Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Buku Literasi Baca Tulis (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional)

Berikut ini ialah berkas Buku Literasi Baca Tulis yang merupakan salah satu Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional. Buku ini diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2017. Download file buku format PDF.

 Berikut ini ialah berkas Buku Literasi Baca Tulis yang merupakan salah satu Materi Pendu Buku Literasi Baca Tulis (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional)
Buku Literasi Baca Tulis (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional)

Buku Literasi Baca Tulis (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional)

Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Buku Literasi Baca Tulis (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional):

SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Sejarah peradaban umat insan memperlihatkan bahwa bangsa yang maju tidak dibangun hanya dengan mengandalkan kekayaan alam yang melimpah dan jumlah penduduk yang banyak. Bangsa yang besar ditandai dengan masyarakatnya yang literat, yang mempunyai peradaban tinggi, dan aktif memajukan masyarakat dunia. Keberliterasian dalam konteks ini bukan hanya kasus bagaimana suatu bangsa bebas dari buta aksara, melainkan juga yang lebih penting, bagaimana warga bangsa mempunyai kecakapan hidup biar bisa bersaing dan bersanding dengan bangsa lain untuk membuat kesejahteraan dunia. Dengan kata lain, bangsa dengan budaya literasi tinggi memperlihatkan kemampuan bangsa tersebut berkolaborasi, berpikir kritis, kreatif, komunikatif sehingga sanggup memenangi persaingan global.

Sebagai bangsa yang besar, Indonesia harus bisa mengembangkan budaya literasi sebagai prasyarat kecakapan hidup era ke-21 melalui pendidikan yang terintegrasi, mulai dari keluarga, sekolah, hingga dengan masyarakat. Penguasaan enam literasi dasar yang disepakati oleh World Economic Forum pada tahun 2015 menjadi sangat penting tidak hanya bagi akseptor didik, tetapi juga bagi orang bau tanah dan seluruh warga masyarakat. Enam literasi dasar tersebut meliputi literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya dan kewargaan.

Pintu masuk untuk mengembangkan budaya literasi bangsa ialah melalui penyediaan materi bacaan dan peningkatan minat baca anak. Sebagai bab penting dari penumbuhan kebijaksanaan pekerti, minat baca anak perlu dipupuk semenjak usia dini mulai dari lingkungan keluarga. Minat baca yang tinggi, didukung dengan ketersediaan materi bacaan yang bermutu dan terjangkau, akan mendorong pembiasaan membaca dan menulis, baik di sekolah maupun di masyarakat. Dengan kemampuan membaca ini pula literasi dasar berikutnya (numerasi, sains, digital, finansial, serta budaya dan kewargaan) sanggup ditumbuhkembangkan.

Untuk membangun budaya literasi pada seluruh ranah pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat), semenjak tahun 2016 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggiatkan Gerakan Literasi Nasional (GLN) sebagai bab dari implementasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 perihal Penumbuhan Budi Pekerti. Layaknya suatu gerakan, pelaku GLN tidak didominasi oleh jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tetapi digiatkan pula oleh para pemangku kepentingan, menyerupai pegiat literasi, akademisi, organisasi profesi, dunia usaha, dan kementerian/ forum lain. Pelibatan ekosistem pendidikan semenjak penyusunan konsep, kebijakan, penyediaan materi pendukung, hingga pada kampanye literasi sangat penting biar kebijakan yang dilaksanakan sesuai dengan harapan dan kebutuhan masyarakat. GLN diharapkan menjadi pendukung keluarga, sekolah, dan masyarakat mulai dari perkotaan hingga ke wilayah terjauh untuk berperan aktif dalam menumbuhkan budaya literasi.

Buku Peta Jalan, Panduan, Modul dan Pedoman Pelatihan Fasilitator, Pedoman Penilaian dan Evaluasi, dan Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional ini diterbitkan sebagai rujukan untuk mewujudkan ekosistem yang kaya literasi di seluruh wilayah Indonesia. Penghargaan yang tinggi saya sampaikan kepada tim GLN dan semua pihak yang terlibat dalam penyusunan buku ini. Semoga buku ini tidak hanya bermanfaat bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan selaku penggagas dan pelakunya, tetapi juga bagi masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan dalam upaya membangun budaya literasi.

Jakarta, September 2017
Muhadjir Effendy

DAFTAR ISI
SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 

BAB 1 MENYIAPKAN GENERASI INDONESIA ABAD XXI
1.1 Tantangan dan Peluang
1.2 Pentingnya Literasi Baca-Tulis

BAB 2 LITERASI BACA-TULIS SEBAGAI KECAKAPAN HIDUP
2.1 Pengertian Literasi Baca-Tulis
2.2 Prinsip Dasar Pengembangan dan Implementasi Literasi Baca-Tulis
2.3 Indikator Literasi Baca-Tulis
2.3.1 Indikator Literasi Baca-Tulis di Sekolah
2.3.2 Indikator LIterasi Baca-Tulis di Keluarga
2.3.3 Indikator Literasi Baca-Tulis di Masyarakat

BAB 3 GERAKAN LITERASI BACA-TULIS DI SEKOLAH
3.1 Sasaran Gerakan Literasi Baca-Tulis di Sekolah
3.2 Strategi Gerakan Baca-Tulis di Sekolah
3.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator
3.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Belajar Bermutu
3.2.3 Perluasan Akses Terhadap Sumber Belajar Bermutu dan Cakupan Peserta Belajar
3.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik
3.2.5 Penguatan Tata Kelola

BAB 4 GERAKAN LITERASI BACA-TULIS DI KELUARGA
4.1 Sasaran Gerakan Baca-Tulis di Keluarga
4.2 Strategi Gerakan Baca-Tulis di Keluarga
4.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator
4.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Bermutu
4.2.3 Perluasan Akses terhadap Sumber Belajar Bermutu Cakupan Peserta Belajar
4.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik
4.2.5 Penguatan Tata Kelola

BAB 5 GERAKAN LITERASI BACA-TULIS DI MASYARAKAT
5.1 Sasaran Gerakan Baca-Tulis di Masyarakat
5.2 Strategi Gerakan Baca-Tulis di Masyarakat
5.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator Pelaku
5.2.2 Peningkatan Jumlah dan RagamSumber Belajar Bermutu
5.2.3 Perluasan Akses terhadap Sumber Belajar Bermutu dan Cakupan Peserta Belajar
5.2.4 Penguatan Pelibatan Publik
5.2.5 Penguatan Tata Kelola

BAB 6. PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

BAB 1 MENYIAPKAN GENERASI INDONESIA ABAD XXI 

1.1 Tantangan dan Peluang
Untuk turut berpartisipasi dan berkiprah pada era ke-21 dibutuhkan penguasaan keterampilan yang berupa literasi dasar, kompetensi, dan kualitas karakter. Hal tersebut ditegaskan pada Forum Ekonomi Dunia pada 2015 dan 2016 yang menyatakan bahwa bangsa-bangsa di dunia harus merumuskan visi gres pendidikan yang berisikan tiga hal tersebut sebagai satu kesatuan. Seiring dengan itu, dengan tetap berlandaskan pada perundang-undangan dan keinginan luhur bangsa, pemerintah Indonesia tengah melaksanakan reformasi pendidikan nasional yang diubahsuaikan dengan visi gres pendidikan tersebut. Secara umum hal itu tampak pada tema pembangunan pendidikan periode 2015–2019 yang akan meningkatkan daya saing regional dan daya sanding (kolaborasi). Dengan cara demikian Indonesia diharapkan sanggup berpartisipasi dan berkiprah dalam globalisasi dan regionalisasi, menyerupai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sekarang.

Agar sanggup unggul dalam partisipasi dan kiprah di tengah globalisasi dan regionalisasi pada era ke-21, pendidikan nasional kita perlu berfokus atau berporos pada tiga hal pokok, yaitu literasi dasar, kompetensi, dan kualitas karakater. Literasi dasar yang perlu dijadikan poros pendidikan kita ialah (1) literasi baca-tulis, (2) literasi numerasi, (3) literasi sains, (4) literasi digital, (5) literasi finansial, serta (6) literasi budaya dan kewargaan. Kemudian kompetensi yang perlu menjadi fokus pendidikan kita meliputi berpikir kritis untuk memecahkan masalah, kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi. Selanjutnya, karakter utama yang perlu menjadi poros pendidikan kita meliputi karakter yang religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas.

Literasi tidak lagi hanya dipahami sebagai transformasi individu semata, tetapi juga sebagai transformasi sosial. Rendahnya tingkat literasi sangat berkorelasi dengan kemiskinan, baik dalam arti ekonomi maupun dalam arti yang lebih luas. Literasi memperkuat kemampuan individu, keluarga, dan masyarakat untuk mengakses kesehatan, pendidikan, serta ekonomi dan politik. Dalam konteks kekinian, literasi melingkupi ilmu pengetahuan dan teknologi, keuangan, budaya dan kewargaan, kekritisan pikiran, dan kepekaan terhadap lingkungan sekitar. Oleh lantaran itu, masyarakat Indonesia harus menguasai literasi yang dibutuhkan untuk dijadikan bekal mencapai dan menjalani kehidupan yang berkualitas, baik masa kini maupun masa yang akan datang.

Dengan senantiasa mengingat hubungan timbal baliknya dengan kualitas karakter dan kompetensi, literasi dasar perlu dijadikan kebijakan pendidikan nasional. Untuk itu, dicanangkanlah kebijakan Gerakan Literasi Nasional (selanjutnya GLN). Dengan GLN insan pendidikan terutama akseptor didik sebagai generasi penerus bangsa tidak sekadar mempunyai kemampuan baca, tulis, dan hitung. Lebih dari itu, mereka melek ilmu pengetahuan dan teknologi, keuangan, budaya dan kewargaan, berpikiran kritis, dan peka terhadap lingkungan sekitar. Dengan demikian, literasi sanggup dijadikan salah satu bekal untuk menjalani kehidupan yang berkualitas dan bermartabat.

1.2 Pentingnya Literasi Baca-Tulis
Salah satu di antara enam literasi dasar yang perlu kita kuasai ialah literasi baca-tulis. Membaca dan menulis merupakan literasi yang dikenal paling awal dalam sejarah peradaban manusia. Keduanya tergolong literasi fungsional dan mempunyai kegunaan besar dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mempunyai kemampuan baca-tulis, seseorang sanggup menjalani hidupnya dengan kualitas yang lebih baik. Terlebih lagi di era yang semakin modern yang ditandai dengan persaingan yang ketat dan pergerakan yang cepat. Kompetensi individu sangat dibutuhkan biar sanggup bertahan hidup dengan baik.

Membaca merupakan kunci untuk mempelajari segala ilmu pengetahuan, termasuk informasi dan petunjuk sehari-hari yang berdampak besar bagi kehidupan. Ketika mendapatkan resep obat, dibutuhkan kemampuan untuk memahami petunjuk pemakaian yang diberikan oleh dokter. Jika salah, tentu kesudahannya bisa fatal. Kemampuan membaca yang baik tidak sekadar bisa lancar membaca, tetapi juga bisa memahami isi teks yang dibaca. Teks yang dibaca pun tidak hanya kata- kata, tetapi juga bisa berupa simbol, angka, atau grafik.

Membaca penuh pemahaman juga akan menumbuhkan empati. Untuk memahami isi bacaan, kita berusaha untuk membayangkan dan memosisikan diri pada situasi menyerupai yang ada di dalam teks bacaan. Dengan begitu, kita mengasah diri untuk berempati dengan kondisi-kondisi di luar diri yang tidak kita alami. Membaca juga akan mengembangkan minat kita pada hal-hal baru. Semakin bermacam-macam jenis bacaan yang dibaca, memungkinkan kita untuk mengenal sesuatu yang belum pernah kita ketahui. Hal ini tentu akan memperluas pandangan dan membuka lebih banyak pilihan baik dalam hidup.

Berkaitan erat dengan membaca, kemampuan menulis pun penting untuk dimiliki dan dikembangkan. Membaca dan menulis berkorelasi positif dengan kemampuan berbahasa dan penguasaan kosakata. Masukan kata-kata dan gagasan didapat melalui membaca, sedangkan keluarannya disalurkan melalui tulisan. Seseorang yang terbiasa membaca dan menulis bisa menemukan kata atau istilah yang sempurna untuk mengungkapkan suatu hal. Kemampuan menyerupai inilah yang membuat komunikasi berjalan dengan baik.

Untuk sanggup menyerap informasi dari bacaan atau meramu inspirasi menjadi goresan pena dibutuhkan fokus yang baik. Dengan begitu, membiasakan diri untuk melaksanakan kegiatan membaca dan menulis akan meningkatkan daya konsentrasi. Kinerja otak menjadi lebih maksimal. Di samping itu, imajinasi dan kreativitas pun akan tumbuh lantaran semakin banyak wawasan yang didapat dan semakin tajam cara berpikir yang terbentuk. Membaca dan menulis juga bisa dijadikan sarana hiburan yang sanggup menurunkan tingkat stres.

Kualitas hidup sanggup menjadi lebih baik dengan adanya kemampuan baca-tulis. Tanpa literasi baca-tulis yang baik, kehidupan kita akan terbatas, bahkan berhadapan dengan banyak kendala. Oleh lantaran itu, literasi baca-tulis perlu dikenalkan, ditanamkan, dan dibiasakan kepada masyarakat Indonesia, khususnya oleh para pemangku pendidikan. 

BAB 2 LITERASI BACA-TULIS SEBAGAI KECAKAPAN HIDUP 

2.1 Pengertian Literasi Baca-Tulis
Literasi baca-tulis bisa disebut sebagai moyang segala jenis literasi lantaran mempunyai sejarah amat panjang. Literasi ini bahkan sanggup dikatakan sebagai makna awal literasi, meskipun kemudian dari waktu ke waktu makna tersebut mengalami perubahan. Tidak mengherankan kalau pengertian literasi baca-tulis mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Pada mulanya literasi baca-tulis sering dipahami sebagai melek aksara, dalam arti tidak buta huruf. Kemudian melek abjad dipahami sebagai pemahaman atas informasi yang tertuang dalam media tulis. Tidak mengherankan kalau kegiatan literasi baca-tulis selama ini identik dengan kegiatan membaca dan menulis. Lebih lanjut, literasi baca-tulis dipahami sebagai kemampuan berkomunikasi sosial di dalam masyarakat. Di sinilah literasi baca-tulis sering dianggap sebagai kemahiran berwacana. Dalam konteks inilah Deklarasi Praha pada 2003 mengartikan literasi baca-tulis juga meliputi bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi baca-tulis juga bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa, dan budaya (UNESCO, 2003). Deklarasi UNESCO tersebut juga menyebutkan bahwa literasi baca-tulis terkait pula dengan kemampuan untuk mengidentifikasi, menentukan, menemukan, mengevaluasi, membuat secara efektif dan terorganisasi, memakai dan mengomunikasikan informasi untuk mengatasi bermacam-macam persoalan. Kemampuan-kemampuan tersebut perlu dimiliki tiap individu sebagai syarat untuk berpartisipasi dalam masyarakat informasi, dan hal tersebut merupakan bab dari hak dasar insan yang menyangkut pembelajaran sepanjang hayat.

Sejalan dengan itu, Forum Ekonomi Dunia 2015 dan 2016 mengartikan literasi baca-tulis sebagai pengetahuan baca-tulis, kemampuan memahami baca-tulis, dan kemampuan memakai bahasa tulis. Senada dengan itu, dalam Peta Jalan GLN, literasi baca-tulis diartikan sebagai pengetahuan dan kemampuan membaca dan menulis, mengolah dan memahami informasi ketika melaksanakan proses membaca dan menulis, serta kemampuan menganalisis, menanggapi, dan memakai bahasa. Jadi, literasi baca-tulis ialah pengetahuan dan kecakapan untuk membaca, menulis, mencari, menelusuri, mengolah dan memahami informasi untuk menganalisis, menanggapi, dan memakai teks tertulis untuk mencapai tujuan, mengembangkan pemahaman dan potensi, serta untuk berpartisipasi di lingkungan sosial. Di tengah banjir bandang informasi melalui pelbagai media, baik media massa cetak, audiovisual, maupun media sosial, kemampuan literasi baca-tulis tersebut sangat penting. Dengan kemampuan literasi baca-tulis yang memadai dan mantap, kita sebagai individu, masyarakat, dan/atau bangsa tidak gampang terombang-ambing oleh aneka macam informasi yang beraneka ragam yang tiba secara bertubi-tubi kepada kita. Di samping itu, dengan kemampuan literasi baca-tulis yang baik, kita bisa meraih kemajuan dan keberhasilan. Tidak mengherankan, UNESCO menyatakan bahwa kemampuan literasi baca-tulis merupakan titik pusat kemajuan. Vision Paper UNESCO (2004) menegaskan bahwa kemampuan literasi baca-tulis telah menjadi prasyarat partisipasi bagi pelbagai kegiatan sosial, kultural, politis, dan hemat pada zaman modern. Kemudian Global Monitoring Report Education for All (EFA) 2007: Literacy for All menyimpulkan bahwa kemampuan literasi baca-tulis berfungsi sangat mendasar bagi kehidupan modern karena–seperti diungkapkan oleh Koichiro Matsuura, Direktur Umum UNESCO–kemampuan literasi baca-tulis ialah langkah pertama yang sangat berarti untuk membangun kehidupan yang lebih baik (2006).

2.2 Prinsip Dasar Pengembangan dan Implementasi Literasi Baca-Tulis
Dalam Gerakan Literasi Nasional, literasi baca-tulis dikembangkan dan diimplementasikan berlandaskan pada lima prinsip dasar. Kelima prinsip dasar pengembangan dan implementasi literasi baca-tulis yang dimaksud ialah keutuhan dan kemenyeluruhan (holistik), keterpaduan (terintegrasi), keberlanjutan (sustainabilitas), kontekstualitas, dan responsif kearifan lokal. Tiap-tiap prinsip dasar tersebut diuraikan secara ringkas sebagai berikut. 

1. Prinsip Keutuhan dan Kemenyeluruhan (Holistik)
Literasi baca-tulis dikembangkan dan diimplementasikan secara utuh-menyeluruh (holistik), tidak terpisah dari aspek terkait yang lain dan menjadi bab elemen yang terkait dengan yang lain, baik internal maupun eksternal. Di sini pengembangan dan implementasi literasi baca-tulis tidak terpisahkan dari literasi numerasi, sains, digital, finansial, serta budaya dan kewargaan.

Pengembangan dan implementasi literasi baca-tulis di ranah sekolah, keluarga, dan masyarakat juga merupakan satu kesatuan dan keutuhan, harus saling mendukung dan memperkuat, tidak merintangi dan menghambat. Lebih lanjut, literasi baca-tulis sebagai satu keutuhan literasi dasar perlu dikembangkan dan diimplementasikan secara serasi, serempak, dan sinkron dengan pengembangan kualitas karakter (dalam Gerakan PPK) dan kompetensi (dalam pelaksanaan Kurikulum 13) sebagai roh utama Kecakapan Abad XXI. Begitu juga pengembangan dan implementasi literasi baca-tulis yang dilaksanakan oleh aneka macam unit kerja di Kemendikbud dan lingkungan pemerintahan lain (kementerian dan LPNK) serta kelompok masyarakat merupakan satu keutuhan dan kesatuan untuk mencapai tujuan dan maksud GLN, tujuan pendidikan nasional, dan visi pemerintahan.

2. Prinsip Keterpaduan (Terintegrasi )
Literasi baca-tulis dikembangkan dan diimplementasikan dengan memadukan (mengintegrasikan) secara sistemis, menghubungkan dan merangkaikan secara harmonis, dan melekatkan literasi baca-tulis secara sinergis dengan yang lain, baik dalam hal kebijakan, program, kegiatan, maupun pelaksana dan aneka macam pihak yang mendukung; bukan sekadar tambahan, tempelan, dan sisipan dalam kebijakan, program, dan kegiatan pendidikan dan kebudayaan di ranah sekolah, keluarga, dan masyarakat. Dalam berguru dan pembelajaran di sekolah, misalnya, acara dan kegiatan literasi baca-tulis perlu menempel secara sinergis dengan acara dan kegiatan pembelajaran semua mata pelajaran; acara dan kegiatan literasi baca-tulis di dalam kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler perlu saling terhubung dan terangkai secara baik; dan guru mata pelajaran, pendamping kegiatan kokurikuler, dan pembina kegiatan ekstrakurikuler yang melaksanakan kegiatan literasi baca-tulis perlu saling melengkapi dan memperkaya. Demikian juga acara dan kegiatan literasi baca-tulis di masyarakat harus bisa saling melengkapi dan memperkaya acara dan kegiatan literasi baca-tulis di keluarga. Bahkan, kebijakan literasi baca- tulis di Kemendikbud perlu terhubung dan tersatukan dengan kebijakan literasi baca-tulis di kementerian dan LPNK lainnya. 

3. Prinsip Keberlanjutan (Sustainabilitas)
Literasi baca-tulis dikembangkan dan diimplementasikan secara berkesinambungan, dinamis terus-menerus, dan berlanjut dari waktu ke waktu, tidak sekali jadi dan simpulan dalam satuan waktu tertentu. Pengembangan dan pelaksanaan kebijakan literasi baca-tulis di ranah sekolah, keluarga, dan masyarakat dilakukan secara berkesinambungan dan terus-menerus di samping partisipasi dan keterlibatan aneka macam pihak terkait secara terus-menerus diperluas dan diperkuat dari waktu ke waktu. Perbaikan dan peningkatan acara dan kegiatan literasi baca-tulis juga dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan menurut praktik baik, hasil penilaian program, peluang dan tantangan gres yang muncul, dan masalah-masalah pelaksanaan literasi baca-tulis di ranah sekolah, keluarga, dan masyarakat oleh aneka macam pemangku kepentingan GLN, khususnya gerakan literasi baca-tulis.

4. Prinsip Kontekstualitas
Kebijakan, strategi, program, dan kegiatan literasi baca-tulis dikembangkan dan diimplementasikan dengan mendasarkan dan mempertimbangkan konteks geografis, demografis, sosial, dan kultural yang ada di Indonesia. Oleh lantaran itu, sekalipun terikat dengan kebijakan dan acara pokok yang tercantum dalam Peta Jalan GLN, secara operasional pelaksanaan atau penerapan kebijakan, program, dan kegiatan literasi baca-tulis di Indonesia bisa beraneka ragam dan berbineka, tidak seragam dan sama.

Misalnya, program, jenis, dan materi kegiatan literasi baca-tulis di daerah urban, satelit, perdesaan, dan perbatasan sanggup berbeda sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing, sekalipun tidak boleh asal berbeda. Penyesuaian dan penyesuaian sesuai dengan karakteristik daerah dimungkinkan dalam implementasi literasi baca-tulis. Di samping itu, karakteristik sosial dan kultural masyarakat juga diperhitungkan. Sebagai contoh, bentuk dan seni administrasi kegiatan literasi baca-tulis di sekolah, keluarga, dan masyarakat sanggup mendayagunakan dan memanfaatkan kekayaan sosial dan budaya setempat. Pengembangan dan implementasi literasi baca-tulis yang peka konteks menyerupai ini pasti akan mempunyai keberterimaan dan tingkat keberhasilan yang lebih baik.

5. Prinsip Responsif Kearifan Lokal
Literasi baca-tulis tidak berada di ruang vakum sosial dan budaya serta tidak bisa dikembangkan dan diimplementasikan dengan mengabaikan, lebih-lebih meniadakan lokalitas sosial dan budaya. Agar gerakan literasi baca-tulis membumi dan berhasil tujuannya, pengembangan dan implementasi literasi baca-tulis perlu responsif dan adaptif terhadap kearifan lokal; kearifan lokal nusantara yang demikian kaya dan bermacam-macam perlu didayagunakan dan dimanfaatkan secara optimal dalam perencanaan dan pelaksanaan literasi baca-tulis di sekolah, keluarga, dan masyarakat sehingga literasi baca-tulis juga bisa merawat, merevitalisasi, dan melestarikan serta meremajakan (rejuvinasi) kearifan lokal Indonesia. Untuk mewujudkan hal ini, dibutuhkan kesigapan dan kecekatan para pemangku kepentingan literasi baca-tulis yang ada di aneka macam lini GLN, baik di Kemendikbud dan dinas pendidikan dan/atau kebudayaan maupun di lingkungan kementerian dan LPNK lain. 

2.3 Indikator Literasi Baca-Tulis

2.3.1 Indikator Literasi Baca-Tulis di Sekolah
Indikator yang dipakai untuk mengukur kemampuan literasi baca-tulis di sekolah ialah sebagai berikut.

1. Basis Kelas
a. Jumlah training fasilitator literasi baca-tulis untuk kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan;
b. Intensitas pemanfaatan dan penerapan literasi numerasi dalam kegiatan pembelajaran, baik berbasis kasus maupun berbasis proyek; dan
c. Skor PISA, PIRLS, dan INAP mengenai literasi membaca.

2. Basis Budaya Sekolah
a. Jumlah dan variasi materi bacaan;
b. Frekuensi peminjaman materi bacaan di perpustakaan;
c. Jumlah kegiatan sekolah yang berkaitan dengan literasi baca-tulis;
d. Terdapat kebijakan sekolah mengenai literasi baca-tulis;
e. Jumlah karya (tulisan) yang dihasilkan siswa dan guru; dan
f. Terdapat komunitas baca-tulis di sekolah.

3. Basis Masyarakat
a. Jumlah sarana dan prasarana yang mendukung literasi baca-tulis di sekolah; dan
b. Tingkat keterlibatan orang bau tanah dan masyarakat dalam mengembangkan literasi baca-tulis di sekolah.

2.3.2 Indikator Literasi Baca-Tulis di Keluarga
Indikator yang dipakai untuk mengukur pencapaian literasi baca-tulis dalam keluarga ialah sebagai berikut.
  1. Jumlah dan variasi materi bacaan yang dimiliki keluarga;
  2. Frekuensi membaca dalam keluarga setiap harinya;
  3. Jumlah bacaan yang dibaca oleh anggota keluarga;
  4. Jumlah goresan pena anggota keluarga (memo, kartu ucapan, baik cetak maupun elektronik, catatan harian di buku atau blog, artikel, cerpen, atau karya sastra lain); dan
  5. Jumlah training literasi baca-tulis yang aplikatif dan berdampak pada keluarga.

2.3.3 Indikator Literasi Baca-Tulis di Masyarakat
Indikator yang dipakai untuk mengukur pencapaian literasi baca-tulis masyarakat ialah sebagai berikut.
  1. Jumlah dan variasi materi bacaan yang dimiliki kemudahan publik;
  2. Frekuensi membaca materi bacaan setiap hari;
  3. Jumlah materi bacaan yang dibaca oleh masyarakat;
  4. Jumlah partisipasi aktif komunitas, lembaga, atau instansi dalam penyediaan materi bacan;
  5. Jumlah kemudahan publik yang mendukung literasi baca-tulis;
  6. Jumlah kegiatan literasi baca-tulis yang ada di masyarakat;
  7. Jumlah komunitas baca tulis di masyarakat;
  8. Tingkat partisipasi aktif masyarakat dalam kegiatan literasi;
  9. Jumlah publikasi buku per tahun;
  10. Kuantitas pengguna bahasa Indonesia di ruang publik; dan
  11. Jumlah training literasi baca-tulis yang aplikatif dan berdampak pada masyarakat. 

BAB 3 GERAKAN LITERASI BACA-TULIS DI SEKOLAH

Gerakan Literasi Sekolah merupakan upaya untuk melibatkan semua pihak di lingkungan sekolah, dari mulai kepala sekolah, jajaran komite, pengawas, guru, siswa, orang tua, dan masyarakat sekitar dalam mendukung kegiatan literasi. Pengembangan budaya literasi dilaksanakan beriringan dengan penumbuhan karakter dan kebijaksanaan pekerti di ekosistem sekolah. Dengan adanya hal ini, diharapkan akan tumbuh budaya membaca dan menulis sebagai dasar terciptanya proses pembelajaran sepanjang hayat.

3.1 Sasaran Gerakan Literasi Baca-Tulis di Sekolah
Keluaran dan capaian yang ingin diwujudkan dalam literasi baca-tulis di sekolah ialah sebagai berikut.

1. Basis Kelas
(a) Jumlah training fasilitator literasi baca-tulis untuk kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan;
(b) Intensitas pemanfaatan dan penerapan literasi numerasi dalam kegiatan pembelajaran, baik berbasis kasus maupun berbasis proyek; dan
(c) Skor PISA, PIRLS, dan INAP mengenai literasi membaca.

2. Basis Budaya Sekolah
(a) Jumlah dan variasi materi bacaan;
(b) Frekuensi peminjaman materi bacaan di perpustakaan;
(c) Jumlah kegiatan sekolah yang berkaitan dengan literasi baca- tulis;
(d) Terdapat kebijakan sekolah mengenai literasi baca-tulis; 
(e) Jumlah karya (tulisan) yang dihasilkan siswa dan guru; dan
(f) Terdapat komunitas baca tulis di sekolah.

3. Basis Masyarakat
(a) Jumlah sarana dan prasarana yang mendukung literasi baca- tulis di sekolah; dan
(b) Tingkat keterlibatan orang bau tanah dan masyarakat dalam mengembangkan literasi baca-tulis di sekolah.

3.2 Strategi Gerakan Baca-Tulis di Sekolah

3.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator
  1. Pelatihan bagi kepala sekolah dan guru terkait dengan pengembangan pembelajaran yang terintegrasi dengan literasi baca-tulis. Pada dasarnya, semua kegiatan pembelajaran dilandasi oleh kegiatan membaca dan menulis. Dalam training ini, sanggup disampaikan teknik-teknik membaca yang efektif biar sanggup menangkap isi bacaan dengan baik. Selain itu, disampaikan juga seni administrasi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis, baik menulis ilmiah maupun kreatif.
  2. Pelatihan bagi kepala sekolah, guru, dan siswa terkait dengan penggalian nilai pada sebuah buku dan membuat goresan pena menarik dan sederhana. Materi training ini bisa berupa cara mengelola kegiatan membaca buku dan menganalisis isinya kemudian membuat goresan pena mengenai isi buku tersebut.
  3. Pelatihan bagi guru dan siswa untuk sanggup melaksanakan aneka macam kegiatan membaca yang menyenangkan. Mulai dari menentukan buku yang sesuai dengan minat, menentukan waktu yang tepat, dan membuat suasana membaca yang nyaman. Dengan demikian, siswa dan guru menjadi lebih antusias untuk membaca.
  4. Tantangan membaca bagi seluruh warga sekolah. Peserta kegiatan ini ditantang untuk menuntaskan sejumlah materi bacaan dalam waktu tertentu. Tujuannya ialah biar warga sekolah terbiasa untuk membaca buku. Peserta yang berhasil menuntaskan tantangan ini akan diberikan penghargaan oleh pihak sekolah.
  5. Jurnal baca bagi siswa dan guru. Jurnal ini berfungsi sebagai alat kontrol untuk mencatat judul buku yang sudah dibaca dan menjabarkan hal-hal menarik yang ada di buku tersebut secara singkat.
  6. Forum membaca bagi warga sekolah untuk bertukar pendapat mengenai buku yang dibaca. Kegiatan ini sanggup memperluas pandangan akseptor diskusi lantaran setiap orang mempunyai sudut pandang yang berbeda walaupun membaca buku yang persis sama. Kegiatan ini juga sanggup menumbuhkan budaya berpikir kritis, menghargai pendapat orang lain, kolaborasi, dan berani mengungkapkan pendapat pribadi.

3.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Belajar Bermutu
  1. Penyediaan materi bacaan di perpustakaan sekolah. Jenis bacaan yang bermacam-macam sanggup memperluas pengetahuan terhadap banyak hal sehingga siswa sanggup melihat aneka macam kesempatan dan mempunyai lebih banyak pilihan.
  2. Penggunaan alat peraga dan permainan edukatif yang memakai teks, misalnya, scrabble untuk memperkaya kosakata siswa. Permainan dan alat peraga sanggup menstimulasi siswa untuk berguru banyak hal tanpa merasa terbebani.
  3. Pemanfaatan media teknologi informasi (gawai) dalam kegiatan baca-tulis dengan bimbingan guru. Media digital menyediakan banyak sumber belajar, baik dari segi jumlah, maupun ragam sehingga sanggup memperkaya materi pembelajaran.
  4. Program menulis buku bagi guru dan tenaga kependidikan. Guru sanggup mengaktualisasi pemikirannya ke dalam goresan pena juga sanggup menjadi teladan bagi siswa untuk mengembangkan literasi menulis.
  5. Program dan kegiatan literasi yang menyenangkan, baik di dalam, di luar kelas, maupun di luar sekolah yang sanggup membuat siswa dan guru terlibat pribadi di dalamnya. Misalnya, perkemahan menulis, bedah buku, dan peluncuran buku, melaksanakan kunjungan ke perpustakaan daerah, pameran buku, dan penerbit buku setempat.

3.2.3 Perluasan Akses terhadap Sumber Belajar Bermutu dan Cakupan Peserta Belajar
  1. Pengembangan sarana penunjang yang membentuk ekosistem kaya literasi, misalnya, dengan memasang goresan pena peribahasa atau kalimat-kalimat positif dari tokoh populer di koridor sekolah.
  2. Pengoptimalan perpustakaan sebagai wahana berguru yang komprehensif bagi warga sekolah. Perpustakaan merupakan akar dari budaya membaca dan menulis. Sudah sepatutnya perpustakaan sekolah sanggup memperlihatkan kemudahan kepada pengguna untuk mengakses materi bacaan. Di perpustakaan pun sanggup dilaksanakan bermacam-macam kegiatan literasi yang menarik bagi warga sekolah.
  3. Penyediaan sudut baca di kelas. Dengan begitu, siswa sanggup memanfaatkan waktu-waktu tertentu untuk membaca di kelas, misalnya, ketika guru belum datang. Tersedianya materi bacaan di kelas pun akan lebih memudahkan siswa untuk mencari tumpuan ketika kegiatan pembelajaran berlangsung. Adapun buku-bukunya merupakan sumbangan dari siswa di kelas tersebut.
  4. Penyelenggaraan open house oleh sekolah yang sudah mengembangkan literasi. Sekolah yang sudah menjalankan acara literasi sanggup membuka diri untuk menjadi percontohan bagi sekolah lain yang juga ingin mengembangkan literasi. Melalui open house, sekolah lain sanggup berguru mengenai cara pengelolaan, jenis kegiatan, dan inovasi-inovasi yang dilakukan untuk menanamkan budaya literasi di sekolah.
  5. Program pengimbasan sekolah. Sekolah yang dijadikan model mempunyai tanggung jawab untuk mengimbaskan praktik baik penerapan kegiatan literasi di sekolah. Sekolah-sekolah efek sanggup ditentukan menurut jarak terdekat. 

3.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik
  1. Menyelenggarakan ekspo atau bulan literasi. Dalam kegiatan ini, sekolah sanggup melibatkan pegiat literasi, penulis, atau sastrawan yang ada di luar sekolah untuk mendorong budaya literasi. Selain itu, sanggup juga mengundang sekolah lain atau masyarakat sekitar untuk berpartisipasi. Kegiatan ini bertujuan untuk memperlihatkan ruang pada praktik-praktik literasi di sekolah dengan turut mengundang sekolah lain atau masyarakat sekitar sekolah untuk berpartisipasi. Festival atau bulan literasi ini sanggup diisi dengan pameran buku, pasar pertunjukan, diskusi, pemutaran film, dan kegiatan lain yang sanggup menumbuhkan minat terhadap literasi.
  2. Pelibatan BUMN dan DUDI untuk mendukung kegiatan literasi baca-tulis di sekolah. Dalam hal pendanaan, pengadaan materi ajar, dan kerja sama. Misalnya, meminta CSR perusahaan untuk mendukung pembuatan kemudahan sekolah bertema literasi dan pengadaan materi bacaan.

3.2.5 Penguatan Tata Kelola
  1. Alokasi waktu dan dana untuk kegiatan yang mendukung literasi baca-tulis. Hal ini merupakan faktor yang krusial dalam pelaksanaan gerakan literasi di sekolah. Sekolah perlu menyediakan waktu tertentu dan anggaran khusus untuk menyelenggarakan kegiatan yang mendukung literasi.
  2. Pembentukan Tim Literasi Sekolah yang sanggup terdiri atas kepala sekolah, pengawas, guru, dan wakil orang bau tanah akseptor didik dengan kiprah memantau berjalannya kegiatan-kegiatan literasi di sekolah.
  3. Pembuatan kebijakan sekolah yang menyatakan pentingnya literasi baca-tulis. Adanya kebijakan yang dibentuk terkait pelaksanaan literasi merupakan wujud keseriusan sekolah untuk mengembangkan budaya literasi. Dalam hal ini, sekolah sanggup melaksanakan intervensi positif biar seluruh warga sekolah sanggup berpartisipasi aktif dalam kegiatan literasi. Kebijakan ini bisa bermacam-macam bentuknya, misalnya, ditetapkannya waktu khusus untuk membaca bersama.
  4. Penguatan kiprah komite sekolah untuk membangun kekerabatan kerja sama dan komitmen di dalam kegiatan literasi. Kegiatan literasi di sekolah membutuhkan keterlibatan banyak pihak. Untuk mengelola pelibatan dan kekerabatan tersebut, perlu adanya pengoptimalan kiprah komite sekolah.
  5. Pelibatan guru dalam menentukan buku yang layak untuk siswa. Tiap buku mempunyai tingkat keterbacaan yang berbeda. Begitu pula dengan kemampuan siswa untuk memahami bacaan.Oleh lantaran itu, perlu pendampingan dari guru untuk memilihkan materi bacaan yang tepat, baik dari segi bahasa maupun isi cerita, sesuai dengan kondisi psikologis dan tingkat pemahaman siswa. Jika siswa membaca materi bacaan yang seusai dengan kondisinya, siswa sanggup mencicipi kenikmatan membaca. Dengan begitu, minat bacanya pun akan semakin meningkat.
  6. Penyusunan buku panduan guru untuk pemilihan materi bacaan yang diterbitkan. Agar sanggup memilihkan buku yang sempurna untuk siswa, guru perlu terlebih dahulu memahami kriteria materi bacaan dan aneka macam macam kondisi setiap anak. Ketersediaan buku panduan yang gampang diaplikasian bagi guru akan sangat membantu untuk melaksanakan hal tersebut.

BAB 4 GERAKAN LITERASI BACA-TULIS DI KELUARGA 

Keluarga berperan penting dalam mewujudkan budaya literasi. Membaca dan menulis ialah kecakapan yang dipengaruhi oleh lingkungan. Kecakapan tersebut perlu dipupuk semenjak di lingkungan keluarga. Kegiatan literasi di dalam keluarga sanggup melatih anak untuk terbiasa berpikir semenjak awal kehidupannya. Anak akan berguru untuk mencari pemecahan kasus dengan pemikirannya yang kritis dan kreatif. Anak-anak yang sudah mengenal literasi semenjak dini tidak hanya unggul di sekolah, tetapi juga akan menjadi pembelajar sepanjang hayat.

4.1 Sasaran Gerakan Baca-Tulis di Keluarga
  1. Meningkatnya jumlah dan variasi materi bacaan yang dimiliki keluarga;
  2. Meningkatnya frekuensi membaca dalam keluarga setiap harinya;
  3. Meningkatnya jumlah bacaan yang dibaca oleh anggota keluarga;
  4. Meningkatnya jumlah goresan pena anggota keluarga (memo, kartu ucapan, baik cetak maupun elektronik, catatan harian di buku atau blog, artikel, cerpen, atau karya sastra lain); dan
  5. Meningkatnya jumlah training literasi baca tulis yang aplikatif dan berdampak pada keluarga.

4.2 Strategi Gerakan Baca-Tulis di Keluarga

4.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator
  1. Pelatihan orang cendekia balig cukup akal (misalnya, orang tua, tangan kanan rumah tangga, atau orang cendekia balig cukup akal lainnya yang mengasuh anak di rumah) mengenai kompetensi baca tulis dan cara-cara memasukkan unsur baca tulis dalam kegiatan sehari-hari bersama anggota keluarga di rumah.
  2. Membacakan dongeng kepada anak secara rutin. Banyak penelitian yang telah menandakan bahwa membacakan ceirta kepada anak akan meningkatkan kemampuan membaca, menulis, dan berkomunikasi yang baik. Hal ini lantaran anak menyerap banyak kosakata, idiom, dan istilah yang tidak mereka temukan dalam percakapan sehari-hari. Selain itu, anak juga berguru untuk memahami struktur dongeng yang akan meningkatkan kemampuannya untuk menceritakan ulang dongeng secara verbal atau kemampuan menulis dengan sistematis.
  3. Kegiatan saling berguru antaranggota keluarga terkait dengan literasi baca-tulis. Bentuk kegiatannya sanggup berupa pembentukan kelompok baca atau membaca buku bersama- sama dengan tema-tema yang disukai atau disepakati oleh anggota keluarga. Selain membaca, sanggup pula dilakukan diskusi hasil bacaan, goresan pena (termasuk gambar, animasi, dan ekspresi lainnya), film, dan drama secara berkala, mempresentasikan bacaan yang menarik dari salah satu anggota keluarga, atau bisa juga membahas isu-isu menarik di media massa. Kegiatan semacam ini akan menyuburkan budaya literasi sekaligus menguatkan ikatan kedekatan di dalam keluarga.
  4. Permainan yang melibatkan penggunaan kata, menyerupai permainan bisik berantai, scrabble, teka-teki, atau monopoli. Waktu berkumpul dengan keluarga di ketika senggang sanggup diisi dengan permainan sederhana yang sanggup memperkaya kosakata anak.

4.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Belajar Bermutu
  1. Pembentukan perpustakaan keluarga yang diubahsuaikan dengan kondisi dan kebutuhan keluarga masing-masing. Keberadaan perpustakaan ini pun perlu diimbangi dengan penyediaan materi bacaan yang memadai. Setiap anggota keluarga mempunyai koleksi buku menurut minat masing-masing. Perpustakaan keluarga sanggup dijadikan rekreasi dan membentuk pengetahuan bersama.
  2. Pemberian hadiah berupa buku, majalah, atau film yang berkualitas kepada anak. Menciptakan lingkungan keluarga yang akrab dengan literasi sanggup dimulai dengan mendekatkan anak pada sumber berguru yang bermutu. Pemberian buku atau film sebagai hadiah juga merupakan investasi lantaran buku bisa bertahan lama, dinikmati berulang-ulang, dirasakan keuntungannya dalam jangka panjang. Minat baca pada anak pun akan tumbuh semenjak dini.
  3. Tamasya baca keluarga dengan mengunjungi aneka macam perpustakaan, taman bacaan masyarakat, toko buku, pameran, diskusi buku, dan peluncuran buku. Kegiatan-kegiatan ini sanggup menambah tumpuan sumber berguru bagi keluarga.
  4. Pemanfaatan media teknologi informasi (gawai) dalam kegiatan baca tulis dengan bimbingan orang tua. Perkembangan teknologi informasi yang semakin berkembang berperan besar untuk mendapatkan sumber berguru sangat beragam, baik dari segi jumlah maupun tema.

4.2.3 Perluasan Akses terhadap Sumber Belajar Bermutu dan Cakupan Peserta Belajar
  1. Pengondisian lingkungan fisik rumah dan sekitarnya yang kaya dengan unsur-unsur literasi. Hal ini sanggup dilakukan dengan menyediakan pojok buku, memasang gambar, atau informasi di aneka macam tempat di rumah, memajang dekorasi yang bersifat memotivasi anak untuk membaca, atau bisa juga dengan memajang hasil karya anak berupa gambar atau tulisan.
  2. Mendorong anggota keluarga untuk mengikuti kegiatan yang bekerjasama dengan literasi, menyerupai mengajak anak mengikuti lomba atau training menulis dan kegiatan lainnya.
  3. Pengoptimalan penggunaan jaringan internet untuk mengakses sumber-sumber berguru dari dalam jaringan. Melalui internet, seluruh anggota keluarga sanggup menjangkau aneka macam literatur.

4.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik
  1. Pentas kreativitas literasi dalam keluarga sanggup dilakukan dengan mengundang kerabat atau pihak lain di lingkungan setempat. Bentuk kegiatannya bisa berupa mendongeng, membacakan cerita, mendeklamasikan puisi, atau bermain kiprah dalam drama.
  2. Kegiatan keluarga yang memasukkan unsur literasi baca-tulis. Di antaranya, dengan membaca resep masakan bersama, menulis pesan tertulis kepada anggota keluarga dengan saling mengirim surat antaranggota yang jauh, baik melalui media digital maupun pos.
  3. Menyelenggarakan kegiatan literasi baca-tulis dalam keluarga bersama masyarakat. Kegiatan literasi yang dilakukan di keluarga juga sanggup melibatkan masyarakat sekitar. Misalnya, saling bertukar buku dengan keluarga lain dan membentuk kelompok diskusi buku di lingkungan rumah.
  4. Melibatkan orang bau tanah dalam kegiatan literasi baca-tulis di sekolah. Untuk mengikuti perkembangan kegiatan literasi anak di sekolah, orang bau tanah pun perlu melibatkan diri dalam kegiatan literasi di sekolah. Selain biar bisa turut mengawasi perkembangan anak, orang bau tanah juga sanggup membuatkan informasi perihal literasi dengan pihak sekolah.

4.2.5 Penguatan Tata Kelola
  1. Penentuan jadwal kegiatan membaca, menulis, menonton film, drama, musik, dan pertunjukan lain yang disepakati bersama di dalam keluarga. Dari aneka macam kegiatan yang ada di rumah, anggota keluarga perlu menyepakati waktu-waktu khusus untuk melaksanakan kegiatan literasi, baik secara individu maupun kolektif.
  2. Alokasi dana untuk kegiatan yang mendukung literasi baca- tulis. Faktor finansial memegang peranan penting untuk mengembangkan kegiatan literasi di keluarga. Tidak kasus berapa pun besarannya, yang terpenting ialah adanya alokasi yang dianggarkan untuk kegiatan ini.

BAB 5 GERAKAN LITERASI BACA-TULIS DI KELUARGA 

Agar sanggup menjadi budaya yang akrab dengan kehidupan sehari- hari, Gerakan Literasi Nasional tidak hanya ada di sekolah dan keluarga, tetapi juga menyasar lingkungan masyarakat. Budaya, termasuk budaya membaca dan menulis, tidak bisa tumbuh secara tiba-tiba, tetapi memerlukan upaya yang serius dan terus-menerus untuk mewujudkannya. Dalam hal ini, masyarakat merupakan unsur strategis yang perlu diperhatikan, baik oleh pemerintah maupun pihak swasta. Literasi di masyarakat bergerak dari, oleh, dan untuk masyarakat sehingga tidak dibatasi ruang dan waktu.

5.1 Sasaran Gerakan Baca-Tulis di Masyarakat
Keluaran dan capaian yang ingin diwujudkan dalam literasi baca-tulis di masyarakat ialah sebagai berikut.
  1. Meningkatnya jumlah dan variasi materi bacaan yang dimiliki kemudahan publik;
  2. Meningkatnya frekuensi membaca materi bacaan setiap hari;
  3. Meningkatnya jumlah materi bacaan yang dibaca oleh masyarakat;
  4. Meningkatnya jumlah kegiatan literasi baca-tulis yang ada di masyarakat;
  5. Meningkatnya jumlah kemudahan publik yang mendukung literasi baca-tulis;
  6. Meningkatnya jumlah partisipasi aktif komunitas, lembaga, atau instansi dalam penyediaan materi bacan;
  7. Meningkatnya jumlah komunitas baca tulis di masyarakat;
  8. Meningkatnya tingkat partisipasi aktif masyarakat dalam kegiatan literasi baca-tulis;
  9. Meningkatnya jumlah publikasi buku per tahun;
  10. Meningkatnya kuantitas pengguna bahasa Indonesia di ruang publik; dan
  11. Meningkatnya jumlah training literasi baca-tulis yang aplikatif dan berdampak pada masyarakat.

5.2 Strategi Gerakan Baca-Tulis di Masyarakat

5.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator
  1. Pelatihan yang berkaitan dengan penulisan. Pelatihan ini untuk meningkatkan kesadaran akseptor akan pentingnya menulis, memperlihatkan saluran informasi perihal apa saja yang bisa menjadi materi tulisan, juga melatih metode dan teknik membuat goresan pena yang baik.
  2. Penyediaan modul-modul training dan penyuluhan terkait baca tulis untuk aneka macam kalangan profesi dan elemen masyarakat, misalnya, cara menentukan buku bacaan untuk anak sesuai dengan perkembangan anak.

5.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Belajar Bermutu
  1. Satu desa satu cerita, yaitu acara penulisan dongeng rakyat/ legenda di tiap desa. Setiap daerah menyimpan dongeng masing-masing. Ada yang berupa asal-usul daerah tersebut, ada pula dongeng perihal tokoh-tokoh setempat. Cerita-cerita tersebut biasanya dituturkan secara verbal dari satu generasi ke generasi berikutnya. Seiring dengan perkembangan zaman, cerita-cerita menyerupai itu sudah banyak menghilang lantaran penuturnya semakin sedikit. Walaupun berupa dongeng fiksi, dongeng tersebut tetap mengandung nilai-nilai kearifan lokal yang patut dilestarikan.
  2. Pengoptimalan sumber berguru di masyarakat, menyerupai museum, gedung kesenian, dan perpustakaan. Sumber-sumber berguru tersebut sanggup membuat proses pembelajaran yang menyenangkan lantaran akseptor berguru sanggup terlibat secara aktif sehingga budaya literasi pun akan terbentuk. 
  3. Pembuatan portal khusus yang memuat aneka macam macam informasi mengenai literasi. Informasi tersebut sanggup berupa tips-tips untuk menumbuhkan minat terhadap literasi, bentuk kegiatan literasi yang inovatif, kumpulan praktik baik penerapan literasi, dan lain-lain.
  4. Penyediaan materi bacaan di perpustakaan. Perpustakaan umum memegang peranan strategis untuk menumbuhkan budaya literasi di masyarakat. Kebermanfaatan perpustakaan dinilai dari seberapa banyak dan lengkap sumber berguru yang terdapat di sana, yang paling utama ialah materi bacaan. Perpustakaan umum atau daerah perlu terus menambah dan memperbarui koleksi bacaan secara berkala.
  5. Penerjemahan materi penunjang literasi baca-tulis. Sumber- sumber belajar, baik berupa buku, infografis, maupun artikel berbahasa ajaib sanggup memperkaya tumpuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan literasi di semua ranah, baik di sekolah, rumah, maupun di tempat-tempat umum. Sumber-sumber berguru tersebut perlu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia untuk memudahkan masyarakat memperoleh aneka macam informasi di dalamnya.

5.2.3 Perluasan Akses terhadap Sumber Belajar Bermutu dan Cakupan Peserta Belajar
  1. Penyediaan pojok baca di tempat-tempat umum, menyerupai halte bus, stasiun kereta api, ruang tunggu bandara, kereta antarkota, kantor-kantor pelayanan masyarakat, baik pemerintah maupun swasta, dan seluruh tempat-tempat berkumpulnya orang banyak. Hal ini tentu akan memudahkan masyarakat untuk mengakses sumber bacaan di mana pun mereka berada.
  2. Sosialisasi sumber berguru daring. Sumber berguru dalam jaringan banyak sekali jumlahnya. Masyarakat luas perlu mengetahui sumber-sumber berguru daring tersebut biar sanggup dimanfaatkan dengan maksimal. Untuk itu dibutuhkan adanya sosialisasi mengenai aplikasi atau laman apa saja yang bisa dijadikan sumber belajar.
  3. Kampanye literasi di ruang publik untuk menggaungkan gerakan literasi. Salah satu indikator keberhasilan gerakan literasi ialah semakin banyaknya orang yang sadar dan paham terhadap literasi serta berkemauan untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kampanye literasi sanggup diisi dengan kegiatan yang menarik bagi masyarakat, misalnya, dengan membuka lapak baca di taman kota.
  4. Memperbanyak komunitas literasi yang merangkul aneka macam kalangan dan mewadahi kegitan literasi masyarakat. Dengan pendekatan kultural, penetrasi budaya literasi sanggup masuk ke masyarakat tanpa ada paksaan. Masyarakat tidak bisa dipaksa membaca sebelum membaca menjadi budaya. Dalam komunitas- komunitas inilah budaya membaca tersebut ditumbuhkan.

5.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik
  1. Peningkatan partisipasi dari lembaga-lembaga pendidikan untuk berpartisipasi mendukung literasi baca-tulis. Salah satunya dengan menjadi narasumber di kegiatan-kegiatan literasi, menyerupai seminar, lokakarya, dan aneka macam pelatihan.
  2. Pembentukan kampung literasi dengan melibatkan aneka macam pihak untuk menumbuhkan dan membudayakan minat baca serta mengembangkan perilaku positif terhadap literasi. Kampung literasi merupakan daerah yang dipakai untuk mewujudkan masyarakat literat biar mempunyai pengetahun yang luas.
  3. Pelibatan perguruan tinggi dalam program-program penelitian dan dedikasi masyarakat untuk meningkatkan jumlah sarana dan kemudahan pendukung bermuatan baca tulis, serta untuk mengembangkan kesadaran dan kecakapan baca tulis masyarakat.
  4. Pelibatan BUMN dan DUDI untuk mendukung kegiatan literasi baca-tulis di sekolah dalam hal pendanaan, pengadaan materi ajar, dan kerja sama. Misalnya, meminta CSR perusahaan untuk mendukung pembuatan kemudahan sekolah bertema literasi dan pengadaan materi bacaan.

5.2.5 Penguatan Tata Kelola
  1. Pengutamaan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi di ruang publik. Penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik merupakan amanat Undang-Undang No. 24 Tahun 2014. Selain untuk meningkatkan kebanggan berbahasa Indonesia, penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik juga sanggup mempermudah seluruh kalangan masyarakat untuk mengakses informasi.
  2. Pengalokasian anggaran khusus dalam dana desa untuk mendukung kegiatan literasi. Dana memegang peranan penting dalam pelaksanaan gerakan literasi di masyarakat. Setiap RT, RW, dan desa perlu menyediakan waktu tertentu dan anggaran khusus untuk menyelenggarakan kegiatan yang mendukung literasi.
  3. Penguatan kerja sama antarpusat berguru di masyarakat, menyerupai PKBM dan TBM. Bentuk kerja sama yang sanggup dilakukan di antaranya dengan mengadakan kunjungan ke pusat berguru lain, saling bertukar informasi, dan membuatkan sumber belajar.
  4. Pengintegrasian kegiatan masyarakat dengan aneka macam kegiatan literasi. Misalnya, dalam perayaan Hari Kemerdekaan diadakan lomba penulisan ilmiah dan penulisan kreatif, apresiasi puisi, dan lain-lain.

BAB 6 PENUTUP

Sebagai salah satu di antara tiga roh atau poros utama Kecakapan Abad XXI, literasi dasar perlu dibatinkan, dihayatkan, dimasyarakatkan, dan dibudayakan kepada seluruh individu, anggota masyarakat, dan warga bangsa Indonesia biar mereka menguasai dan mempunyai kemampuan literasi dasar yang baik. Penguasaan dan tingkat literasi dasar yang baik tidak hanya menyebabkan mereka bisa meraih kehidupan yang lebih baik, memainkan kiprah yang bermakna dalam kehidupan bersama, tetapi juga membuat mereka sanggup berpartisipasi dalam percaturan hidup bersama pada tataran lokal, nasional, regional, dan global sekaligus. Di sinilah perlu diwujudkan literasi bagi semua biar terbentuk masyarakat literasi dan budaya literasi di Indonesia. Untuk itu ditetapkan dan diimplementasikan kebijakan Gerakan Literasi Nasional (GLN) oleh Kemendikbud. GLN, diharapkan sanggup mewujudkan individu, anggota masyarakat, dan warga bangsa yang literat, yaitu menguasai dan mempunyai tingkat literasi dasar dengan baik sehingga mereka sanggup menjadi penopang kemajuan masyarakat dan bangsa Indonesia di samping kemajuan pendidikan dan kebudayaan nasional Indonesia khususnya.

Dalam GLN terdapat enam macam atau jenis literasi dasar yang menjadi fokus garapan, yaitu literasi baca-tulis, numerasi, sains, digital, finansial, dan budaya dan kewargaan. Di antara enam macam literasi dasar tersebut, keberadaan, kedudukan, fungsi, dan kiprah literasi baca-tulis sangat mendasar dan strategis. Dikatakan demikian lantaran literasi ini tidak hanya mendasari makna keseluruhan jenis literasi yang ada sekarang, tetapi juga menjadi sokoguru atau tiang pokok jenis-jenis literasi lainnya, menjiwai macam-macam literasi lainnya, dan melandasi penguasaan dan kemampuan literasi lainnya sehingga literasi baca-tulis menjadi serat atau unsur terdalam di segala jenis literasi. Hal tersebut menyebabkan literasi baca-tulis sebagai penyangga utama terwujudnya masyarakat baca-tulis dan budaya baca-tulis. Konsekuensinya, semua individu, anggota masyarakat, dan warga bangsa Indonesia perlu menguasai literasi baca-tulis dengan baik biar mereka menjadi penyangga dan penjaga keberadaan dan kemajuan masyarakat baca-tulis dan budaya baca-tulis. Oleh lantaran itu, dalam konteks GLN, literasi baca- tulis ditanamkan, dibiasakan, dan dibudayakan di ranah sekolah, keluarga, dan masyarakat sehingga dilaksanakanlah gerakan literasi baca-tulis di ranah sekolah, keluarga, dan masyarakat.

Pelaksanaan gerakan literasi baca-tulis di ranah sekolah, keluarga, dan masyarakat sebagai realisasi GLN memerlukan dukungan, partisipasi, dan keterlibatan multipihak yang menjadi pemangku kepentingan, baik pihak internal Kemendikbud maupun pihak eksternal di lingkungan pemerintahan pada umumnya, dan masyarakat biar gerakan ini sanggup berjalan secara maksimal dan mendapatkan hasil yang optimal. Secara terpadu, sinergis, dan solid unit-unit kerja di Kemendikbud sanggup memainkan fungsi dan kiprah sebagai pengendali, navigator, dan pelaksana gerakan literasi baca- tulis, sesuai dengan kiprah pokok dan fungsi masing-masing. Berbagai pihak di lingkungan pemerintahan, baik kementerian maupun LPNK, sanggup berpartisipasi dan terlibat dengan cara mengerahkan sumber daya yang dimiliki, baik sumber daya insan maupun sumber daya nonmanusia, untuk memperkuat pelaksanaan literasi baca-tulis di ranah sekolah, keluarga, dan masyarakat sehingga penguasaan literasi baca-tulis dan tumbuh kembangnya budaya baca-tulis bisa lebih cepat dan mantap. Demikian pula elemen-elemen masyarakat, misalnya, komunitas, asosiasi profesi, organisasi masyarakat, dan LSM juga sanggup berpartisipasi dan terlibat secara pribadi dan tak pribadi dalam penyusunan program, kegiatan, dan pengawasan gerakan literasi baca-tulis yang memungkinkan terwujudnya ekosistem, lingkungan, tradisi, dan budaya baca-tulis yang mantap di ranah sekolah, keluarga, dan masyarakat. Tokoh-tokoh dan pemuka-pemuka masyarakat, misalnya, sanggup menjadi figur teladan, inspirator, dan pendorong tumbuh kembangnya ekosistem, lingkungan, tradisi, dan budaya baca tulis yang mantap di ranah sekolah, keluarga, dan masyarakat.

Dengan dukungan, partisipasi, dan keterlibatan aktif-konstruktif multipihak tersebut, acara dan kegiatan literasi baca-tulis bisa berjalan lebih cepat dan berlangsung lebih luas dan masif, dan sanggup berterima secara berpengaruh di aneka macam kalangan. Lebih lanjut, keterlibatan multipihak sanggup menumbuhkembangkan lebih cepat dan berpengaruh ekosistem, lingkungan, tradisi, dan budaya baca tulis di ranah sekolah, keluarga, dan masyarakat. Selanjutnya, hal tersebut sanggup menopang kemajuan pendidikan nasional, bahkan kemajuan kebudayaan dan peradaban Indonesia di tengah kehidupan era XXI. Setidak-tidaknya insan dan bangsa Indonesia sanggup berkiprah dan berpartisipasi aktif dan terhormat dalam kehidupan bersama era XXI lantaran mereka menguasai salah satu indikator utama Kecakapan Abad XXI, yaitu literasi baca-tulis.

    Download Buku Literasi Baca Tulis (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional)

    Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Buku Literasi Baca Tulis (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional) ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:

    Buku Literasi Baca Tulis (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional)



    Download File:
    Buku Literasi Baca Tulis (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional).pdf

    Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Buku Literasi Baca Tulis (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional). Semoga bisa bermanfaat.

    Posting Komentar untuk "Buku Literasi Baca Tulis (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional)"