan mengolah lingkungan belajarnya secara optimal sehingga pembelajaran menjadi menyenangkan dan bertahan lama.

Berbagai acara dirancang dalam pembelajaran aktif untuk menarik minat berguru dan melibatkan akseptor didik dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran aktif atau active learning merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang menekankan pentingnya akseptor didik berguru aktif. Banyak istilah diperkenalkan dan digunakan oleh para jago pendidikan.

Istilah tersebut di antaranya pembelajaran aktif, kreatif, dan menyenangkan (PAKEM), pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan (PAIKEM), atau PAIKEM gembira dan berbobot (PAIKEM Gembrot).

Istilah lain yang dikenal dengan memakai bahasa ajaib ialah Student Centered Learning (SCL). Istilah-istilah ini merujuk pada satu hal yaitu pentingnya pembelajaran yang sanggup mengaktifkan berguru akseptor didik dengan cara-cara yang menyenangkan tanpa mengurangi kualitas berguru dan pembelajaran.

Active learning atau pembelajaran aktif didefinisikan sebagai metode pembelajaran yang mendorong akseptor didik dalam proses belajar.

Pembelajaran aktif mengarahkan akseptor didik untuk melaksanakan acara berguru bermakna dan berpikir perihal acara yang dilakukannya. Inti dari pembelajaran aktif ialah acara akseptor didik dan penggalian dalam proses belajar. Pembelajaran aktif sering dikontraskan atau dibedakan dengan metode ceramah, dalam hal ini akseptor didik secara pasif mendapatkan informasi dari guru (Prince, 2001). Pembelajaran aktif merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memperlihatkan kesempatan kepada akseptor didik untuk berperan lebih aktif dalam proses pembelajaran (mencari informasi, mengolah informasi, dan menyimpulkannya, kemudian menerapkan/mempraktikkan) dengan menyediakan lingkungan berguru yang membuat akseptor didik tidak tertekan dan bahagia melaksanakan kegiatan berguru (Fink, 2009 : 71). Ciri umum dalam pembelajaran aktif ialah guru berganti peran, dari kiprah mempresentasikan materi pelajaran menjadi seorang fasilitator dari proses tersebut.

Pembelajaran berbasis acara merupakan pembelajaran yang mengajak guru dan akseptor didik aktif melaksanakan kegiatan. Peserta didik terlibat dalam banyak sekali kegiatan berguru yang menekankan pada berguru melalui berbuat. Peserta didik menemukan problem dan mencari alternatif penyelesaian masalah, mengungkap gagasan secara mulut dan tertulis, dan membuat lingkungan berguru yang sesuai dengan kebutuhannya. Di lain pihak, guru bertindak sebagai fasilitator yang menyediakan alat bantu belajar, ibarat media pembelajaran, dan lingkungan sebagai sumber berguru untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi akseptor didik. Guru juga membangkitkan minat dan semangat berguru akseptor didik melalui kegiatan demonstrasi atau observasi yang melibatkan akseptor didik.

Menurut Bonwell (1995), pembelajaran aktif mempunyai karakteristik-karakteristik sebagai berikut.

  1. Penekanan proses pembelajaran bukan pada penyampaian informasi oleh pengajar, melainkan pada pengembangan keterampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap topik atau permasalahan yang dibahas.
  2. Peserta didik tidak hanya mendengarkan materi secara pasif, tetapi mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan materi pembelajaran.
  3. Penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan dengan materi pembelajaran.
  4. Peserta didik lebih banyak dituntut untuk berpikir kritis, menganalisis, dan melaksanakan evaluasi.
  5. Umpan-balik yang lebih cepat akan terjadi pada proses pembelajaran.


Pembelajaran berbasis acara ditujukan pada pembelajaran yang berpusat pada akseptor didik. Hal ini memperlihatkan perbedaan dengan pola pembelajaran sebelumnya yang cenderung berpusat pada guru.

Pembelajaran berbasis acara memungkinkan akseptor didik untuk melaksanakan kegiatan yang berbagi kemampuan berpikir dan bertindak. Berikut beberapa keuntungan pembelajaran berbasis acara dalam pembelajaran IPA.

  1. Meningkatkan perhatian dan memotivasi berguru akseptor didik untuk memperlihatkan respons positif terhadap pembelajaran yang sudah dirancang guru.
  2. Mengarahkan kemampuan sesuai dengan talenta dan minat berguru akseptor didik.
  3. Memberikan kesempatan untuk berguru mandiri.
  4. Mengarahkan berguru kooperatif.
  5. Mendorong akseptor didik untuk memperlihatkan respons terhadap belajarnya sendiri.
  6. Mengarahkan akseptor didik untuk aktif secara fisik dan mental.


Berdasarkan karakteristik pembelajaran berbasis aktivitas, pelaksanaan Kurikulum 2013 harus diwujudkan di kelas lantaran dasar hukumnya sudah terang yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 perihal Standar Nasional Pendidikan, Permendikbud RI Nomor 22 Tahun 2016 perihal Standar Proses, dan Permendikbud RI Nomor 103 Tahun 2014 perihal Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran. Permasalahannya ialah bagaimana kreativitas dan penemuan guru dalam membuat suasana kelas biar akseptor didik berguru melalui aktivitas-aktivitas berguru yang sanggup membantu berbagi kemampuan akseptor didik?

Ada banyak cara untuk mengajak akseptor didik berguru aktif di antaranya penggunaan model atau taktik pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi ajar. Berdasarkan teori berguru dan pembelajaran, ada banyak model pembelajaran yang sanggup digunakan untuk membelajarkan materi IPA. Pada kepingan umum buku guru kelas IX ini akan membahas beberapa model pembelajaran yang didasarkan pada pembelajaran berbasis aktivitas. Model pembelajaran tersebut ialah Group Investigation, Discovery Learning, dan Creative Problem Solving. Model pembelajaran berbasis acara lainnya yang sanggup digunakan untuk membelajarkan IPA sanggup dipelajari pada Buku Guru IPA Kelas VIII SMP.

    Download Buku Guru IPA Sekolah Menengah Pertama MTs Kelas 9 Kurikulum 2013 Revisi 2018

    Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Buku Guru IPA Sekolah Menengah Pertama MTs Kelas 9 Kurikulum 2013 Revisi 2018 ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:

    Buku Guru IPA Sekolah Menengah Pertama MTs Kelas 9 Kurikulum 2013 Revisi 2018



    Download File:
    Buku Guru IPA Sekolah Menengah Pertama MTs Kelas 9 K13 Revisi 2018.pdf

    Untuk Buku Sekolah Menengah Pertama MTs Kelas IX (9) Kurikulum 2013 Revisi tahun 2018 mata pelajaran lainnya (Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, IPA, Matematika, PPKn, Prakarya dan lain-lain), silahkan lihat dan download pada link di bawah ini:
    Buku Guru Sekolah Menengah Pertama MTs Kelas 9 Kurikulum 2013 Edisi Revisi 2018

    Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Buku Guru IPA Sekolah Menengah Pertama MTs Kelas 9 Kurikulum 2013 Revisi 2018. Semoga bisa bermanfaat.

    Posting Komentar untuk "Buku Guru Ipa Smp Mts Kelas 9 K13 Revisi 2018"